DAMPINGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
PERLU perhatian khusus untuk membesarkan anak berkebutuhan khusus. Bila dibimbing secara maksimal, mereka bisa tumbuh seperti anak normal lainnya.
Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat jumlahnya. Pada Hari Autis Sedunia yang jatuh pada 8 April lalu diketahui bahwa prevalensi anak berkebutuhan khusus saat ini mencapai 10 anak dari 100 anak. Berdasarkan data ini menunjukkan 10 persen populasi anak-anak adalah anak berkebutuhan khusus dan mereka harus mendapatkan pelayanan khusus.
Anak yang dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan emosional atau perilaku, hambatan fisik, komunikasi, autisme, traumatic brain injury, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan, dan anak-anak yang memiliki bakat khusus.
"Mereka secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai aktualisasi potensinya secara maksimal," ucap Dra Psi Heryanti Satyadi MSi saat acara seminar bertema "Mengatasi Anak Berkebutuhan Khusus/Special Needs" yang diselenggarakan KiddyCuts.
Psikolog yang berpraktik di Jalan Paku Buwono VI Nomor 84 Kebayoran Baru ini juga mengatakan, eningkatnya populasi anak berkebutuhan khusus ini salah satunya karena perubahan gaya hidup. "Banyak penyebab meningkatnya angka populasi ini. ang pertama adalah karena semakin banyaknya orang yang peduli terhadap anak berkebutuhan khusus dan adanya perubahan gaya hidup yang memang berbeda pada zaman dulu," ujarnya psikolog dari I Love My Psychologist ini.
Di zaman sekarang ini, banyak orang tua yang hanya memiliki sedikit waktu untuk keluarga. Hal tersebut juga berdampak pada anak-anak yang menjadi kurang perhatian, terutama pada anakanak yang berkebutuhan khusus. "Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya," papar psikolog yang berpraktik di Kawasan Kelapa Gading ini.
Penyebab seorang anak mengalami keterbelakangan mental ini disebabkan beberapa hal. Antara lain dari dalam dan dari luar. Jika dari dalam adalah karena faktor keturunan.
Sedangkan dari luar memiliki banyak penyebab. Penyebab dari luar ada beberapa faktor. Satu di antaranya karena maternal malanutritisi (malanutrisi pada ibu). Ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang tidak menjaga pola makan yang sehat, keracunan atau efek substansi.
Hal tersebut bisa memicu kerusakan pada plasma inti, kerusakan pada otak waktu kelahiran, gangguan pada otak. Misalnya tumor otak, bisa juga karena gangguan fisiologis seperti down syndrome.
"Penyebab dari luar juga bisa. Misalnya karena pengaruh lingkungan dan kebudayaan. Biasanya ini terjadi pada anak yang dibesarkan di lingkungan yang buruk. Kasus abusif, penolakan atau kurang stimulasi yang ekstrem dapat berakibat pada keterbelakangan mental," katanya.
Pada umumnya, anak-anak yang berkebutuhan khusus dan sebagian anak normal mengembangkan suatu bentuk perilaku yang perlu perhatian dan penanganan secara khusus dan hati-hati.
Perilaku tersebut bisa saja terjadi karena anak merasa frustrasi tidak dapat mengekspresikan dirinya dengan kata-kata yang komunikatif agar dipahami orang lain. Akhirnya amarahnya meledak dan mengamuk.
"Banyak anak berkebutuhan khusus mengalami masalah serius dalam pengendalian perilaku dan memerlukan bantuan untuk mengendalikan ledakan-ledakan perilaku agresif, yang tidak relevan dengan situasi sosial sehari-hari," papar ibu dua anak ini.
Dokter ahli kejiwaan Dr Ika Widyawati SpKJ (K) mengatakan, anak yang perlu penanganan khusus tidak harus belajar di sekolah khusus. Mereka bisa saja disekolahkan di sekolah umum bersama anak normal lainnya.
"Jika anak disekolahkan di sekolah umum, itu adalah langkah yang tepat dilakukan orang tua asalkan mereka bisa mengikuti pelajarannya," ujar Kepala Divisi Psikiatri Anak Departemen Psikiatri FKUI/RSCM tersebut.(Koran SI/Koran SI/tty)
Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia terus meningkat jumlahnya. Pada Hari Autis Sedunia yang jatuh pada 8 April lalu diketahui bahwa prevalensi anak berkebutuhan khusus saat ini mencapai 10 anak dari 100 anak. Berdasarkan data ini menunjukkan 10 persen populasi anak-anak adalah anak berkebutuhan khusus dan mereka harus mendapatkan pelayanan khusus.
Anak yang dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan emosional atau perilaku, hambatan fisik, komunikasi, autisme, traumatic brain injury, hambatan pendengaran, hambatan penglihatan, dan anak-anak yang memiliki bakat khusus.
"Mereka secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai aktualisasi potensinya secara maksimal," ucap Dra Psi Heryanti Satyadi MSi saat acara seminar bertema "Mengatasi Anak Berkebutuhan Khusus/Special Needs" yang diselenggarakan KiddyCuts.
Psikolog yang berpraktik di Jalan Paku Buwono VI Nomor 84 Kebayoran Baru ini juga mengatakan, eningkatnya populasi anak berkebutuhan khusus ini salah satunya karena perubahan gaya hidup. "Banyak penyebab meningkatnya angka populasi ini. ang pertama adalah karena semakin banyaknya orang yang peduli terhadap anak berkebutuhan khusus dan adanya perubahan gaya hidup yang memang berbeda pada zaman dulu," ujarnya psikolog dari I Love My Psychologist ini.
Di zaman sekarang ini, banyak orang tua yang hanya memiliki sedikit waktu untuk keluarga. Hal tersebut juga berdampak pada anak-anak yang menjadi kurang perhatian, terutama pada anakanak yang berkebutuhan khusus. "Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya," papar psikolog yang berpraktik di Kawasan Kelapa Gading ini.
Penyebab seorang anak mengalami keterbelakangan mental ini disebabkan beberapa hal. Antara lain dari dalam dan dari luar. Jika dari dalam adalah karena faktor keturunan.
Sedangkan dari luar memiliki banyak penyebab. Penyebab dari luar ada beberapa faktor. Satu di antaranya karena maternal malanutritisi (malanutrisi pada ibu). Ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang tidak menjaga pola makan yang sehat, keracunan atau efek substansi.
Hal tersebut bisa memicu kerusakan pada plasma inti, kerusakan pada otak waktu kelahiran, gangguan pada otak. Misalnya tumor otak, bisa juga karena gangguan fisiologis seperti down syndrome.
"Penyebab dari luar juga bisa. Misalnya karena pengaruh lingkungan dan kebudayaan. Biasanya ini terjadi pada anak yang dibesarkan di lingkungan yang buruk. Kasus abusif, penolakan atau kurang stimulasi yang ekstrem dapat berakibat pada keterbelakangan mental," katanya.
Pada umumnya, anak-anak yang berkebutuhan khusus dan sebagian anak normal mengembangkan suatu bentuk perilaku yang perlu perhatian dan penanganan secara khusus dan hati-hati.
Perilaku tersebut bisa saja terjadi karena anak merasa frustrasi tidak dapat mengekspresikan dirinya dengan kata-kata yang komunikatif agar dipahami orang lain. Akhirnya amarahnya meledak dan mengamuk.
"Banyak anak berkebutuhan khusus mengalami masalah serius dalam pengendalian perilaku dan memerlukan bantuan untuk mengendalikan ledakan-ledakan perilaku agresif, yang tidak relevan dengan situasi sosial sehari-hari," papar ibu dua anak ini.
Dokter ahli kejiwaan Dr Ika Widyawati SpKJ (K) mengatakan, anak yang perlu penanganan khusus tidak harus belajar di sekolah khusus. Mereka bisa saja disekolahkan di sekolah umum bersama anak normal lainnya.
"Jika anak disekolahkan di sekolah umum, itu adalah langkah yang tepat dilakukan orang tua asalkan mereka bisa mengikuti pelajarannya," ujar Kepala Divisi Psikiatri Anak Departemen Psikiatri FKUI/RSCM tersebut.(Koran SI/Koran SI/tty)
5 CARA MEMOTIVASI SANG ANAK
MEMOTIVASI anak agar lebih rajin belajar, mengerjakan PR, atau rajin membantu membersihkan rumah, menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua. Agar anak lebih semangat dan termotivasi, cobalah beberapa cara berikut.
1. Terlibat dalam kegiatan anak
Saat si kecil tahu orangtuanya tertarik pada apa yang dilakukannya, anak akan bersemangat untuk mengajak Anda mengikuti seluruh prosesnya. Anak juga akan semakin terpacu untuk memberi hasil yang terbaik. Menjadi penonton saat anak bertanding di laga sepak bola antar sekolah, misalnya, membuat anak menyadari Anda selalu hadir mendampinginya di berbagai kesempatan untuk memberi semangat.
2. Bantu anak merancang strategi
Si kecil belum paham betul bagaimana caranya membangun skala prioritas serta mencari solusi untuk berbagai masalah yang dihadapi. Terlebih saat anak mulai mampu menetapkan target prestasi yang ingin diraihnya. Bantu anak menyusun rencana untuk meraih target, serta mempersiapkannya dalam menghadapi rintangan.
3. Orangtua senang membaca, anak juga
Sudah masuk sekolah, kok membacanya belum lancar juga? Anak mungkin belum menemukan asyiknya membaca, karena tidak pernah melihat orangtuanya membaca buku. Anak-anak yang tidak pernah dibacakan dongeng sebelum tidur juga cenderung lambat dalam belajar membaca. Jika Anda ingin mengajarkan anak untuk lancar membaca, tunjukkan bahwa Anda juga senang membaca. Bacalah koran, majalah, atau apapun dengan suara keras agar si kecil tahu betapa asyiknya membaca.
4. Rayakan keberhasilannya
Saat anak berhasil mendapat prestasi memuaskan, jangan segan-segan untuk memujinya. Sekecil apapun keberhasilan yang dilakukannya –bahkan sekedar membereskan tempat tidur sampai rapi- lontarkan pujian pada anak. Ingin merayakannya dengan sesuatu yang spesial juga ide bagus. Tak perlu perayaan semarak. Makan malam dengan menu favoritnya juga cukup membuat buah hati Anda merasa spesial.
5. Belajar sambil bermain
Setiap orang, anak-anak maupun dewasa, memiliki metode belajar yang berbeda. Khusus bagi anak, sediakan metode belajar sambil bermain yang membuatnya tidak cepat bosan. Mengajarkan bahasa Inggris lewat film kartun, misalnya.
dari Berbagai Sumber
(rere/gur)
1. Terlibat dalam kegiatan anak
Saat si kecil tahu orangtuanya tertarik pada apa yang dilakukannya, anak akan bersemangat untuk mengajak Anda mengikuti seluruh prosesnya. Anak juga akan semakin terpacu untuk memberi hasil yang terbaik. Menjadi penonton saat anak bertanding di laga sepak bola antar sekolah, misalnya, membuat anak menyadari Anda selalu hadir mendampinginya di berbagai kesempatan untuk memberi semangat.
2. Bantu anak merancang strategi
Si kecil belum paham betul bagaimana caranya membangun skala prioritas serta mencari solusi untuk berbagai masalah yang dihadapi. Terlebih saat anak mulai mampu menetapkan target prestasi yang ingin diraihnya. Bantu anak menyusun rencana untuk meraih target, serta mempersiapkannya dalam menghadapi rintangan.
3. Orangtua senang membaca, anak juga
Sudah masuk sekolah, kok membacanya belum lancar juga? Anak mungkin belum menemukan asyiknya membaca, karena tidak pernah melihat orangtuanya membaca buku. Anak-anak yang tidak pernah dibacakan dongeng sebelum tidur juga cenderung lambat dalam belajar membaca. Jika Anda ingin mengajarkan anak untuk lancar membaca, tunjukkan bahwa Anda juga senang membaca. Bacalah koran, majalah, atau apapun dengan suara keras agar si kecil tahu betapa asyiknya membaca.
4. Rayakan keberhasilannya
Saat anak berhasil mendapat prestasi memuaskan, jangan segan-segan untuk memujinya. Sekecil apapun keberhasilan yang dilakukannya –bahkan sekedar membereskan tempat tidur sampai rapi- lontarkan pujian pada anak. Ingin merayakannya dengan sesuatu yang spesial juga ide bagus. Tak perlu perayaan semarak. Makan malam dengan menu favoritnya juga cukup membuat buah hati Anda merasa spesial.
5. Belajar sambil bermain
Setiap orang, anak-anak maupun dewasa, memiliki metode belajar yang berbeda. Khusus bagi anak, sediakan metode belajar sambil bermain yang membuatnya tidak cepat bosan. Mengajarkan bahasa Inggris lewat film kartun, misalnya.
dari Berbagai Sumber
(rere/gur)
TIPS DAN STRATEGI MEMOTIVASI SISWA
Dalam mendorong keberhasilan mewujudkan tujuan belajar, motivasi merupakan penentu yang sangat penting, bagaikan bensin yang dapat menggerakan mesin mobil menuju tempat tujuannya. Bagitulah arti penting motivasi, sebagaimana yang didefinisikan oleh Elliot (2000) bahwa motivasi adalah keadaan internal yang menyebabkan kita bertindak, mendorong kita pada arah tertentu, dan menjaga kita tetap bersemangat pada aktivitas tertentu.Motivasi membantu siswa cepat memahami pelajaran secara lebih baik sehingga mampu meraih tujuan belajar. Pada dasarnya, motivasi ada dua jenis, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Bagi siswa yang bermotivasi diri rendah peranan guru sangat penting dalam meningkatkan motivasi ekstrinsiknya. Karakter dan tindakan guru di ruang kelas dapat mentransformasi derajat motivasi siswa sehingga menjadi lebih tinggi atau sebaliknya.
Sebagian besar siswa pada dasarnya akan merespon positif terhadap pengajaran kelas yang terorganisir dan guru yang tulus mencurahkan perhatian saat mengajar. Setiap aktivitas yang guru lakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran secara otomatis akan menambah motivasi belajar siswa.
Tidak ada satu rumus dan formula instan yang dapat digunakan untuk memotivasi siswa. Kecuali kita memahami bahwa guru telah terdidik dan terlatih secara profesional dalam meningkatkan motivasi siswa. Secara ideal guru telah disiapkan dan terampil membangun cita-cita siswa.
Di samping guru, banyaknya faktor yang mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Bligh (1971) dan Sass (1989), motivasi siswa dalam belajar dipengaruhi oleh :
1. Menciptakan iklim belajar yang terbuka dan positif dengan menitikberatkan pada kebutuhan siswa saat ini, yaitu memenuhi apa yang menjadi motif awal ketertarikan mereka pada materi pelajaran.
2. Membuat siswa aktif berpartisipasi dalam pembelajaran. Siswa belajar dengan melaksanakan tindakan (doing), membuat (making), menulis (writing), merancang (designing), menciptakan (creating), dan memecahkan persoalan (solving). Kepasifan akan mengurangi motivasi dan keingintahuan siswa.
3. Mengajak siswa untuk menganalisis apa yang membuat kelas menjadi lebih atau kurang termotivasi. Hasil penelitian menyimpulkan setidaknya ada delapan karakteristik yang menjadi kontribusi utama pada motivasi siswa, yaitu :
Sumber referensi :
Bligh, D. A. What’s the Use of Lecturing? Devon, England: Teaching Services Centre, University of Exeter, 1971.
Davis, B.G. Motivating Students. http://honolulu.hawaii.edu/intranet/committees/FacDevCom/guidebk/teachtip/motiv.htm
M. Sobry Sutikno. PERAN GURU DALAM MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA. http://www.bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html.
Motivasi pada Siswa. http://psychemate.blogspot.com/2007/12/motivasi-pada-siswa.html
Sass, E. J. “Motivation in the College Classroom: What Students Tell Us.” Teaching of Psychology, 1989, 16(2), 86-88.
- Motivasi intrinsik timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
- Motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Bagi siswa yang bermotivasi diri rendah peranan guru sangat penting dalam meningkatkan motivasi ekstrinsiknya. Karakter dan tindakan guru di ruang kelas dapat mentransformasi derajat motivasi siswa sehingga menjadi lebih tinggi atau sebaliknya.
Sebagian besar siswa pada dasarnya akan merespon positif terhadap pengajaran kelas yang terorganisir dan guru yang tulus mencurahkan perhatian saat mengajar. Setiap aktivitas yang guru lakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran secara otomatis akan menambah motivasi belajar siswa.
Tidak ada satu rumus dan formula instan yang dapat digunakan untuk memotivasi siswa. Kecuali kita memahami bahwa guru telah terdidik dan terlatih secara profesional dalam meningkatkan motivasi siswa. Secara ideal guru telah disiapkan dan terampil membangun cita-cita siswa.
Di samping guru, banyaknya faktor yang mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Bligh (1971) dan Sass (1989), motivasi siswa dalam belajar dipengaruhi oleh :
- ketertarikan siswa pada mata pelajaran.
- persepsi siswa tentang penting atau tidaknya materi tersebut
- semangat untuk meraih pencapaian
- kepercayaan diri siswa
- penghargaan diri siswa
- pengakuan orang lain
- besar kecilnya tantangan
- kesabaran
- ketekunan
- tujuan hidup yang hendak siswa capai.
1. Menciptakan iklim belajar yang terbuka dan positif dengan menitikberatkan pada kebutuhan siswa saat ini, yaitu memenuhi apa yang menjadi motif awal ketertarikan mereka pada materi pelajaran.
2. Membuat siswa aktif berpartisipasi dalam pembelajaran. Siswa belajar dengan melaksanakan tindakan (doing), membuat (making), menulis (writing), merancang (designing), menciptakan (creating), dan memecahkan persoalan (solving). Kepasifan akan mengurangi motivasi dan keingintahuan siswa.
3. Mengajak siswa untuk menganalisis apa yang membuat kelas menjadi lebih atau kurang termotivasi. Hasil penelitian menyimpulkan setidaknya ada delapan karakteristik yang menjadi kontribusi utama pada motivasi siswa, yaitu :
- antusiasme guru
- relevansi materi pelajaran
- pengaturan pengajaran
- kesesuaian tingkat kesulitan materi
- keterlibatan aktif siswa
- keberagaman
- hubungan antara guru dan siswa
- penggunaan contoh yang sesuai, kongkrit dan mudah dipahami
- Menargetkan harapan yang tinggi tetapi realistik pada siswa
- Membantu siswa merumuskan tujuan mereka
- Memberitahukan siswa apa yang perlu mereka lakukan agar lulus mata pelajaran yang ada ajar dengan sukses
- Membantu siswa menemukan manfaat dan pentingnya materi yang sedang dipelajari
- Memperkuat motivasi diri siswa
- Menghindari suasana kompetesi yang berlebihan antar siswa. Lebih baik mengarahkan siswa ke kompetisi kerja tim
- Menunjukkan antusiasme Anda sebagai guru pada materi pelajaran
- Bertolak dari poin kekuatan dan ketertarikan siswa
- Jika memungkinkan, memberikan pilihan pada siswa untuk menentukan bagian materi yang akan dibahas lebih mendalam
- Meningkatkan level kesulitan belajar secara gradual sejalan dengan perkembangan semester
- Memvariasikan cara Anda mengajar (role playing, debates, brainstorming, discussion, demonstrations, case studies, audiovisual presentations, guest speakers, atau small group work)
- Memberikan penekanan pada pemahaman dan pembelajaran dibandingkan nilai
- Menghindari penggunaan nilai sebagai ancaman
- Merancang test yang mendorong siswa ke jenis pembelajaran yang Anda ingin dicapai oleh siswa. Jika ingin siswa belajar menghapal maka berikanlah soal hapalan. Namun, jika ingin siswa belajar menganalisis dan mengevaluasi, berikanlah soal yang mengarah ke sana.
- Memberikan umpan balik segera pada siswa
- Memberikan penghargaan atas kesuksesan yang diraih
- Menginformasikan kesuksesan kerja yang diraih teman mereka
- Memberikan feedback negatif secara spesifik. Identifikasi kelemahan siswa terkait pada kinerjanya saat pengerjaan tugas, bukan pada siswa secara personal.
- Menghindari komentar yang merendahkan diri siswa sehingga membuat mereka merasa tidak cakap.
- Memberikan kesempatan bagi siswa untuk sukses dengan cara menugaskan hal yang tidak terlalu mudah maupun terlalu sulit.
- Menghindari memberikan jawaban langsung pada pekerjaan rumah siswa. Berikan kesempatan pada siswa untuk berjuang menemukan jawaban
- Membantu siswa merasa bahwa mereka adalah anggota yang berharga dalam komunitas belajarnya
- Menugaskan siswa membaca materi bacaan setidaknya dua sesi sebelum dilakukan diskusi
- Menugaskan siswa membuat pertanyaan dari bahan bacaan. sebagai reward, guru dapat mempertimbangkan pertanyaan siswa sebagai bahan ujian.
- Menugaskan siswa untuk menuliskan beberapa kalimat yang dapat meringkas hasil bacaannya
- Memberikan pertanyaan sederhana namun mendalam tentang bacaan tersebut. Sebagai contoh, Apakah kamu bisa memberikan satu atau dua poin dari bahan bacaan yang kamu anggap penting? atau Menurut kamu sub bab apa yang perlu kita review ulang dan diskusikan di kelas?
- Mengadakan sesi membaca bersama di kelas secara bergantian
- menyiapkan ujian untuk bahan yang tidak sempat didiskusikan
Sumber referensi :
Bligh, D. A. What’s the Use of Lecturing? Devon, England: Teaching Services Centre, University of Exeter, 1971.
Davis, B.G. Motivating Students. http://honolulu.hawaii.edu/intranet/committees/FacDevCom/guidebk/teachtip/motiv.htm
M. Sobry Sutikno. PERAN GURU DALAM MEMBANGKITKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA. http://www.bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html.
Motivasi pada Siswa. http://psychemate.blogspot.com/2007/12/motivasi-pada-siswa.html
Sass, E. J. “Motivation in the College Classroom: What Students Tell Us.” Teaching of Psychology, 1989, 16(2), 86-88.
IMPLEMENTASI MODEL KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN
A. Teori Pendekatan Konstruktivismeme
Akar filosofis pendekatan pembelajaran konstruktivisme adalah berorientasi pada filsafat idealisme, sedangkan pendekatan pembelajaran behavioristik atau obyektivis berakar pada positivisme. Konstruktivismeme (contructivisme) merupakan orientasi filosofis pendekatan konstektual (Zahorik, 1999; Sagala,2006). Teori konstruktivismetik dikembangkan oleh piaget pada pertengahan abad ke 20 (Sanjaya, W., 2007). Menurut Piaget, bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subyek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk sementara setelah itu dilupakan. Mengkopnstrusi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema. Secara lengkap teori konstruktivismetik penerapannya banyak dijumpai dalam strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir peserta didik atau menekankan pada keaktifan peserta didik (Sanjaya, W.,2007). Dalam prespektif historis, sebenarnya pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada student centered learning di kelas telah lama dikembangkan oleh John Dewey di Amerika. Ada beragam pendekatan yag sama-sama berorientasi peserta didik aktif, yaitu pendekatan discovery learning, pendekatan constectual teaching and lerning (CTL); dan pendekatan konstruktivisme (PK). Khusus tentang pendekatan kontrukstivis, adalah suatu jenis pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan aspek keaktifan peserta didik dalam PBM. Pendekatan konstruktivisme ada sedikit kesamaan dengan pendekatan Discovery Learning (PDL), karena keduanya memandang peserta didik sebagai individu kreatif, inovator dan ilmuwan kecil, bedanya bila PDL memandang peserta didik berusaha untu menemukan pengetahuan yang sudah ada, sedangkan PK peserta didik berusaha untuk menemukan/membangun (construct) pengetahuan baru (Fachrurrazy, 2001). Konstruktivismeme berbeda dengan Behaviorisme dan Naturalisme, Behaviorisme menekankan keterampilan sebagai tujuan pengajaran, konstruktivismeme lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, sedangkan Naturalisme lebh menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkah-langkah perkembangan kedewasaan. Konstruktivismeme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif peserta didik (Suparno, 1997). Dalam teori Naturalisme, bila seseorang mengikuti tahap atau langkah-langkah perkembangan yang ada, dengan sendirinya ia akan menemukan pengetahuan yang makin lengkap. Sedangkan menurut Konstruktivismeme adalah, apabila seseorang tidak mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri secara aktif, meskipun ia berumur tua pengetauannya tetap tidak akan bisa berkembang (Solichan A, 2003). Proses pembelajaran yang berorientasi pada aliran behavioristik (yaitu teori yang mengagungkan pada pembentukan perilaku peserta didik penuih keteraturan, ketertiban, ketaatan dan kepastian) dianggap untuk era sekarang sudah tidak realistis (Degeng, 2000). Pendekatan pembelajaran yang relevan dengan kondisi tuntutan kehidupan era sekarang adalah pendekatan konstruktivisme. Menurut para ahli, bahwa PK dianggap relevan untuk menyiapkan dan membangun peserta didik memiliki kemampuan: (a) mengaitkan pengalaman, pengetahuan dan keyakina yang telah ada pada diri anak untuk menafsirkan obyek dan peristiwa baru; (Jonassen, 1991); (b) meningkatkan daya inkuiri dan inovasi peserta didik untuk menemukan pengetahuan baru; (c) menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena setiap peserta didik diberi kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran dan pengembangan ilmu (sebagai ilmuwan kecil); (d) membangun sikap mental kooperatif sesama peserta didik, karena pendekatan ini lebih banyak menuntut kerja kelompok; (e) membangun sikap mental peserta didik untuk tolerir, tidak eksklusif terhadap sudut pandang yang berbeda; dan (f) membangun sikap mental tanggap terhada persoalan baru, mudah memecahkan problem kekinian, karea proses pembelajarna lebih memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas dari kondisi time and space (Fachrurrazy, 2001).
B. Penerapan Pendekatan Konstuktivis dalam PBM KTSP
Ada beberapa alternatif pilihan atau langkah strategis yang dapat dilakukanoleh setiap guru untuk menerapkan pendekatan konstruktivisme (PK) dalam PBM KTSP, antara lain: sebelum menerapkan PK dalam PBM setiap guru harus memahami betul ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan PK. Menurut Car dkk, dalam Fachrurrazy (2001) ciri-ciri pembelajaran dengan PK adalah:
1. Peserta didik lebih aktif dalam proses belajar karena fokus belajar mereka pada proses integrasi pengetahuan yang baru dengan pengalaman, pengetahuan mereka yang telah ada dalam pikirannya;
2. setiap pandangan yang berbeda akan dihargai dan diperlukan. Peserta didik didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan jawaban dalam mensintesiskan secara terintegrasi;
3. proses pembelajaran harus mendorong adanya kerjasama, tapi bukan untuk bersaing secara negatif. Proses belajar melalui kerjasama memungkinkan peserta didik untuk mengingat pelajaran lebih lama
4. kontrol kecepatan dan fokus pelajaran ada pada peserta didik. Cara ini akan lebih memberdayakan peserta didik lebih dinamik inovatif, dan
5. pendekatan konstruktivisme memberikan pengakuan belajar yang tidak terlepas dari konteks dunia nyata peserta didik.
Agar mampu mewujudkan kelima ciri tersebut, maka setiap guru harus terus membangun kualitas pemahaman disiplin ilmu yang diampu baik secara tekstual maupun kontekstual, karena posisi guru dalam PK adalah mediator selama PBM. Melihat realitas empirik, nampak masih begitu banyak guru –guru yang belum secara maksimal melakukan pengembangan kompetensi profesionalnya. Olehnya itu dalam era KTSP sekarang ini setiap guru harus punya komitmen yang kokoh untuk terus meningkatkan kualitas kompetensi prosefi atau akademiknya (insan pengembang Iptek). Setelah guru memahami ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme, kemudian guru menerapkannya dalam proses pembelajaran di kelas, dengan memperhatikan karakteristik materi pembelajaran yang cocok untuk pendekatan pembelajaran konstruktivisme. Menurut Brook & Brook (1999), bahwa ciri sikap dan perilaku guru yang menerapkan pendekatan konstruktivisme dalam PBM adalah:
1. guru menganjurkan dan menerima otonomi dan inisiatif peserta didik dalam memahami, menginterpretasi materi pelajaran
2. guru menggunakan data primer dan bahan manipulative dengan penekanan pada ketrampilan berpikir kritis peserta didik
3. ketika penyusunan tugas-tugas materi pelajaran, guru memakai istilah-istilah kognitif seperti: klasifikansikanlah; analisilah; ramalkanlah; dan ciptakanlah
4. guru menyertakan respons peserta didik dalam rangka pengendalian pelajaran, mengubah strategi pembelajaran dan mengubah isi materi pelajaran
5. guru menggali pemahaman, pengetahuan atau pengalaman peserta didik tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum konsep-konsep baru tentang materi pelajaran yang akan dikaji
6. guru menyediakan kondisi pembelajaran di kelas yang konmdusif agar peserta didik dapar berdiskusi dengan baik dengan dirinya maupun dengan peserta didik yang lain untuk memecahkan permasalahan
7. guru mendorong sikap inkuiri peserta didik dengan menanyakan sesuatu yang menuntut berpikir kritis-sistematis, menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan mendorong peserta didik agar berdiskusi antar teman
8. guru mengolaborasi respon awal peserta didik atau guru sebagai mediator pemikiran-pemikiran peserta didik yang konstruktif
9. guru mengikutsertakan peserta didik dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong untuk mendiskusikan sesama teman dan memecahkannya
10. guru menyediakan waktu tunggu bagi peserta didik untuk memecahkan beberapa pertanyaan atau problem yang diajukan
11. guru menyediakan waktu untuk peserta didik dalam mengkontruksi hubungan-hubungan dan menciptakan analogi atau kiasan-kiasan; dan
12. guru memelihara sikap keingintahuan alamiah peserta didik melalui peningkatan frekuensi pemakaian model siklus belajar.
Dalam penerapan dua belas ciri pembelajaran konstruktivisme di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu: (a) guru berusaha mencari pandangan/pendapat peserta didik dan membuatnya sebagai titik tolak untuk memulai pelajaran. Guru tidak boleh otoriter dalam menentukan topik pelajaran; (b) guru mengarahkan kegiatan belajar untuk menantang apa yang menjadi keyakinan peserta didik; (c) guru dalam menyajikan pelajaran memunculkan problem yang baru dan relevan bagi peserta didik; (d) guru dalam merancang pembelajaran (RPP) mulai dari konsep dasar dan ide dasar, bukan bagian-bagian kecil yang terpisah satu sama lain; (e) guru memberikan penilaian hasil belajar peserta didik dalam konteks proses belajar, menggunakan pola penilaian internal (internal assessment); dan (f) guru harus tetap tanpa henti membangun kualitas akademiknya, membangun semangat menyelidik dan meneliti (sense of inquiry dan sense of research), serta guru selalu berkaca diri yang menyangkut self concept, self idea, dan self reality (Satori, dkk, 2007). Tanpa upaya diri untuk terus membangun kualitas akademik, kepribadian dan sosialnya, sulit seorang guru menjadi mediator yang baik dalam pembelajaran konstruktivisme. Poin keenam ini mejadi kunci keberhasilan pembelajaran konstruktivisme, sebab bagaimana mungkin pembelajaran konstruktivisme akan bisa berhasil apabila gurunya sendiri wawasan keilmuannya tidak berkualitas, tidak multidimensi dan tidak prospektif. C. Kontruktivisme dalam Pembelajaran Bahasa
Membaca merupakan suatu proses tempat peserta didik membangun pemahaman baru secara aktif dengan berinteraksi pada lingkungan dan memodifikasi pengertian-pengertian baru yang diterimanya sesuai dengan perspektifnya. Dalam belajar membaca yang menggunakan pendekatan konstruktivisme, peserta didik diberi kesempatan mengobservasi lingkungan, benda-benda, kegiatan-kegiatan, atau gambar yang berhubungan dengan bacaan, membaca bebas bahan yang disediakan (buku, majalah, surat kabar, komik dan bentuk lain dari bacaan anak-anak) serta memahaminya sesuai dengan perspektifnya sendiri (Cox dan Zarillo, 1993:7; Wilson, 1996:27). Di sini guru dapat membantu peserta didik memahami konsep yang sukar dengan menggunakan gambar dan melalui demonstrasi (Slavin, 1994:229).
Wilson (1996:26) menyatakan bahwa aktivitas model pembelajaran konstruktivisme adalah: (1) mengobservasi, (2) menyusun interpretasi, (3) kontekstualisasi, (4) masa belajar keahlian kognitif, yaitu melakukan observasi, interpretasi, dan kontekstualisasi dengan menggunakan permainan, guru memberikan contoh membaca, menonton permainan, atau memberikan penjelasan, (5) kolaborasi, (6) interpretasi ganda, yaitu interpretasi setelah berkolaborasi, dan (7) manifestasi ganda, yaitu memperoleh kemampuan berdasarkan interpretasi sebelumnya. Dalam kaitan itu Suparno (1997:49) menyatakan bahwa prinsip-prinsip konstruktivisme dalam belajar adalah: (1) pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri, baik secara personal maupun sosial, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke peserta didik, kecuali hanya dengan keaktifan peserta didik sendiri untuk menalar, (3) peserta didik aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, dan (4) guru membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi peserta didik berjalan mulus.
Pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman dengan pendekatan konstruktivisme perlu disesuaikan dengan fasilitas, pengetahuan, dan kemampuan serta sistem pendidikan yang berlaku. Hal itu terjadi karena pendekatan konstruktivisme menggunakan teori belajar konstruktivis dan prinsip pembelajarannya disesuaikan dengan situasi. Dalam hal ini, peserta didik akan dituntut aktif belajar, mengobservasi, menginterpretasi, berkolaborasi dan diusahakan mampu memahami sendiri wacana yang dibaca sesuai dengan skemata yang dimiliki dan perspektif yang dipakai untuk menginterpretasi bacaan tersebut.
Akar filosofis pendekatan pembelajaran konstruktivisme adalah berorientasi pada filsafat idealisme, sedangkan pendekatan pembelajaran behavioristik atau obyektivis berakar pada positivisme. Konstruktivismeme (contructivisme) merupakan orientasi filosofis pendekatan konstektual (Zahorik, 1999; Sagala,2006). Teori konstruktivismetik dikembangkan oleh piaget pada pertengahan abad ke 20 (Sanjaya, W., 2007). Menurut Piaget, bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi oleh anak sebagai subyek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk sementara setelah itu dilupakan. Mengkopnstrusi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk, dan akomodasi adalah proses perubahan skema. Secara lengkap teori konstruktivismetik penerapannya banyak dijumpai dalam strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir peserta didik atau menekankan pada keaktifan peserta didik (Sanjaya, W.,2007). Dalam prespektif historis, sebenarnya pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan pada student centered learning di kelas telah lama dikembangkan oleh John Dewey di Amerika. Ada beragam pendekatan yag sama-sama berorientasi peserta didik aktif, yaitu pendekatan discovery learning, pendekatan constectual teaching and lerning (CTL); dan pendekatan konstruktivisme (PK). Khusus tentang pendekatan kontrukstivis, adalah suatu jenis pendekatan pembelajaran yang lebih menekankan aspek keaktifan peserta didik dalam PBM. Pendekatan konstruktivisme ada sedikit kesamaan dengan pendekatan Discovery Learning (PDL), karena keduanya memandang peserta didik sebagai individu kreatif, inovator dan ilmuwan kecil, bedanya bila PDL memandang peserta didik berusaha untu menemukan pengetahuan yang sudah ada, sedangkan PK peserta didik berusaha untuk menemukan/membangun (construct) pengetahuan baru (Fachrurrazy, 2001). Konstruktivismeme berbeda dengan Behaviorisme dan Naturalisme, Behaviorisme menekankan keterampilan sebagai tujuan pengajaran, konstruktivismeme lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, sedangkan Naturalisme lebh menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkah-langkah perkembangan kedewasaan. Konstruktivismeme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif peserta didik (Suparno, 1997). Dalam teori Naturalisme, bila seseorang mengikuti tahap atau langkah-langkah perkembangan yang ada, dengan sendirinya ia akan menemukan pengetahuan yang makin lengkap. Sedangkan menurut Konstruktivismeme adalah, apabila seseorang tidak mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri secara aktif, meskipun ia berumur tua pengetauannya tetap tidak akan bisa berkembang (Solichan A, 2003). Proses pembelajaran yang berorientasi pada aliran behavioristik (yaitu teori yang mengagungkan pada pembentukan perilaku peserta didik penuih keteraturan, ketertiban, ketaatan dan kepastian) dianggap untuk era sekarang sudah tidak realistis (Degeng, 2000). Pendekatan pembelajaran yang relevan dengan kondisi tuntutan kehidupan era sekarang adalah pendekatan konstruktivisme. Menurut para ahli, bahwa PK dianggap relevan untuk menyiapkan dan membangun peserta didik memiliki kemampuan: (a) mengaitkan pengalaman, pengetahuan dan keyakina yang telah ada pada diri anak untuk menafsirkan obyek dan peristiwa baru; (Jonassen, 1991); (b) meningkatkan daya inkuiri dan inovasi peserta didik untuk menemukan pengetahuan baru; (c) menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena setiap peserta didik diberi kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran dan pengembangan ilmu (sebagai ilmuwan kecil); (d) membangun sikap mental kooperatif sesama peserta didik, karena pendekatan ini lebih banyak menuntut kerja kelompok; (e) membangun sikap mental peserta didik untuk tolerir, tidak eksklusif terhadap sudut pandang yang berbeda; dan (f) membangun sikap mental tanggap terhada persoalan baru, mudah memecahkan problem kekinian, karea proses pembelajarna lebih memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas dari kondisi time and space (Fachrurrazy, 2001).
B. Penerapan Pendekatan Konstuktivis dalam PBM KTSP
Ada beberapa alternatif pilihan atau langkah strategis yang dapat dilakukanoleh setiap guru untuk menerapkan pendekatan konstruktivisme (PK) dalam PBM KTSP, antara lain: sebelum menerapkan PK dalam PBM setiap guru harus memahami betul ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan PK. Menurut Car dkk, dalam Fachrurrazy (2001) ciri-ciri pembelajaran dengan PK adalah:
1. Peserta didik lebih aktif dalam proses belajar karena fokus belajar mereka pada proses integrasi pengetahuan yang baru dengan pengalaman, pengetahuan mereka yang telah ada dalam pikirannya;
2. setiap pandangan yang berbeda akan dihargai dan diperlukan. Peserta didik didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan jawaban dalam mensintesiskan secara terintegrasi;
3. proses pembelajaran harus mendorong adanya kerjasama, tapi bukan untuk bersaing secara negatif. Proses belajar melalui kerjasama memungkinkan peserta didik untuk mengingat pelajaran lebih lama
4. kontrol kecepatan dan fokus pelajaran ada pada peserta didik. Cara ini akan lebih memberdayakan peserta didik lebih dinamik inovatif, dan
5. pendekatan konstruktivisme memberikan pengakuan belajar yang tidak terlepas dari konteks dunia nyata peserta didik.
Agar mampu mewujudkan kelima ciri tersebut, maka setiap guru harus terus membangun kualitas pemahaman disiplin ilmu yang diampu baik secara tekstual maupun kontekstual, karena posisi guru dalam PK adalah mediator selama PBM. Melihat realitas empirik, nampak masih begitu banyak guru –guru yang belum secara maksimal melakukan pengembangan kompetensi profesionalnya. Olehnya itu dalam era KTSP sekarang ini setiap guru harus punya komitmen yang kokoh untuk terus meningkatkan kualitas kompetensi prosefi atau akademiknya (insan pengembang Iptek). Setelah guru memahami ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme, kemudian guru menerapkannya dalam proses pembelajaran di kelas, dengan memperhatikan karakteristik materi pembelajaran yang cocok untuk pendekatan pembelajaran konstruktivisme. Menurut Brook & Brook (1999), bahwa ciri sikap dan perilaku guru yang menerapkan pendekatan konstruktivisme dalam PBM adalah:
1. guru menganjurkan dan menerima otonomi dan inisiatif peserta didik dalam memahami, menginterpretasi materi pelajaran
2. guru menggunakan data primer dan bahan manipulative dengan penekanan pada ketrampilan berpikir kritis peserta didik
3. ketika penyusunan tugas-tugas materi pelajaran, guru memakai istilah-istilah kognitif seperti: klasifikansikanlah; analisilah; ramalkanlah; dan ciptakanlah
4. guru menyertakan respons peserta didik dalam rangka pengendalian pelajaran, mengubah strategi pembelajaran dan mengubah isi materi pelajaran
5. guru menggali pemahaman, pengetahuan atau pengalaman peserta didik tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum konsep-konsep baru tentang materi pelajaran yang akan dikaji
6. guru menyediakan kondisi pembelajaran di kelas yang konmdusif agar peserta didik dapar berdiskusi dengan baik dengan dirinya maupun dengan peserta didik yang lain untuk memecahkan permasalahan
7. guru mendorong sikap inkuiri peserta didik dengan menanyakan sesuatu yang menuntut berpikir kritis-sistematis, menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan mendorong peserta didik agar berdiskusi antar teman
8. guru mengolaborasi respon awal peserta didik atau guru sebagai mediator pemikiran-pemikiran peserta didik yang konstruktif
9. guru mengikutsertakan peserta didik dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong untuk mendiskusikan sesama teman dan memecahkannya
10. guru menyediakan waktu tunggu bagi peserta didik untuk memecahkan beberapa pertanyaan atau problem yang diajukan
11. guru menyediakan waktu untuk peserta didik dalam mengkontruksi hubungan-hubungan dan menciptakan analogi atau kiasan-kiasan; dan
12. guru memelihara sikap keingintahuan alamiah peserta didik melalui peningkatan frekuensi pemakaian model siklus belajar.
Dalam penerapan dua belas ciri pembelajaran konstruktivisme di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu: (a) guru berusaha mencari pandangan/pendapat peserta didik dan membuatnya sebagai titik tolak untuk memulai pelajaran. Guru tidak boleh otoriter dalam menentukan topik pelajaran; (b) guru mengarahkan kegiatan belajar untuk menantang apa yang menjadi keyakinan peserta didik; (c) guru dalam menyajikan pelajaran memunculkan problem yang baru dan relevan bagi peserta didik; (d) guru dalam merancang pembelajaran (RPP) mulai dari konsep dasar dan ide dasar, bukan bagian-bagian kecil yang terpisah satu sama lain; (e) guru memberikan penilaian hasil belajar peserta didik dalam konteks proses belajar, menggunakan pola penilaian internal (internal assessment); dan (f) guru harus tetap tanpa henti membangun kualitas akademiknya, membangun semangat menyelidik dan meneliti (sense of inquiry dan sense of research), serta guru selalu berkaca diri yang menyangkut self concept, self idea, dan self reality (Satori, dkk, 2007). Tanpa upaya diri untuk terus membangun kualitas akademik, kepribadian dan sosialnya, sulit seorang guru menjadi mediator yang baik dalam pembelajaran konstruktivisme. Poin keenam ini mejadi kunci keberhasilan pembelajaran konstruktivisme, sebab bagaimana mungkin pembelajaran konstruktivisme akan bisa berhasil apabila gurunya sendiri wawasan keilmuannya tidak berkualitas, tidak multidimensi dan tidak prospektif. C. Kontruktivisme dalam Pembelajaran Bahasa
Membaca merupakan suatu proses tempat peserta didik membangun pemahaman baru secara aktif dengan berinteraksi pada lingkungan dan memodifikasi pengertian-pengertian baru yang diterimanya sesuai dengan perspektifnya. Dalam belajar membaca yang menggunakan pendekatan konstruktivisme, peserta didik diberi kesempatan mengobservasi lingkungan, benda-benda, kegiatan-kegiatan, atau gambar yang berhubungan dengan bacaan, membaca bebas bahan yang disediakan (buku, majalah, surat kabar, komik dan bentuk lain dari bacaan anak-anak) serta memahaminya sesuai dengan perspektifnya sendiri (Cox dan Zarillo, 1993:7; Wilson, 1996:27). Di sini guru dapat membantu peserta didik memahami konsep yang sukar dengan menggunakan gambar dan melalui demonstrasi (Slavin, 1994:229).
Wilson (1996:26) menyatakan bahwa aktivitas model pembelajaran konstruktivisme adalah: (1) mengobservasi, (2) menyusun interpretasi, (3) kontekstualisasi, (4) masa belajar keahlian kognitif, yaitu melakukan observasi, interpretasi, dan kontekstualisasi dengan menggunakan permainan, guru memberikan contoh membaca, menonton permainan, atau memberikan penjelasan, (5) kolaborasi, (6) interpretasi ganda, yaitu interpretasi setelah berkolaborasi, dan (7) manifestasi ganda, yaitu memperoleh kemampuan berdasarkan interpretasi sebelumnya. Dalam kaitan itu Suparno (1997:49) menyatakan bahwa prinsip-prinsip konstruktivisme dalam belajar adalah: (1) pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri, baik secara personal maupun sosial, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke peserta didik, kecuali hanya dengan keaktifan peserta didik sendiri untuk menalar, (3) peserta didik aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, dan (4) guru membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi peserta didik berjalan mulus.
Pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman dengan pendekatan konstruktivisme perlu disesuaikan dengan fasilitas, pengetahuan, dan kemampuan serta sistem pendidikan yang berlaku. Hal itu terjadi karena pendekatan konstruktivisme menggunakan teori belajar konstruktivis dan prinsip pembelajarannya disesuaikan dengan situasi. Dalam hal ini, peserta didik akan dituntut aktif belajar, mengobservasi, menginterpretasi, berkolaborasi dan diusahakan mampu memahami sendiri wacana yang dibaca sesuai dengan skemata yang dimiliki dan perspektif yang dipakai untuk menginterpretasi bacaan tersebut.
MACAM - MACAM PENDEKATAN BELAJAR
1. PENDEKATAN KONSTEKTUAL
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya
Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
http://maistrofisika.blogspot.com
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu :
1.Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan
Doantara Yasa (dalam web http://ipotes.wordpress.com )
2. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan.
Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan dan pengembangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar yang dapat diperlukan dalam pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat.
Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembibimbing dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Olek karena itu , guru lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide baru yang sesuai dengan materi yang disajikan unutk meningkatkankemampuansiswasecarapribadi.
Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan pengalaman langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
http://emanbateportofolio.blogspot.com
Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).
Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya
Konstruktivisme social
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual.
Deceng (dalam web http://deceng.wordpress.com)
3. PENDEKATAN DEDUKTIF
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum kesesuatuyangkhusus.
Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus.
4. PENDEKATAN INDUKTIF
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.
http://zalva-kapeta.blog.spot.com
Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum
PerbedaanPendekatanDeduktifdanInduktif
Teori normatif (normative theory) menggunakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagai contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntansi (accounting reports) seharusnya didasarkan kepada pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net realizable value measurements of assets) merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi.
5. PENDEKATAN KONSEP
Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.
http://www.sribd.com
Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.
6. PENDEKATAN PROSES
pendekatan proses merupakan pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses.
Pendekatan proses adalah pendekatan yang berorientasi pada proses bukan hasil. Pada pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses. Pendekatan ini penting untuk melatih daya pikir atau mengembangkan kemampuan berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam pendekatan proses peserta didik juga harus dapat mengilustrasikan atau memodelkan dan bahkan melakukan percobaan. Evaluasi pembelajaran yang dinilai adalah proses yang mencakup kebenaran cara kerja, ketelitian, keakuratan, keuletan dalam bekerrja dan sebagainya.
au sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya
Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
http://maistrofisika.blogspot.com
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu :
1.Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan
Doantara Yasa (dalam web http://ipotes.wordpress.com )
2. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan.
Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan dan pengembangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar yang dapat diperlukan dalam pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat.
Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembibimbing dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Olek karena itu , guru lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide baru yang sesuai dengan materi yang disajikan unutk meningkatkankemampuansiswasecarapribadi.
Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan pengalaman langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
http://emanbateportofolio.blogspot.com
Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).
Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya
Konstruktivisme social
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual.
Deceng (dalam web http://deceng.wordpress.com)
3. PENDEKATAN DEDUKTIF
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum kesesuatuyangkhusus.
Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus.
4. PENDEKATAN INDUKTIF
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.
http://zalva-kapeta.blog.spot.com
Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju keadaan umum
PerbedaanPendekatanDeduktifdanInduktif
Teori normatif (normative theory) menggunakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagai contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntansi (accounting reports) seharusnya didasarkan kepada pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net realizable value measurements of assets) merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi.
5. PENDEKATAN KONSEP
Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.
http://www.sribd.com
Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.
6. PENDEKATAN PROSES
pendekatan proses merupakan pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses.
Pendekatan proses adalah pendekatan yang berorientasi pada proses bukan hasil. Pada pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses. Pendekatan ini penting untuk melatih daya pikir atau mengembangkan kemampuan berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam pendekatan proses peserta didik juga harus dapat mengilustrasikan atau memodelkan dan bahkan melakukan percobaan. Evaluasi pembelajaran yang dinilai adalah proses yang mencakup kebenaran cara kerja, ketelitian, keakuratan, keuletan dalam bekerrja dan sebagainya.
au sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
_BEDA STRATEGI, MODEL, PENDEKATAN, METODE DAN TEKNIK PEMBELAJARAN
Banyak yang tidak paham dengan perbedaan anatara strategi, model,pendekatan, metode, dan teknik. Nah berikut ini ulasan singkat tentang perbedaan istilah tersebut.
Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikansecara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan adalah konsep dasar yang mewadahi,menginsipi rasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Metode pembelajaran adalah prosedur, urutan,langkah- langkah, dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode pembelajaran.
Dapat pula dikatakan bahwa metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.
Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.
Teknik adalah cara kongkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat berganti- ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran.
Bungkus dari penerapan pendekatan, metode, dan teknik pembelajarantersebut dinamakan model pembelajaran.
Sebagai ilustrasi, saat ini banyak remaja putri menggunakan model celana Jablai yangterinspirasi dari lagu dangdut dan film Jablai. Sebagai sebuah model, celana jablai berbeda dengan celana model lain meskipun dibuat berdasarkan pendekatan, metode, dan teknik yang sama. Perbedaan tersebut terletak pada sajian, bentuk, warna, dan disainnya. Kembali ke pembelajaran, guru dapat berkreasi dengan berbagai model pembelajaran yang khas secara menarik, menyenangkan, dan bermanfaat bagi siswa. Model guru tersebut dapat pula berbeda dengan model guru di sekolah lain meskipun dalam persepsi pendekatan dan metode yang sama.
Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, model, dan teknik secara spesifik. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan model pembelajaran.
Sumber:
www.klubguru. com
pengembangan metode permainan kartu pada pokok bahasan ekosistem di smp
Siswa SMP memiliki sikap tunduk kepada peraturan permainan dan lebih cenderung memberikan respon positif terhadap ajakan bermain. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode permainan kartu pikiran yang layak berdasarkan hasil belajar siswa, kebenaran isi dan bahasa kartu pikiran, kemenarikan metode pembelajaran, dan proses pembelajaran. Untuk mendukung kelayakan metode sehingga dideskripsikan pula hasil belajar siswa, respon siswa, dan aktivitas siswa. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan menggunakan model pengembangan 4-D (four D models yang terdiri dari define, design, develop, dan disseminate) dan diuji coba terbatas di kelas VII A SMP Muhammadiyah 6 Surabaya dengan menggunakan one-shot case study. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode angket, tes, dan observasi. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan rumus. Hasil pengembangan berupa metode permainan kartu pikiran yang layak digunakan dalam pembelajaran materi ekosistem di SMP dengan kategori baik sekali, pembelajaran menjadi menyenangkan, menggembirakan, lebih menarik dan kreatif, tidakmembosankan, dapat memotivasi belajar, menimbulkan semangat belajar, mempermudah memahami materi, dapat melatih kemampuan berkomunikasi, memberi kesempatan siswa untuk berpartisipasi aktif, membuat siswa ingin belajar dengan metode permainan kartu pikiran lagi pada pokok bahasan lain.
_Hipnoteaching
Menghadapi perkembangan iptek, kita selaku guru atau tenaga pengajar dituntut untuk mampu mengupdate perkembangan ilmu pendidikan, dengan mengembangkan berbagai jenis metode dalam pengajaran. Kemajuan metode-metode belajar ini membuat proses pembelajaran menjadi semakin efisien dan hasil yang diharapkan dapat tercapai. Metode-metode itu dapat berupa perubahan pada instrumental maupun pada environmental input. Pada instrumental input yaitu dengan merubah faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti kurikulum, media pengajaran, alat evaluasi hasil belajar, fasilitas/sarana dan prasarana, pendidik, dan sejenisnya. Sedangkan pada environmental input terdapat pada sosial budaya masyarakat, aspirasi pendidikan orang tua peserta didik, kondisi fisik sekolah, kafetaria sekolah, dan sejenisnya.
Dalam instrumental input, peran seorang pendidik dalam keberhasilan suatu proses pembelajaran sangatlah besar. Tiap-tap pendidik mempunyai cara yang berbeda-beda dalam memberikan pengajaran. Perbedaan cara pengajaran ini membuat perbedaan kondisi kelas dan tentu saja hasil yang berbeda.
Pembelajaran di Indonesia selama ini banyak menggunakan metode pembelajaran konvensional dalam proses mengajar. Yaitu metode pembelajaran dengan cara ceramah dimana peran pendidik aktif dan peserta didik cenderung pasif. Beberapa pakar mengatakan metode tersebut tidak layak dipakai lagi, sekarang sudah ada metode yang di anggap lebih bagus. Metode yang dimaksud yaitu metode pembelajaran hypnoteaching. Metode pembelajaran hypnoteaching adalah metode pembelajaran yang penyampaian materinya menggunakan bahasa-bahasa bawah sadar yang mampu memunculkan ketertarikan tersendiri pada setiap peserta didik.
Konvensional
Salah satu metode pembelajaran yang paling banyak dipakai adalah metode pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya: Djamarah (1996) metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara pendidik dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran dengan metode konvensional, ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, pembagian tugas, dan latihan. Freire (1999) memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber-“gaya bank” (banking concept of education). Penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh peserta didik, yang wajib diingat dan dihafal. Menurut Depdiknas dalam pembelejaran konvensional, cenderung pada belajar hafalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks, serta penilaian masih bersifat tradisional dengan paper dan pensil test yang hanya menuntut pada satu jawaban benar. Belajar hafalan mengacu pada penghafalan fakta, hubungan, prinsip, dan konsep. Di sini terlihat bahwa proses pembelajaran lebih banyak didominasi pendidik sebagai “pen-transfer” ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai “penerima” ilmu. Institute of Computer Technology (2006:10) menyebutnya dengan istilah “Pengajaran tradisional”. Dijelaskannya bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada pendidik adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia.
Pengajaran model ini dipandang efektif atau mempunyai keunggulan karena dapat berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain. Menyampaikan informasi dengan cepat. Membangkitkan minat akan informasi. Mengajari peserta didik yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar. Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan – kelemahannya adalah .Tidak semua peserta didik memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar peserta didik tetap tertarik dengan apa yang dipelajari. Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar peserta didik itu sama dan tidak bersifat pribadi. Kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities). Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh pendidik pada saat belajar kelompok sedang berlangsung. Para peserta didik tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas (hasil). Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal. Pendidik jarang mengajar peserta didik untuk menganalisa secara mendalam tentang suatu konsep. Peserta didik hampir tidak pernah dituntut untuk mencoba strategi dan cara (alternatif) sendiri dalam memecahkan masalah.
Secara umum ciri-ciri pembelajaran konvensional Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik menerima pengetahuan dari pendidik dan pengetahuan diasumsikan sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar, Belajar secara individual, Pembelajran sangan abstrak dan teoritis, Perilaku dibangun atas kebiasaan,Kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final, Pendidik adalah penetu jalannya proses pembelajaran, Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik, Interaksi di antara peserta didik kurang, Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan, Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh pendidik pada saat belajar kelompok sedang berlangsung, Pendidik sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Hypnoteaching
Metode pembelajaran lain yang lagi tren adalah metode belajar hypnoteaching. Hypnoteaching adalah metode pembelajaran yang menyajikan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa-bahasa bawah sadar karena alam bawah sadar lebih besar dominasinya terhadap cara kerja otak. Hipnoteaching merupakan metode yang mengoptimalkan potensi siswa serta motivasinya melalui pikiran alam bawah sadar. Hypnoteaching merupakan gabungan dari lima metode belajar mengajar seperti quantum learning, accelerate learning, power teaching, Neuro-Linguistic Programming (NLP) dan hypnosis.
Kelebihan dari pembelajaran hypnoteaching Proses belajar mengajar yang lebih dinamis dan ada interaksi yang baik antara pendidik dan peserta didik. Peserta didik dapat berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya. Proses pemberian keterampilan banyak diberikan disini. Proses pembelajarannya lebih beragam. Peserta didik dapat dengan mudah menguasai materi, karna termotivasi lebih untuk belajar. Pembelajaran bersifat aktif. Pemantauan terhadap peserta didik lebih intensif. Peserta didik lebih dapat berimajinasi dan berfikir kreatif. Peserta didik akan melakukan pembelajaran dengan senang hati. Daya serapnya lebih cepat dan lebih bertahan lama, karena peserta didik tidak menghafal. Perhatian peserta didik akan tersedot penuh terhadap materi
Kekurangan dari pembelajaran hypnoteaching. Metode ini belum banyak digunakan oleh para pendidik di Indonesia. Banyaknya peserta didik yang ada disebuah kelas, menyebabkan kurangnya waktu dari pendidik untuk memberi perhatian satu per satu peserta didiknya. Perlu pembelajaran agar pendidik bisa melakukan Hypnoteaching. Tidak semua pendidik menguasai metode ini. Kurangnya sarana dan prasarana yang ada disekolah
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan hypnoteaching adalah
Niat dan motivasi diri.Kesuksesan seseorang tergantung pada niat seseorang untuk bersusah payah dan kerja keras dalam mencapai kesuksesan tersebut. Niat yang besar akan memunculkan motivasi serta komitmen yang tinggi pada bidang yang di tekuni.
Pacing. Langkah kedua ini adalah langkah yang sangat penting. Pacing berarti menyamakan posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak dengan orang lain atau peserta didik.
Prinsip dasar di sini adalah “manusia cenderung, atau lebih suka berkumpul / berinteraksi dengan sejenisnya / memiliki banyak kesamaan”. Secara alami dan naluriah, setiap orang pasti akan merasa nyaman dan senang untuk berkumpul dengan orang lain yang memiliki kesamaan dengannya sehingga akan merasa nyaman berada di dalamnya. Dengan kenyamanan yang bersumber dari kesamaan gelombang otak ini, maka setiap pesan yang disampaikan dari orang satu pada orang-orang yang lain akan dapat diterima dan dipahami dengan sangat baik.
Leading.Leading berarti memimpin atau mengarahkan setelah proses pacing kita lakukan. Setelah melakukan pacing, maka peserta didik akan merasa nyaman dengan kita. Pada saat itulah hampir setiap apapun yang kita ucapkan atau tugaskan pada peserta didik, maka peserta didik akan melakukannya dengan suka rela dan bahagia. Sesulit apapun materinya, maka pikiran bawah sadar peserta didik akan menangkap materi pelajaran kita adalah hal yang mudah, maka sesulit apapun soal ujian yang diujikan, akan ikut menjadi mudah, dan peserta didik akan dapat meraih prestasi belajar yang gemilang.
Gunakan kata positif. Langkah berikutnya adalah langkah pendukung dalam melakukan pacing dan leading. Penggunaan kata positif ini sesuai dengan cara kerja pikiran bawah sadar yang tidak mau menerima kata negatif. Kata-kata yang diberikan oleh pendidik entah langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi kondisi psikis peserta didik. Kata-kata yang positif dari pendidik dapat membuat peserta didik merasa lebih percaya diri dalam menerima materi yang diberikan. Kata-kata tersebut dapat berupa ajakan dan himbauan. Jadi apabila ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh peserta didik, hendaknya menggunakan kata ganti yang positif untuk mengganti kata-kata negatif tadi. Sebagai contoh apabila akan menenangkan kelas yang ramai, biasanya kata perintah yang keluar adalah “jangan ramai”. Kata-kata “jangan ramai” ini dalam pengaplikasian hypnoteaching hendaknya diganti dengan “mohon tenang”, dan sebagainya.
Berikan pujian. Salah satu hal yang penting dalam pembelajaran adalah adanya ‘reward and punisment’. Pujian merupakan reward peningkatan harga diri seseorang. Pujian merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep diri seseorang. Maka berikanlah pujian dengan tulus pada peserta didik. Dengan pujian, seseorang akan terdorong untuk melakukan yang lebih dari sebelumnya.
Modeling. Modeling adalah proses memberi tauladan atau contoh melalui ucapan dan perilaku yang konsisten. Hal ini sangat perlu dan menjadi salah satu kunci hypnoteaching. Setelah peserta didik menjadi nyaman dengan kita. Maka perlu pula kepercayaan (trust) peserta didik pada kita dimantapkan dengan perilaku kita yang konsisten dengan ucapan dan ajaran kita. Sehingga kita selalu menjadi figur yang dipercaya.
Untuk mendukung serta memaksimalkan sebuah pembelajaran hypnoteaching, hendaknya pendidik dapat melakukan hal-hal dengan Kuasai materi secara komprehensif. Libatkan peserta didik secara aktif. Upayakan untuk melakukan interaksi informal dengan peserta didik. Beri peserta didik kewenangan dan tanggung jawab atas belajarnya. Meyakini bahwa cara manusia belajar adalah berbeda satu sama lain. Yakinkan peserta didik bahwa mereka mampu. Beri kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan sesuatu secara kolaboratif atau kooperatif. Upayakan materi yang disampaikan kontekstual. Berikan umpan balik secara langsung dan bersifat deskriptif. Menambah pengalaman dengan meningkatkan jam terbang
http://harunnihaya.blogspot.com/2011/06/hipnoteaching.html
Dalam instrumental input, peran seorang pendidik dalam keberhasilan suatu proses pembelajaran sangatlah besar. Tiap-tap pendidik mempunyai cara yang berbeda-beda dalam memberikan pengajaran. Perbedaan cara pengajaran ini membuat perbedaan kondisi kelas dan tentu saja hasil yang berbeda.
Pembelajaran di Indonesia selama ini banyak menggunakan metode pembelajaran konvensional dalam proses mengajar. Yaitu metode pembelajaran dengan cara ceramah dimana peran pendidik aktif dan peserta didik cenderung pasif. Beberapa pakar mengatakan metode tersebut tidak layak dipakai lagi, sekarang sudah ada metode yang di anggap lebih bagus. Metode yang dimaksud yaitu metode pembelajaran hypnoteaching. Metode pembelajaran hypnoteaching adalah metode pembelajaran yang penyampaian materinya menggunakan bahasa-bahasa bawah sadar yang mampu memunculkan ketertarikan tersendiri pada setiap peserta didik.
Konvensional
Salah satu metode pembelajaran yang paling banyak dipakai adalah metode pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya: Djamarah (1996) metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara pendidik dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran dengan metode konvensional, ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, pembagian tugas, dan latihan. Freire (1999) memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber-“gaya bank” (banking concept of education). Penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh peserta didik, yang wajib diingat dan dihafal. Menurut Depdiknas dalam pembelejaran konvensional, cenderung pada belajar hafalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks, serta penilaian masih bersifat tradisional dengan paper dan pensil test yang hanya menuntut pada satu jawaban benar. Belajar hafalan mengacu pada penghafalan fakta, hubungan, prinsip, dan konsep. Di sini terlihat bahwa proses pembelajaran lebih banyak didominasi pendidik sebagai “pen-transfer” ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai “penerima” ilmu. Institute of Computer Technology (2006:10) menyebutnya dengan istilah “Pengajaran tradisional”. Dijelaskannya bahwa pengajaran tradisional yang berpusat pada pendidik adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia.
Pengajaran model ini dipandang efektif atau mempunyai keunggulan karena dapat berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain. Menyampaikan informasi dengan cepat. Membangkitkan minat akan informasi. Mengajari peserta didik yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar. Namun demikian pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan – kelemahannya adalah .Tidak semua peserta didik memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar peserta didik tetap tertarik dengan apa yang dipelajari. Pendekatan tersebut cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis. Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa cara belajar peserta didik itu sama dan tidak bersifat pribadi. Kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities). Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh pendidik pada saat belajar kelompok sedang berlangsung. Para peserta didik tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas (hasil). Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal. Pendidik jarang mengajar peserta didik untuk menganalisa secara mendalam tentang suatu konsep. Peserta didik hampir tidak pernah dituntut untuk mencoba strategi dan cara (alternatif) sendiri dalam memecahkan masalah.
Secara umum ciri-ciri pembelajaran konvensional Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik menerima pengetahuan dari pendidik dan pengetahuan diasumsikan sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar, Belajar secara individual, Pembelajran sangan abstrak dan teoritis, Perilaku dibangun atas kebiasaan,Kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final, Pendidik adalah penetu jalannya proses pembelajaran, Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik, Interaksi di antara peserta didik kurang, Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan, Pemantauan melalui onservasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh pendidik pada saat belajar kelompok sedang berlangsung, Pendidik sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Hypnoteaching
Metode pembelajaran lain yang lagi tren adalah metode belajar hypnoteaching. Hypnoteaching adalah metode pembelajaran yang menyajikan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa-bahasa bawah sadar karena alam bawah sadar lebih besar dominasinya terhadap cara kerja otak. Hipnoteaching merupakan metode yang mengoptimalkan potensi siswa serta motivasinya melalui pikiran alam bawah sadar. Hypnoteaching merupakan gabungan dari lima metode belajar mengajar seperti quantum learning, accelerate learning, power teaching, Neuro-Linguistic Programming (NLP) dan hypnosis.
Kelebihan dari pembelajaran hypnoteaching Proses belajar mengajar yang lebih dinamis dan ada interaksi yang baik antara pendidik dan peserta didik. Peserta didik dapat berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya. Proses pemberian keterampilan banyak diberikan disini. Proses pembelajarannya lebih beragam. Peserta didik dapat dengan mudah menguasai materi, karna termotivasi lebih untuk belajar. Pembelajaran bersifat aktif. Pemantauan terhadap peserta didik lebih intensif. Peserta didik lebih dapat berimajinasi dan berfikir kreatif. Peserta didik akan melakukan pembelajaran dengan senang hati. Daya serapnya lebih cepat dan lebih bertahan lama, karena peserta didik tidak menghafal. Perhatian peserta didik akan tersedot penuh terhadap materi
Kekurangan dari pembelajaran hypnoteaching. Metode ini belum banyak digunakan oleh para pendidik di Indonesia. Banyaknya peserta didik yang ada disebuah kelas, menyebabkan kurangnya waktu dari pendidik untuk memberi perhatian satu per satu peserta didiknya. Perlu pembelajaran agar pendidik bisa melakukan Hypnoteaching. Tidak semua pendidik menguasai metode ini. Kurangnya sarana dan prasarana yang ada disekolah
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan hypnoteaching adalah
Niat dan motivasi diri.Kesuksesan seseorang tergantung pada niat seseorang untuk bersusah payah dan kerja keras dalam mencapai kesuksesan tersebut. Niat yang besar akan memunculkan motivasi serta komitmen yang tinggi pada bidang yang di tekuni.
Pacing. Langkah kedua ini adalah langkah yang sangat penting. Pacing berarti menyamakan posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang otak dengan orang lain atau peserta didik.
Prinsip dasar di sini adalah “manusia cenderung, atau lebih suka berkumpul / berinteraksi dengan sejenisnya / memiliki banyak kesamaan”. Secara alami dan naluriah, setiap orang pasti akan merasa nyaman dan senang untuk berkumpul dengan orang lain yang memiliki kesamaan dengannya sehingga akan merasa nyaman berada di dalamnya. Dengan kenyamanan yang bersumber dari kesamaan gelombang otak ini, maka setiap pesan yang disampaikan dari orang satu pada orang-orang yang lain akan dapat diterima dan dipahami dengan sangat baik.
Leading.Leading berarti memimpin atau mengarahkan setelah proses pacing kita lakukan. Setelah melakukan pacing, maka peserta didik akan merasa nyaman dengan kita. Pada saat itulah hampir setiap apapun yang kita ucapkan atau tugaskan pada peserta didik, maka peserta didik akan melakukannya dengan suka rela dan bahagia. Sesulit apapun materinya, maka pikiran bawah sadar peserta didik akan menangkap materi pelajaran kita adalah hal yang mudah, maka sesulit apapun soal ujian yang diujikan, akan ikut menjadi mudah, dan peserta didik akan dapat meraih prestasi belajar yang gemilang.
Gunakan kata positif. Langkah berikutnya adalah langkah pendukung dalam melakukan pacing dan leading. Penggunaan kata positif ini sesuai dengan cara kerja pikiran bawah sadar yang tidak mau menerima kata negatif. Kata-kata yang diberikan oleh pendidik entah langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi kondisi psikis peserta didik. Kata-kata yang positif dari pendidik dapat membuat peserta didik merasa lebih percaya diri dalam menerima materi yang diberikan. Kata-kata tersebut dapat berupa ajakan dan himbauan. Jadi apabila ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh peserta didik, hendaknya menggunakan kata ganti yang positif untuk mengganti kata-kata negatif tadi. Sebagai contoh apabila akan menenangkan kelas yang ramai, biasanya kata perintah yang keluar adalah “jangan ramai”. Kata-kata “jangan ramai” ini dalam pengaplikasian hypnoteaching hendaknya diganti dengan “mohon tenang”, dan sebagainya.
Berikan pujian. Salah satu hal yang penting dalam pembelajaran adalah adanya ‘reward and punisment’. Pujian merupakan reward peningkatan harga diri seseorang. Pujian merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep diri seseorang. Maka berikanlah pujian dengan tulus pada peserta didik. Dengan pujian, seseorang akan terdorong untuk melakukan yang lebih dari sebelumnya.
Modeling. Modeling adalah proses memberi tauladan atau contoh melalui ucapan dan perilaku yang konsisten. Hal ini sangat perlu dan menjadi salah satu kunci hypnoteaching. Setelah peserta didik menjadi nyaman dengan kita. Maka perlu pula kepercayaan (trust) peserta didik pada kita dimantapkan dengan perilaku kita yang konsisten dengan ucapan dan ajaran kita. Sehingga kita selalu menjadi figur yang dipercaya.
Untuk mendukung serta memaksimalkan sebuah pembelajaran hypnoteaching, hendaknya pendidik dapat melakukan hal-hal dengan Kuasai materi secara komprehensif. Libatkan peserta didik secara aktif. Upayakan untuk melakukan interaksi informal dengan peserta didik. Beri peserta didik kewenangan dan tanggung jawab atas belajarnya. Meyakini bahwa cara manusia belajar adalah berbeda satu sama lain. Yakinkan peserta didik bahwa mereka mampu. Beri kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan sesuatu secara kolaboratif atau kooperatif. Upayakan materi yang disampaikan kontekstual. Berikan umpan balik secara langsung dan bersifat deskriptif. Menambah pengalaman dengan meningkatkan jam terbang
http://harunnihaya.blogspot.com/2011/06/hipnoteaching.html
_
Posted by Bustamam Ismail on July 4, 2010
BELAJAR
Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena desain pesan pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.
Belajar itu menyenangkan. Tapi, siapa yang menjadi stakeholder dalam proses pembelajaran yang menyenangkan itu? Jawabannya adalah siswa. Siswa harus menjadi arsitek dalam proses belajar mereka sendiri. Kita semua setuju bahwa pembelajaran yang menyenangkan merupakan dambaan dari setiap peserta didik. Karena proses belajar yang menyenangkan bisa meningkatkan motivasi belajar yang tinggi bagi siswa guna menghasilkan produk belajar yang berkualitas. Untuk mencapai keberhasilan proses belajar, faktor motivasi merupakan kunci utama. Seorang guru harus mengetahui secara pasti mengapa seorang siswa memiliki berbagai macam motif dalam belajar. Ada empat katagori yang perlu diketahui oleh seorang guru yang baik terkait dengan motivasi “mengapa siswa belajar”, yaitu (1) motivasi intrinsik (siswa belajar karena tertarik dengan tugas-tugas yang diberikan), (2) motivasi instrumental (siswa belajar karena akan menerima konsekuensi: reward atau punishment), (3) motivasi sosial (siswa belajar karena ide dan gagasannya ingin dihargai), dan (4) motivasi prestasi (siswa belajar karena ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa dia mampu melakukan tugas yang diberikan oleh gurunya.
Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental profesional yang berorientasi pada global mindset. Fokus pembelajarannya adalah pada ‘mempelajari cara belajar’ (learning how to learn) dan bukan hanya semata pada mempelajari substansi mata pelajaran. Siswa sebagai stakeholder terlibat langsung dengan masalah, dan tertantang untuk belajar menyelesaikan berbagai masalah yang relevan dengan kehidupan mereka. Dengan skenario pembelajaran berbasis masalah ini siswa akan berusaha memberdayakan seluruh potensi akademik dan strategi yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalah secara individu/kelompok. Prinsip pembelajaran konstruktivisme yang berorientasi pada masalah dan tantangan akan menghasilkan sikap mental profesional, yang disebut researchmindedness dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan pembelajaran selalu menantang dan menyenangkan.
Makalah ini akan diuraikan tentang aplikasi desain pesan dalam model pembelajaran PAIKEM yang menekankan pada aspek pemerolehan kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap.
BAB II
KERANGKA PAIKEM, SETS DAN CTL
A. Konsep Model Pembelajaran PAIKEM
PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
PAIKEM merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya. Pertama, proses Interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan dsb). Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play). Ketiga, proses Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses Eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara).
Pelaksanaan Paikem harus memperhatikan bakat, minat dan modalitas belajar siswa, dan bukan semata potensi akademiknya. Dalam pendekatan pembelajaran Quantum (Quantum Learning) ada tiga macam modalitas siswa, yaitu modalitas visual, auditorial dan kinestetik. Dengan modalitas visual dimaksudkan bahwa kekuatan belajar siswa terletak pada indera ‘mata’ (membaca teks, grafik atau dengan melihat suatu peristiwa), kekuatan auditorial terletak pada indera ‘pendengaran’ (mendengar dan menyimak penjelasan atau cerita), dan kekuatan kinestetik terletak pada ‘perabaan’ (seperti menunjuk, menyentuh atau melakukan). Jadi, dengan memahami kecenderungan potensi modalitas siswa tersebut, maka seorang guru harus mampu merancang media, metoda/atau materi pembelajaran kontekstual yang relevan dengan kecenderungan potensi atau modalitas belajar siswa.
Secara garis besar, PAIKEM dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut. Suasana pembelajaran yang ditunjukkan dengan guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
b. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut belajar secara optimal.
c. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorga-nisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
e. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disaran-kan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) me-rupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat ber-peran sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Peng-gunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan ling-kungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pe-manfaatan lingkungan dapat mengembang-kan sejumlah keterampilan seperti meng-amati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
g. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
h. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling ber-hadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAIKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAIKEM.’
i. Pengelolaan Kelas PAIKEM
Seting kelas yang konstruktif didasarkan pada nilai-nilai konstruktif dalam proses belajar, termasuk kolaborasi, otonomi individu, refleksi, relevansi pribadi dan pluralisme. Seting kelas yang konstruktif akan memberikan kesempatan aktif belajar. Mengacu pada pendekatan holistik dalam pendidikan, seting kelas konstruktif merefleksikan asumsi bahwa proses pengetahuan dan pemahaman akuisisi adalah benar-benar melekat pada konteks sosial dan emosional saat belajar. Karakteristik seting kelas konstruktif untuk belajar adalah terkondisikannya belajar secara umum, instruksi, dan belajar bersama.
Lima metode kunci untuk merancang seting kelas yang konstruktif , yaitu:
1) melindungi pemelajar dari kerusakan praktik instruksional dengan mengembangkan otonomi dan kontrol pemelajar, mendorong pengaturan diri dan membuat instruksi secara pribadi yang relevan dengan pemelajar,
2) menciptakan konteks belajar yang mendorong pengembangan otonomi pribadi
3) mengkondisikan pemelajar dengan alasan-alasan belajar dalam aktivitas belajar
4) mendorong pengaturan diri dengan pengembangan keterampilan dan tingkah laku yang memungkinkan pemelajar meningkatkan tanggung jawab dalam belajarnya; dan
5) mendorong kesadaran belajar dan pengujian kesalahan (Hadi Mustofa, 1998).
Penataan dan atau pengelolaan kelas dalam PAIKEM perlu mempertimbangkan enam elemen Constructivist Learning Design (CDL) yang dikemukakan oleh Gagnon and Collay, yaitu situation, groupings, bridge, questions, exhibit, and reflections. Situation, terkait dengan hal-hal berikut; apa tujuan episode pembelajaran yang akan dicapai, apa yang diharapkan setelah siswa keluar ruangan kelas, bagaimana mengetahui bahwa siswa telah mencapai tujuan, tugas apa yang diberikan kepada siswa untuk mencapai tujuan, bagaimana deskripsi tugas tersebut (as a process of solving problems, answering question, creating metaphors, making decisions, drawing conclusions, or setting goals).
Grouping, dapat dilakukan berdasarkan karakteristik siswa atau didasarkan pada karakteristik materi. Bridge, terkait dengan; aktivitas apa yang dipilih untuk menjembatani atara pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan pengetahuan baru yang akan dibangun siswa.
Question, pertanyaan apa yang dapat membangkitkan tiap elemen desain (panduan pertanyan apa yang dapat mengintrodusir situasi, menata pengelompokan, dan membangun jembatan), pertanyaan klarifikasi apa yang digunakan untuk menengetahui cara berpikir dan aktivitas belajar siswa.
Exhibit, bagaimana siswa merekan dan memamerkan kreasi mereka melalui demonstrasi cara berpikir mereka dalam menyelesaikan dan atau memenuhi tugas.
Reflections, bagaimana siswa melakukan refleksi dalam menyelesaikan tugas mereka, apakah siswa ingat tentang (feeling, images, and language of their thought), apa sikap, proses, dan konsep yang akan dibawa siswa setelah keluar kelas.
B. Konsep Pendekatan SETS (Sains Environment Technology and Society)
Pendekatan sains-teknologi-masyarakat (SETS = science, environment, technology, society) merupakan salah satu model atau pendekatan untuk menyesuaikan diri terhadap perkembangan sains yang cepat dan menjawab perubahan paradigma di atas. Pendekatan SETS pada awalnya dikembangkan untuk pembelajaran sains, khususnya sains alam, walaupun dapat dikaji penggunaannya pada pembelajaran bidang-bidang lain.
Kerangka pembelajaran SETS yang menempatkan tanggung jawab sosial sebagai tujuan utama dalam pembelajaran sains, akhirnya menuntut perubahan tidak hanya pada metode pembelajaran di kelas, tetapi juga perubahan mendasar pada kurikulum. Beberapa negera telah berusaha menempatkan pembelajaran berbasis SETS dalam kurikulum sekolah menengah mereka, seperti Kanada(4) dan Australia, tetapi beberapa laporan menyebutkan bahwa tidaklah mudah untuk akhirnya benar-benar diterapkan di kelas, karena diperlukan pengenalan yang intensif kepada guru-guru sekolah menengah.
Walaupun para pendukung pembelajaran SETS selalu menekankan pentingnya perubahan standar atau kurikulum, pada artikel ini, tidak akan dibahas pendidikan berbasis salingtemas yang memerlukan penyesuaian standar isi. Pembelajaran salingtemas hanya akan dibahas dalam konteks metode atau model pembelajaran, untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan dalam kurikulum yang ada. Dengan demikian, semangat dalam penerapan pembelajaran berbasis SETS yang diangkat dalam artikel ini hanyalah untuk tujuan melek sains, atau tujuan peningkatan motivasi dan pemahaman peserta didik dalam pembelajaran sains, atau paling jauh bisa mewarnai penyusunan kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
1. Visi, Misi, dan Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan SETS
Visi, misi, dan tujuan pendekatan SETS sekurang-kurangnya dapat membuka wawasan peserta didik untuk memahami hakikat pendidikan sain, lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara utuh. Maksudnya ialah bahwa visi dan misi pendekatan SETS ditujukan untuk membantu peserta didik mengetahui sain dan bagaimana perkembangan sain dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara timbal balik.
Ada dua visi dan tujuan pendekatan SETS dalam pendidikan seperti dikutip oleh Pedersen dari tulisan NSTA, yaitu:
1) SETS melibatkan peserta didik dalam pengalaman dan isu-isu/masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan kehidupan mereka; dan
2) SETS memberdayakan peserta didik dengan berbagai keterampilan sehingga mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan lebih aktif merespons isu/masalah-masalah yang mempengaruhi kehidupan mereka (Pedersen, 1992:26). Program SETS telah menjadi suatu gerakan dalam pendidikan sain di negara-negara yang telah maju, bertujuan mengintegrasikan sain, lingkungan, dan teknologi dengan kehidupan masyarakat (Yager & Roy, 1993:7).
Sementara dalam Diwa Learning System (Gregorio, 1991:37) dinyatakan bahwa:
1) SETS merupakan suatu perubahan penekanan dalam pengajaran sains di sekolah, dan bukan evolusi dalam pengajaran sains;
2) tujuannya adalah humanisasi pengajaran sain dengan menempatkannya dalam konteks sosial dan teknologi, dan bukan memandang sains sebagai tujuan yang terlepas dari atau di luar pengalaman sehari-hari;
3) SETS merupakan suatu pendekatan pembelajaran untuk sains yang disesuaikan dengan kecakapan kelompok, dan bukan melemahkan atau menghambat perkembangan sains;
4) SETSmerupakan suatu program atau kurikulum sains, dan bukan sains itu sendiri; dan
5) SETS merupakan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner, dan bukan suatu disiplin atau ruang lingkup pelajaran.
Berhubungan dengan visi dan tujuan-tujuan Pendekatan SETS, Gregorio (1991:40) mengungkapkannya dengan suatu kalimat yang diletakkan di antara dua tanda kutip, yakni “Give a man a fish, and he will survive for a day, but teach him how to culture fish, and he will survive a lifetime”. Sedangkan Yager (1993:13) menyatakan bahwa salah satu tujuan pokok dari pendekatan SETS adalah mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan pemecahan isu-isu/masalah-masalah yang telah diidentifikasi. Demikian halnya Gregorio (1991:39) menyatakan bahwa dalam pembelajaran sains dengan Pendekatan SETS, peserta didik diikutsertakan dalam aktivitas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara Rosenthal (Lo, 1991:146) menyatakan bahwa isu-isu sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dalam pembelajaran sain yang didasarkan pada aspek-aspek sosial dari sain. Sejalan dengan pernyataan Heath (Heath, 1992:55) bahwa isu-isu atau masalah-masalah dalam masyarakat dapat menjadi suatu basis pembelajaran dengan pendekatan SETS sekaligus sebagai “perekat” yang membolehkan integrasi belajar dan mengajar lintas disiplin ilmu dalam upaya membantu peserta didik dan warga negara untuk menyadari dan memahami adanya interaksi antara sain, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Tujuan utama pendidikan dengan Pendekatan SETS adalah mempersiapkan peserta didik menjadi wagra negara dan warga masyarakat yang memiliki suatu kemampuan dan kedasaran untuk:
1) menyelidiki, menganalisis, memahami dan menerapkan konsep-konsep/prinsip-prinsip dan proses sain dan teknologi pada situasi nyata
2) melakukan perubahan
3) membuat keputusan-keputusan yang tepat dan mendasar tentang isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi yang memiliki komponen sain dan teknologi
4) merencanakan kegiatan-kegiatan baik secara individu maupun kelompok dalam rangka pengambilan tindakan dan pemecahan isu-isu atau masalah-masalah yang sedang dihadapi
5) bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan dan tindakannya
6) mempersiapkan peserta didik untuk menggunakan sain bagi pengembangan hidup dan mengikuti perkembangan dunia teknologi,
7) mengajar para peserta didik untuk mengambil tanggung jawab dengan isu-isu lingkungan, teknologi, atau masyarakat
8) mengidentifikasi pengetahuan fundamental sehingga peserta didik secara tuntas memperoleh kepandaian dengan isu-isu SETS
Dengan demikian, ada beberapa aspek yang perlu mendapat penekanan dan dipresentasikan secara proporsional dan terintegrasi dalam pembelajaran sains di sekolah dengan pendekatan SETS, yaitu:
1) kemampuan peserta didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada alam dan menemukan jawabannya;
2) kemampuan peserta didik mengidentifikasi isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi masyarakat dan berupaya memecahkannya;
3) penguasaan pengetahuan ilmiah (sains) dan
4) keterampilan (teknologi) dan berupaya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari;
5) mempertimbangkan nilai-nilai dan konteks sosial budaya masyarakat; dan
6) pengembangan sikap, nilai-nilai sosial budaya lokal, personal, dan global.
2. Ruang Lingkup Pembelajaran dengan Pendekatan SETS
Menurut Yager & McCormack (Yager, 1996b:3-4; 1992b:5-6), ada enam domain utama SETS untuk pengajaran dan penilaian, yaitu domain konsep, proses, kreativitas, sikap, aplikasi, dan keterkaitan. Keenam domain tersebut selanjutnya dinyatakan dalam Gambar 2.
3. Enam Domain SETS untuk Pengajaran dan Penilaian
Domain konsep meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, hukum (prinsip-prinsip), serta teori dan hipotesis yang digunakan oleh para saintis. Domain ini dapat juga disebut rana pengetahuan ilmiah/sain atau aspek minds-on/brains-on dalam belajar sain (Glynn & Duit, 1995; Butts & Hofman, 1993).
Domain proses meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan sbagaimana para saintis berpikir dan bekerja, misalnya melakukan observasi dan eksplanasi; pengklasifikasian dan pengorganisasian data; pengukuran dan pembuatan grafik; pemahaman dan berkomunikasi; penyimpulan dan prediksi; perumusan dan pengujian hipotesis; identifikasi dan pengontrolan variabel; penginterpretasian data/informasi; pembuatan instrumen dan alat-alat sederhana; serta pemodelan. Domain ini dapat dibedakan antara keterampilan proses dasar (observasi, pengukuran, klasifikasi, prediksi, komunikasi, dan inferensi) dan keterampilan proses terintegrasi (perumusan/pengujian hipotesis, interpretasi data/informasi, dan pemodelan), atau aspek hands-on belajar sain (Rossman, 1993; Butts & Hofman, 1993; Hausfather, 1992; Pedersen, 1992; Alvarez, 1991; Glasson, 1989).
Domain kreativitas meliputi: visualisasi-produksi gambaran mental; pengkombinasian objek dan ide atau gagasan dalam cara baru; memberikan eksplanasi terhadap objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai; mengajukan pertanyaan; menghasilkan alternatif atau menggunakan objek/ide yang luar biasa; menyelesaikan masalah dan hal-hal yang membingungkan atau menjadi teka-teki; merancang alat; menghasilkan ide-ide yang luar biasa; serta menguji alat baru untuk eksplanasi yang dibuat.
Domain sikap meliputi: pengembangan sikap positif terhadap guru-guru dan pelajaran sain di sekolah, kepercayaan diri, motivasi, kepekaan, daya tanggap, rasa kasih sayang sesama manusia, ekspresi perasaan pribadi, membuat keputusan tentang nilai-nilai pribadi, serta membuat keputusan-keputusan tentang isu-isu lingkungan dan sosial. Sejalan dengan pernyataan Alvarez (1991:80) bahwa sikap adalah prilaku yang diadaptasi dan diterapkan pada situasi khusus, dapat berupa minat/perhatian, apresiasi, suka, tidak suka, opini, nilai-nilai, dan ide-ide dari seseorang.
Dalam literatur sain dibedakan antara sikap terhadap sain dan sikap ilmiah (Shibeci, 1984; Aiken & Aiken, 1969; Gardner, 1975). Sikap terhadap sain dihubungkan dengan reaksi emosional terhadap perhatian/minat peserta didik, kebingungan dan kesenangan pada sain, perasaan, dan nilai-nilai dalam kelas. Sedangkan sikap ilmiah mencakup karakter sifat ilmiah yang lainnya, seperti kejujuran, keterbukaan, dan keingintahuan (Alvarez, 1991:80).
Domain aplikasi dan keterkaitan meliputi: melihat/menunjukkan contoh konsep-konsep ilmiah dalam kehidupan sehari-hari; menerapkan konsep-konsep sain dan keterampilan pada masalah-masalah teknologi sehari-hari; memahami prinsip-prinsip ilmiah dan teknologi pada alat-alat teknologi yang ada dalam rumah tangga; menggunakan proses ilmiah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari; memahami dan mengevaluasi laporan media massa tentang perkembangan ilmiah; membuat keputusan yang berhubungan dengan kesehatan pribadi, nutrisi, dan gaya hidup yang didasarkan pada pengetahuan ilmiah; dan mengintegrasikan sain dengan pelajaran lain.
4. Ragam Pendekatan SETS
Pendekatan SETS bisa amat beragam, mulai dari yang mengangkat topik atau isu sebagai payung pembelajaran lebih dari satu bidang, mulai dari Fisika, Kimia dan Ilmu Sosial, atau penggunaan isu lingkungan untuk pembahasan satu bab saja dalam Kimia, misalnya. Secara garis besar, berdasarkan cakupannya, kita bisa melakukan beragam pendekatan STM, antara lain:
1) Menempatkan pembelajaran bab tertentu bidang tertentu dalam konteks sains, teknologi dan masyarakat.
2) Pendekatan SETS untuk pembelajaran lintas bab pada satu mata pelajaran.
3) Pendekatan SETS untuk pembelajaran lintas mata pelajaran.
4) Pendekatan SETS dengan perluasan tujuan instruksional secara eksplisit di luar tuntutan standar kompetensi yang tertulis di kurikulum dari mata-mata pelajaran yang terlibat dalam pembelajaran STM tersebut, seperti kepekaan terhadap permasalahan lingkungan, atau pengenalan dampak sains dan teknologi pada pranata sosial, dll.
5) Pendekatan SETS yang disertai kerja nyata di masyarakat, seperti gerakan penyelamatan lingkungan, dll.
Pada pembelajaran bab tertentu dengan pendekatan SETS, guru memulai dengan suatu topik dari lingkungan peserta didik yang berkaitan dengan materi bab tersebut. Untuk pembelajaran lintas bab, tentunya perlu persiapan yang lebih matang pada pemilihan topik dan penelusuran target kompetensi dasar yang bisa diikutsertakan lewat pembelajaran di bawah payung topik itu.
Untuk pembelajaran lintas mata-pelajaran lewat pembelajaran berbasis SETS, diperlukan koordinasi guru beberapa bidang yang relevan. Pendekatan ini akan berguna sebagai wahana integrasi pengetahuan peserta didik. Pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran tidak lagi terkotak-kotak, melainkan saling bertautan dan terpadu, yang amat berguna bagi peserta didik dalam memahami realitas kehidupan.
Jika pembelajaran berbasis salingtemas diharapkan memunculkan kompetensi lain di luar kompetensi dasar yang tertulis dalam kurikulum saat ini, maka agar pencapaiannya optimal diperlukan penyesuaian standar nasional (khususnya standar isi) agar dapat mencakup semangat ini. Dalam hal ini, salingtemas tidak lagi sekedar metode pembelajaran, melainkan paradigma baru yang diharapkan menjiwai keseluruhan kurikulum. Sejauh pemahaman penulis, pada pengembangan pembelajaran salingtemas, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas membatasi diri pada pengembangan metode atau model pembelajaran inovatif yang dapat memberi nilai tambah pada kurikulum tingkat satuan pendidikan, dengan target kompetensi dasar seperti yang tertulis dalam standar isi yang berlaku saat ini. Artikel ini juga membatasi pembahasan dalam konteks tersebut.
C. Strategi Pembelajaran CTL
Contextual Teaching Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami :
1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman langsung sehingga siswa mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
2) CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara meteri yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata.
3) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehubungan dengan hal tersebut terdapat lima karakteristik penting dari CTL yaitu:
1) Activiting knowledge, dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang telah ada.
2) Acquiring know;edge, CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru.
3) Understanding knowledge, pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.
4) Applying knowlwdge, pengetahuan dan pengalaman yang yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5) Reflecting knowledge, melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Anak belajar IPA, ketika anak melakukan :
1) Observing (menggunakan semua indera, mengamati bagian-bagian
2) daun, menggunakan lensa pembesar untuk mengamati bagian-bagian daun)
3) Sorting and Grouping (membandingkan, mengelompokkan,
4) melihat pola persamaan/perbedaan, anak mengelompokkan benda-benda sekitar sekolah kedalam kelompok makhluk hidup dan tak hidup)
5) Raising questions (bertanya, manakah yang termasuk biji,daging buah?, manakah yang termasuk makhluk tak hidup?, mengapa daun berwarna hijau?)
6) Predicting (making hypotheses, membuat hipotesis, saya kira/ berpikir/berpendapat bahwa gula lebih cepat larut daripada garam, saya kira kelarutan zat dipengaruhi oleh pengadukan,…)
7) Testing (eksplorasi, investigasi, memberi perlakuan), contoh: siswa melarutkan gula kedalam air, melarutkan garam ke dalam air, memberi perlakuan pengadukan, suhu air dijaga tetap, …)
8) Recording (merekam, mengumpulkan data, mengumpulkan informasi, memasukkan data kedalam tabel, gambar, …)
9) Interpreting findings (membuat grafik pengamatan, menganalisis hasil)
10) Communicating (melaporkan, mendiskusikan temuan dengan guru, mendiskusikan dengan teman, melaporkan hasil, memajang hasil temuan
IMPLEMENTASI S PAIKEM, SETS DAN CTL
A. Implementasi Model Pembelajaran PAIKEM
1. Desain Pesan Pembelajaran PAIKEM
Kata desain menunjukkan adanya suatu proses dan suatu hasil. Sebagai suatu proses, desain pesan sengaja dilakukan mulai dari analisis masalah pembelajaran hingga pemecahan masalah yang disumuskan dalam bentuk produk. Produk yang dihasilkan dapat dalam bentuk prototipe, naskah atau stori board, dan sebagainya.
Mengenai desain pesan, desain pesan meliputi perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan atau informasi. Hal tersebut mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi, dan daya serap yang mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan atau informasi, agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima. Fleming dan Levie (dalam Seel&Richie,1994) membatasi pesan pada pola-pola isyarat atau simbol yang memodifikasi perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Desain pesan berurusan dengan tingkat paling mikro melalui unit-unit kecil seperti bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah.
Karakteristik lain dari desain pesan adalah bahwa desain pesan harus bersifat spesifik baik terhadap medianya maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung arti bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda tergantung apakah medianya bersifat statis, dinamis atau kombinasi dari keduanya, misalnya suatu potret, film, atau grafik komputer. Juga apakah tugas belajarnya berupa pembentukan konsep atau sikap, pengembangan ketrampilan atau strategi belajar, ataukah menghafalkan informasi verbal.
2. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran
Berdasarkan pada pembahasan tentang teori-teori belajar kognitif dan teori pemrosesan informasi serta teori komunikasi, dapat dikembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam kegiatan desain pesan pembelajaran. Ada lima prinsip utama desain pesan pembelajaran yaitu:
a . Prinsip kesiapan dan motivasi
Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam kegiatan pembelajaran siswa/peserta belajar memilki kesiapan seperti kesiapan mental, serta kesiapan fisik dan motivasi tinggi, maka hasil belajar akan lebih baik..
Kesiapan mental diartikan sebagai kesipan kemampuan awal, yaitu pengetahuan yang telah dimiliki siswa belajar yang dapat dijadikan pijakan untuk mempelajari materi baru. Oleh sebab itu, dalam menyusun desain pesan, guru harus lebih dahulu mengetahui kesiapan siswa melalui tes penjajagan atau tes prasayarat belajar yang diberikan pada siswa. Jika diketahui pengetahuan awal siswa belum mencukupi, maka dapat diadakan pembekalan/matrikulasi.
Sedangkan kesiapan fisik, berarti bahwa siswa dalam melakukan kegiatan belajar tidak mengalami kekurangan atau halangan, sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya untuk belajar musik siswa tidak boleh terganggu pendengarannya. Sedangkan motivasi adalah merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dorongan itu bisa berasal dari dalam atau luar. Semakin tinggi motivasi siswa untuk belajar, semakin tinggi pula proses dan hasil belajarnya. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru berupaya mendorong motivasi siswa dengan menunjukkan pentingnya mempelajari pesan pembelajaran yang sedang dipelajari.
b. Prinsip penggunaan alat pemusat perhatian
Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam proses belajar perhatian siswa/si belajar terpusat pada pesan yang dipelajari, maka proses dan hasil belajar akan semakin baik. Perhatian memegang peranan penting dalam kegiatan belajar. Semakin baik perhatian siswa, proses dan hasil belajar akan semakin baik pula.
Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengarahkan perhatian siswa antara lain:
1) Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman atau kehidupan siswa
2) Menggunakan alat pemusat perhatian seperti peta konsep, gambar, bagan, dan media-media pembelajaran visual lainnya.
3) Menghubungkan pesan pembelajaran yang sedang dipelajari dengan topik-topik yang sudah dipelajari.
4) Menggunakan musik penyeling
5) Mencipatakan suasana riang
6) Teknik penyajian yang bervariasi
7) Mengurangi bahan/matteri yang tidak relevan
c . Prinsip partisipasi aktif siswa
Meliputi aktifitas, kegiatan, atau proses mental, emosional maupun fisik. Contoh aktifitas mental misalnya mengidentifikasi, membandingkan, menganalisis, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk aktifitas emosional misalnya semangat, sikap, positif terhadap belajar, motivasi, keriangan, dan lain-lain. Contoh aktifitas fisik misalnya melakukan gerak badan seperti kaki, tangan untuk melakukan ketrampilan tertentu.
Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah:
1) Memberikan pertanyaan-pertanyaan ketika proses pembelajaran berlangsung
2) Mengerjakkan latihan pada setiap akhir suatu bahasan
3) Membuat percobaan dan memikirkan atas hipotesis yang diajukan
4) Membentuk kelompok belajar
5) Menerapkan pembelajaran kontekstual, kooperatif, dan kolaboratif
d. Prinsip Umpan Balik
Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai keberhasilan atau kekurangan dalam belajarnya. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam memberikan umpan balik diantaranya dengan memberikan soal atau pertanyaan kepada siswa, kemudian memberitahunya dengan benar. Memberikan tugas, kemudian memberitahukan tugas apakah tugas yang dikerjakan sudah benar. Kembalikan pekerjaan siswa yang telah dikoreksi, dinilai, atau diberi komentar/catatan oleh guru.
e. Prinsip Perulangan
Mengulang-ulang penyajian informasi atau pesan pembelajaran. Proses penguasaan materi pembelajaran atau ketrampilan tertentu memerlukan perulangan.. tidak adanya perulangan akan mengakibatkan informasi atau pesan pembelajaran tidak bertahan lama dalam ingatan, dan informasi tersebut mudah dilupakan.
Upaya mengulang informasi dapat dilakukan dengan cara yang sama dan dengan media yang sama. Misalnya media kaset diputar berulang-ulang, membaca buku dua atau tiga kali. Perulangan dapat juga dengan cara dan media yang berbeda pula. Misalnya setelah mendengar metode ceramah, siswa diminta untuk membaca buku dengan topik yang sama. Penggunaan epitome, advance organizer, rangkuman, atau kesimpulan.
3. Aplikasi Desain Pesan dalam Kegiatan Belajar Mengajar PAIKEM
Terjadinya belajar dilihat dari adanya perbedaan kecakapan seseorang antara sebelum dan sesudah mengalami dan berada dalam situasi belajar tertentu. PAIKEM memungkinkan pebelajar memperoleh kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap. Berikut akan dijelaskan masing-masing defini kemampuan tersebut,dan pengintregasian prinsip desain dengan pendekatan PAIKEM akan dijelaskan dalam matrik.
Ketrampilan Intelektual yang dimaksud ketrampilan intelektual adalah kemampuan untuk menggunakan lambang-lambang seperti bilangan, bahasa, dan lambang-lambang lainnya yang mewakili benda-benda nyata pada lingkungan individu. Ketrampilan intelektual dibagi menjadi empat kategori yaitu diskriminasi,konsep,aturan dan pemecahan masalah.
Diskriminasi adalah kemampuan untuk memberi respon yang berbeda terhadap stimuli yang berbeda satu dengan yang lain menurut satu dimensi fisik atau lebih. Konsep adalah kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengidentifikasi stimulus yang mempunyai karakteristik walaupun stimulinya berbeda secara menyolok. Aturan adalah subyek dapat merespon hubungan dan kesatuan obyek. Pemecahan masalah aturan-aturan yang lebih komplek untuk memecahkan masalah.
Strategi kognitif meliputi kemampuan yang dipergunakan untuk mengelola proses perhatian belajar, mengingat, dan berfikir. Kemampuan informasi verbal terkait dengan mempelajari fakta-fakta, mempelajari serangkaian informasi yang terorganisasikan. Ketrampilan sikap adalah keadaan internal yang komplek yang mempengaruhi pemilihan tingkah laku itu sendiri. Ketrampilan motorik adalah kemampuan yang dipelajari untuk melakukan kecakapan yang hasilnya dicerminkan oleh adanya kecakapan, ketepatan, dan kelancaran gerakan tubuh.
4. Penilaian Hasil Belajar.
Sebuah pertanyaan untuk direnungkan. Apakah sebuah ”Penilaian Mendorong Pembelajaran ?” atau apakah ”pembelajaran itu untuk mempersiapkan sebuah tes ? ” atau apakah ’Pembelajaran dan Tes’ tersebut dilakukan guna mendapatkan pengakuan tentang kompetensi yang diperlukan siswa atau sekolah? Dalam pelaksanaan konsep PAIKEM, penilaian dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa, baik itu keberhasilan dalam proses maupun keberhasilan dalam lulusan (output). Keberhasilan proses dimaksudkan bahwa siswa berpartisipasi aktif, kreatif dan senang selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan lulusan (output) adalah siswa mampu menguasai sejumlah kompetensi dan standar kompetensi dari setiap Mata Pelajaran, yang ditetapkan dalam sebuah kurikulum. Inilah yang disebut efektif dan menyenangkan. Jadi, penilaian harus dilakukan dan diakui secara komulatif. Penilaian harus mencakup paling sedikit tiga aspek : pengetahuan, sikap dan keterampilan. Ini tentu saja melibatkan Professional Judgment dengan memperhatikan sifat obyektivitas dan keadilan. Untuk ini, pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) merupakan pendekatan penilaian alternatif yang paling representatif untuk menentukan keberhasilan pembelajaran Model PAIKEM
Media dan bahan ajar. ”Media dan Bahan Ajar” selalu menjasi penyebab ketidakberhasilan sebuah proses pembelajaran di sekolah. Sebuah harapan yang selalu menjadi wacana di antara para pendidik/guru kita dalam melaksanakan tugas mengajar mereka di sekolah adalah tidak tersedianya ’media pembelajaran dan bahan ajar’ yang cukup memadai. Jawaban para guru ini cukup masuk akal. Seakan ada korelasi antara ketersediaan ’media bahan ajar’ di sekolah dengan keberhasilan pembelajarn siswa. Kita juga sepakat bahwa salah satu penyebab ketidakberhasilan proses pemblajarn siswa di sekolah adalah kurangnya media dan bahan ajar. Kita yakin bahwa pihak manajemen sekolah sudah menyadarinya. Tetapi, sebuah alasan klasik selalu kita dengar bahwa ”sekolah tidak punya dana untuk itu”!.
Dalam pembelajaran Model PAKEM, seorang guru mau tidak mau harus berperan aktif, proaktif dan kreatif untuk mencari dan merancang media/bahan ajar alternatif yang mudah, murah dan sederhana. Tetapi tetap memiliki relevansi dengan tema mata pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Penggunaan perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat ideal, tetapi tidak semua sekolah mampu mengaksesnya. Tanpa merendahkan sifat dan nilai multimedia elektronik, para guru dapat memilih dan merancang media pembelajaran alternatif dengan menggunakan berbagai sumber lainnya, seperti bahan baku yang murah dan mudah di dapat, seperti bahan baku kertas/plastik, tumbuh-tumbuhan, kayu dan sebagainya, guna memotivasi dan merangsang proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
Media simulasi untuk pembelajaran PAKEM tidak selalu harus dibeli jadi, tetapi dirancang bisa dirancang oleh seorang guru mata pelajaran sendiri. Guru dituntut lebih kreatifdan memiliki kesempatan untuk mengembangkan ide dan inofatifnya.. Jadi, model ’pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan’, atau yang kita sebut dengan PAKEM itu tidak selalu mahal. Unsur kreatifitas itu bukan terletak pada produk/media yang sudah jadi, tetapi lebih pada pola fikir dan strategi yang digunakan secara tepat oleh seorang guru itu sendiri dalam merancang dan mengajarkan materi pelajarannya.
Dalam merancang sebuah media pembelajaran, aspek yang paling penting untuk diperhatikanoleh seorang guru adalah karakteristik dan modalitas gaya belajar individu peserta didik, seperti dalam pendekatan ’Quantum Learning’ dan Learning Style Inventory’. Media yang dirancang harus memiliki daya tarik tersendiri guna merangsang proses pembelajaran yang menyenangkan. Sementara ini media pembelajaran yang relatif cukup representatif digunakan adalah media elektronik (Computer – Based Learning). Selanjutnya skenario penyajian ’bahan ajar’ harus dengan sistem modular dengan mengacu pada pendekatan Bloom Taksonomi. Ini dimaksudkan agar terjadi proses pembelajaran yang terstruktur, dinamis dan fleksibel, tanpa harus selalu terikat dengan ruang kelas, waktu dan/atau guru. Perlu dicatat bahwa tujuan akhir mempelajari sebuah mata pelajaran adalah agar para siswa memiliki kompetensi sebagaimana ditetapkan dalam Standar Kompetensi (baca Kurikulum Nasional). Untuk itu langkah/skenario penyajian pembelajarn dalam setiap topik/mata pelajaran harus dituliskan secara jelas dalam sebuah Modul. Dengan demikian diharapkan para siswa akan terlibat dalam proses pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dan bermakna (Meaningful Learning).
5. Jenis Penilaian Sesuai Dengan Pembelajaran Model PAIKEM
1). Penilaian yang sesuai dengan pembelajaran model Pakem adalah penilaian otentik yang merupakan proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
2.) Tujuan Penilaian otentik itu sendiri adalah untuk:
(a) Menilai Kemampuan Individual melalui tugas tertentu;
(b) Menentukan kebutuhan pembelajaran;
(c) Membantu dan mendorong siswa;
(d) Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik; (e) Menentukan strategi pembelajaran;
(f) Akuntabilitas lembaga; dan
(g) Meningkatkan kualitas pendidikan.
3). Bentuk penilaian tes dapat dilakukan secara lisan, tertulis, dan perbuatan. Sementara itu, bentuk penilaian non tes dilakukan dengan menggunakan skala sikap, cek lis, kuesioner, studi kasus, dan portofolio.
4.) Dalam pembelajaran, dengan pendekatan Pakem rangkaian penilaian ini seyogiayanya dilakukan oleh seorang guru. Hal ini disebabkan setiap jenis atau bentuk penilaian tersebut memiliki beberapa kelemahan selain keunggulan.
6. Tujuan Penilaian Pembelajaran Model PAIKEM
1). Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu
2). Menentukan kebutuhan pembelajaran
3). Membantu dan mendorong siswa
4). Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik
5). Menentukan strategi pembelajaran
6). Akuntabilitas lembaga
7). Meningkatkan kualitas pendidikan
B. Merancang Dan Malaksanakan Penilaian Pembelajaran Model PAIKEM
1. Merancang penilaian dilakukan bersamaan dengan merancang pembelajaran tersebut. Penilaian disesuaikan dengan pendekatan dan metode yang dilaksanakan dalam pembelajaran.
2. Dalam pembelajaran dengan pendekatan model Paikem, penilaian dirancang sebagaimana dengan penilaian otentik. Artinya, selama pembelajaran itu berlangsung, guru selain sebagai fasilitator juga melakukan penilaian dengan berbagai alat yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa.
C. Implementasi Pendekatan SETS dalam Pembelajaran
Pembelajaran dengan pendekatan SETS memililiki karakteristik sebagai berikut:
a. Relevansi
Pembelajaran berorientasi konteks dan menempatkan proses pembelajaran pada masalah otentik dan memperhatikan kebutuhan pembelajar.
b. Metodologi
Menggunakan metodologi pembelajaran yang “self-directed” dan “co-operative”.
c. Masalah
Masalah dalam konteks diarahkan agar peserta didik dapat berpikir terarah, interdisipliner dan global.
d. Konsep
Untuk menerapkan pendekatan SETS dalam pembelajaran yang harus dilakukan pertama kali adalah membuat peta “consequence” yang menggambarkan konteks, konsep serta strategi pembelajaran yang akan dilakukan. Peta “consequence” dapat dipandang sebagai peta konsep yang diperkaya dengan isu permasalahan di masyarakat, konteks materi pebelajaran dalam aspek teknologi dan lingkungan. Peta “consequence” tersebut kemudian dapat diturunkan dalam bentuk alur pembelajaran dengan penekanan membangun keterampilan untuk mengambil keputusan dengan justifikasi sosio-saintifik (Holbrook, 2006).
D. Panduan Pembelajaran Berbasis SETS
Selain menjanjikan kualitas pembelajaran yang lebih baik (dan berbagai penelitian pendidikan menunjukkan hal itu), pembelajaran berbasis SETS juga mengandung beberapa risiko. Panduan ini disusun untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran berbasis SETS, dan meminimalkan risiko yang mungkin terjadi.
Secara garis besar, tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran berbasis SETS adalah :
Pada tahap ini, guru mengangkat isu atau masalah yang ada dalam kehidupan peserta didik sehari-hari, atau yang hangat di media (koran, TV, dll.). Isu atau masalah yang diangkat bisa pula berasal dari peserta didik. Setelah pemilihan isu, dilakukan penggalian cara pandang dan pemahaman peserta didik terhadap isu atau masalah tersebut.
Untuk melangkah ke tahap berikut, guru bersama-sama peserta didik merumuskan masalah, atau menegaskan batas-batas topik isu tersebut untuk mengarahkan perhatian yang memusat pada isu yang jelas. Pembatasan ini akan memperjelas kompetensi sains apa yang diperlukan untuk memahami atau memecahkan masalah tersebut.
2.Penetapan Kompetensi Sains
Guru mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terkait dengan isu yang diangkat. Seperti dijelaskan pada ragam pendekatan SETS, kompetensi dasar yang relevan bisa berasal dari satu bab, atau lintas bab, atau bahkan lintas mata pelajaran. Dari kajian ini, dikumpulkan kompetensi dasar (sains dan non-sains) yang diperlukan untuk lebih memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi. Jika guru sebenarnya telah mempersiapkan topik yang akan diangkat sebelum tahap inisiasi, maka guru bisa mengetahui daftar target kompetensi sains sebelum pertemuan inisiasi di atas.
3. Dekontekstualisasi
Pada tahap ini, peserta didik perlu dipersiapkan untuk menghadapi tahap sesudahnya yaitu pembelajaran konsep dan prinsip sains[1], yang dalam kasus-kasus tertentu akan merupakan tahap yang memiliki learning curve yang tajam. Tahap penyiapan peserta didik ini disebut dekontekstualisasi, karena peserta didik perlu dipersiapkan agar fokus pada pembelajaran konsep dan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai, tanpa terganggu oleh konteks, isu, atau masalah yang diangkat.
Tahap ini bisa berupa peralihan yang tak kentara dan mulus dari tahap inisiasi pemilihan konteks ke tahap setelah dekontekstualisasi yaitu pembelajaran sains. Guru bisa menciptakan suasana kelas yang memungkinkan peralihan mulus ini. Tahap ini bisa pula berupa permintaan tegas kepada peserta didik, agar meninggalkan diskusi tentang isu/masalah, tapi mulai memusatkan perhatian pada pencapaian kompetensi sains (atau bidang lain) yang dibutuhkan untuk memahami atau menyelesaikan masalah.
Proses dekontekstualisasi yang gagal akan menyebabkan “keberhasilan-semu” pada pembelajaran berbasis STM. Peserta didik terlihat antusias terhadap kegiatan pembelajaran, tertarik pada isu atau masalah yang diangkat, aktif dalam pencarian solusi masalah (atau bergairah dalam diskusi untuk memahami masalah), tetapi tidak terjadi pembelajaran konsep dan prinsip sains, yang justru merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai. Landasan keilmuan yang digunakan untuk berusaha memahami isu atau memecahkan masalah hanya konsep dan prinsip yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya, dan tidak terjadi proses pembelajaran konsep dan prinsip baru yang diharapkan. Tanpa penguasaan prinsip dan konsep itu, pemecahan masalah yang dihasilkan tidak memiliki landasan yang kuat, atau bahkan keliru!
4. Pembelajaran Sains
Pada tahap ini terjadi pembelajaran konsep dan prinsip sains (atau pembelajaran bidang-bidang lain yang relevan, jika pembelajaran berbasis STM digunakan untuk lintas mata-pelajaran). Pada tahap ini, diperlukan sarana untuk memastikan bahwa peserta didik memahami dan diharapkan mampu menerapkan konsep dan prinsip yang mewakili kompetensi dasar dalam standar isi. Pengujian penguasaan peserta didik dapat pula dilakukan lewat pengamatan guru terhadap tahap sesudah ini (yaitu tahap menerapkan prinsip dan konsep untuk memecahkan atau memahami masalah, dengan landasan keilmuan yang lebih kuat).
Pada pembelajaran ini, guru dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan bahan yang disampaikan. Karena pembelajaran yang dilakukan telah diawali dengan konteks yang memayungi, yang dekat dengan kehidupan peserta didik, maka diharapkan kualitas pembelajaran bisa meningkat, dengan peserta didik yang lebih aktif, dll.
Seperti dijelaskan sebelumnya, keberhasilan tahap ini selain ditentukan oleh metode pembelajaran yang dipilih dan proses pembelajaran yang terjadi, juga sangat bergantung pada keberhasilan tahap dekontekstualisasi sebelumnya, yang mempersiapkan suasana yang baik untuk tahap ini. Untuk sebagian peserta didik, proses dekontekstualisasi yang baik dan pembelajaran konsep/prinsip yang berhasil dapat secara tajam mengubah persepsi peserta didik terhadap permasalahan yang dihadapi.
5. Penerapan
Pada tahap ini, guru dan peserta didik secara bersama menerapkan konsep dan prinsip sains pada isu atau masalah yang diangkat. Guru perlu menahan diri untuk tidak terlalu cepat membantu peserta didik menerapkan apa yang baru dipelajarinya pada isu tersebut. Guru sejauh mungkin hanya memfasilitasi usaha peserta didik untuk memahami atau memecahkan masalah yang dihadapi bersama.
Pada tahap ini, seharusnya terjadi pemantapan konsep dan prinsip pada diri peserta didik. Proses menerapkan pengetahuan, konsep, dan prinsip pada hal yang nyata akan memberi makna lebih terhadap pengetahuan tersebut.
Pada bentuknya yang paling sederhana, tahap ini tidak menuntut terjadinya proses pemecahan masalah, melainkan hanya peningkatan pemahaman peserta didik pada isu yang diangkat. Guru dapat mengajukan permintaan sederhana kepada peserta didik untuk mencoba menjelaskan isu tersebut berdasarkan pengetahuan baru yang telah diperoleh pada pembelajaran yang dilakukan.
6. Integrasi
Tahap penerapan dilanjutkan dengan usaha membangun keterkaitan antar konsep dan prinsip sains yang diajarkan. Wawasan terapan yang diperoleh pada tahap sebelumnya akan memperkaya cara pandang terhadap keterkaitan antar konsep dan prinsip tersebut. Wawasan tersebut juga akan memberi gambaran keterkaitan yang jelas antara konsep/prinsip sains dengan spektrum terapannya dalam kehidupan.
Untuk memperkaya tahap ini, guru dapat mengajak peserta didik untuk berdiskusi tentang kemungkinan penerapan konsep/prinsip baru yang dipelajari pada konteks selain isu atau masalah yang diangkat pada pembelajaran berbasis STM ini. Pengayaan ini akan memberi kemampuan kepada peserta didik untuk menerapkan suatu prinsip pada situasi yang berbeda.
7. Perangkuman
Akhirnya, guru atau peserta didik dapat merangkumkan hasil pembelajaran berbasis STM yang telah dilakukan. Lewat tahap perangkuman ini, ditegaskan berbagai kompetensi dasar yang telah dimiliki peserta didik, dan wawasan terapan yang telah dimiliki. Tahap ini harus dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kepercayaan diri peserta didik dalam mempelajari sesuatu yang baru, dan dalam memecahkan atau memahami masalah yang relevan dengan kehidupannya.
8. Peralihan Menuju Pembelajaran SETS/Salingtemas
Karena pembelajaran berbasis SETS akan terus berkembang, maka akan terus hadir berbagai pendekatan yang berbeda untuk meningkatkan efisiensi dan ketercapaian pembelajaran berbasis SETS. Tahap-tahap yang dijelaskan di atas haruslah dipandang sebagai salah satu alternatif pendekatan dalam pembelajaran berbasis SETS. Pendekatan yang bisa digunakan bisa amat beragam, dari mulai penyederhanaan terhadap tahap-tahap di atas untuk awal peralihan menuju pembelajaran berbasis SETS hingga penambahan tahap pengayaan dengan mengundang pakar yang berkompeten dalam bidang yang relevan dengan isu/masalah yang diangkat. Untuk yang terakhir ini, pakar diundang untuk turut berdiskusi dengan peserta didik setelah peserta didik mendapat pembekalan pemahaman konsep dan prinsip dasar yang diperlukan. Yang diharapkan adalah terciptanya suasana diskusi yang saling mengisi: peserta didik mendapat tambahan kompetensi dari pakar yang diundang, sebaliknya pakar tersebut bisa saja memperoleh gagasan-gagasan segar dari peserta didik.
Untuk mulai beralih menuju pembelajaran berbasis SETS, guru perlu merasa bebas untuk bereksperimen. Tahap-tahap di atas bisa disederhanakan, disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi (peserta didik, prasarana, sumber belajar, dll.). Pada tingkatnya yang paling sederhana, guru harus mengenal ciri minimal berikut yang membedakannya dari pembelajaran tradisional. Pembelajaran tradisional mulai dengan pembelajaran konsep dan prinsip, diikuti dengan contoh-contoh terapan, sedangkan pembelajaran yang baru ini memulai dengan isu atau masalah yang dekat dengan kehidupan peserta didik, diikuti dengan pembelajaran konsep dan prinsip, untuk akhirnya kembali ke isu/masalah untuk difahami atau dipecahkan dengan menerapkan konsep atau prinsip yang dipelajari.
Pada keadaan dimana guru belum siap dengan pembelajaran berbasis SETS, guru bisa tetap mulai mengumpulkan gagasan isu atau masalah melalui peserta didik, yang dapat digunakan untuk pembelajaran SETS di kemudian hari. Tahap brainstorming ini bisa dengan pertanyaan sederhana kepada peserta didik tentang peristiwa atau isu apa saja yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini, di lingkungan terdekatnya atau dalam berita, dll. Untuk sedikit memperkaya isu/topik/masalah, bisa dilakukan diskusi kecil tentang beberapa isu tersebut. Guru bisa mencatat isu-isu yang kira-kira dapat digunakan untuk merancang pembelajaran berbasis SETS suatu saat nanti.
Akhirnya, tidak ada peralihan yang sempurna dari pembelajaran tradisional. Kita tidak mungkin menghadapi kondisi ideal dimana seluruh kompetensi dasar yang dituntut oleh kurikulum atau standar isi dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran berbasis SETS. Guru perlu mencatat kompetensi apa saja yang telah ditumbuhkan lewat pembelajaran SETS, dan melakukan pembelajaran non-SETS untuk mencapai kompetensi-kompetensi dasar yang belum disentuh.
9. Implikasi Model Pembelajaran dengan Pendekatan SETS
Implementasi model pembelajaran dengan menggunakan visi dan pendekatan SETS, menuntun peserta didik untuk mengaitkan konsep sain dengan unsur lain dalam SETS. Cara ini memungkinkan peserta didik memperoleh gambaran lebih jelas tentang keterkaitan konsep tersebut dengan unsur lain dalam SETS, baik dalam bentuk kelebihan ataupun kekurangannya.
Setiap peserta didik memiliki kemampuan dasar berbeda-beda, melalui penerapan konstruktivisme peserta didik dapat melakukan pembelajaran dari berbagai titik awal yang mereka kenal dekat dengan konsep sain yang akan dipelajari. Model pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS dengan sain sebagai titik awal yang disesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik diharapkan mendorong keingintahuan dan memperkuat inisiatif peserta didik untuk mengaitkan dengan unsur-unsur SETS lainnya. Tanggung jawab pendidik yang terutama adalah tidak hanya sadar akan prinsip umum mengenai pengalaman belajar sain sesuai dengan kondisi lingkungan keseharian peserta didik, tetapi juga mengaitkan dengan teknologi, lingkungan, masyarakat yang terus berkembang untuk memperoleh pengalaman yang membawa ke arah pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.
Implikasi terkait dengan penerapan model pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS adalah:
Silabus bermuatan SETS harus mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah ditetapkan . Silabus ini harus memberi arah yang jelas mulai kompetensi yang dikembangkan ke dalam beberapa indikator serta kegiatan pembelajaran yang harus dialami siswa, serta bahan ajar dan cara penilaiannya.
Silabus bermuatan SETS dikembangkan oleh guru, sesuai dengan kebutuhan dan potensi siswanya. Silabus ini pada dasarnya mengandung butir-butir penting yang perlu diimplementsikan secara utuh dalam proses pembelajaran.
Langkah-langkah penyusunan silabus bermuatan SETS adalah sebagai berikut :
Kompetensi Dasar yang dijabarkan menjadi indikator menunjukkan tanda-tanda yang bermuatan bermuatan SETS, yang ditampilkan oleh peserta didik dalam pembelajaran. Indikator juga sebagai penanda pencapai kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap pengetahuan dan keterampilan. Satu Kompetensi Dasar dapat dijabarkan menjadi dua, tiga, atau empat/lebih indikator secara sistimatis.
Contoh SK dan KD yang dapat dikaitkan dengan SETS adalah sebagai berikut :
SK : 5.1 Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari- hari
KD : 5.2. Mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
12.. Pengembangan materi pembelajaran
Materi dikembangkan berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dasar dan bermuatan SETS. Dengan memperhatikan potensi peserta didik dan kebermanfaatannya serta alokasiwaktu yang tersedia.
13.. Penetapan kegiatan pembelajaran
Dirancang dari indikator untuk memberikan pengalaman bermuatan SETS. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat menggunakan pendekatan yang bervariasi. Pembelajaran berpusat kepada peserta didik.
BAB IV
PENUTUP
Dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan strategi pembelajaran yang sangat baik dan cocok untuk situasi dan kondisi siswa. Strategi yang sangat cocok dan menarik peserta didik dalam pembelajaran sekarang ini dikenal dengan nama PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan)
PAIKEM adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengejakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektifSeperti telah disebutkan di muka, pendekatan STM pada awalnya dikembangkan untuk pembelajaran sains, khususnya sains alam, tetapi dapat dikaji penggunaannya pada pembelajaran bidang-bidang lain. Pertanyaan dasar yang dapat digunakan adalah bagaimana proses pembelajaran dirancang agar sejauh mungkin diselaraskan dengan pengalaman pribadi peserta didik dan kecenderungan peserta didik dalam memahami lingkungan sekitarnya. Pendekatan ini bisa diujicobakan pada pembelajaran bidang-bidang lain, tidak hanya sains atau ilmu sosial. Sebagai contoh, dari sudut pandang peserta didik, bahasa tumbuh dari lingkungan sosial yang dijalaninya. Dengan demikian pembelajaran bahasa perlu diawali dari lingkungan sosial peserta didik, dengan mengangkat isu hangat di lingkungannya sebagai konteks pembelajaran, ataupun dengan memilih budaya atau cara berbahasa yang tumbuh di lingkungan sosial peserta didik sebagai titik awal proses pembelajaran
http://hbis.wordpress.com/2010/07/04/pengembangan-model-pembelajaran-paikem-dengan-pendekatan-sets/
BELAJAR
- Latar Belakang
Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena desain pesan pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.
Belajar itu menyenangkan. Tapi, siapa yang menjadi stakeholder dalam proses pembelajaran yang menyenangkan itu? Jawabannya adalah siswa. Siswa harus menjadi arsitek dalam proses belajar mereka sendiri. Kita semua setuju bahwa pembelajaran yang menyenangkan merupakan dambaan dari setiap peserta didik. Karena proses belajar yang menyenangkan bisa meningkatkan motivasi belajar yang tinggi bagi siswa guna menghasilkan produk belajar yang berkualitas. Untuk mencapai keberhasilan proses belajar, faktor motivasi merupakan kunci utama. Seorang guru harus mengetahui secara pasti mengapa seorang siswa memiliki berbagai macam motif dalam belajar. Ada empat katagori yang perlu diketahui oleh seorang guru yang baik terkait dengan motivasi “mengapa siswa belajar”, yaitu (1) motivasi intrinsik (siswa belajar karena tertarik dengan tugas-tugas yang diberikan), (2) motivasi instrumental (siswa belajar karena akan menerima konsekuensi: reward atau punishment), (3) motivasi sosial (siswa belajar karena ide dan gagasannya ingin dihargai), dan (4) motivasi prestasi (siswa belajar karena ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa dia mampu melakukan tugas yang diberikan oleh gurunya.
Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk merubah perilaku siswa, tetapi membentuk karakter dan sikap mental profesional yang berorientasi pada global mindset. Fokus pembelajarannya adalah pada ‘mempelajari cara belajar’ (learning how to learn) dan bukan hanya semata pada mempelajari substansi mata pelajaran. Siswa sebagai stakeholder terlibat langsung dengan masalah, dan tertantang untuk belajar menyelesaikan berbagai masalah yang relevan dengan kehidupan mereka. Dengan skenario pembelajaran berbasis masalah ini siswa akan berusaha memberdayakan seluruh potensi akademik dan strategi yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalah secara individu/kelompok. Prinsip pembelajaran konstruktivisme yang berorientasi pada masalah dan tantangan akan menghasilkan sikap mental profesional, yang disebut researchmindedness dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan pembelajaran selalu menantang dan menyenangkan.
Makalah ini akan diuraikan tentang aplikasi desain pesan dalam model pembelajaran PAIKEM yang menekankan pada aspek pemerolehan kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap.
BAB II
KERANGKA PAIKEM, SETS DAN CTL
A. Konsep Model Pembelajaran PAIKEM
PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
PAIKEM merupakan sebuah model pembelajaran kontekstual yang melibatkan paling sedikit empat prinsip utama dalam proses pembelajarannya. Pertama, proses Interaksi (siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, lingkungan dsb). Kedua, proses Komunikasi (siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play). Ketiga, proses Refleksi, (siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan). Keempat, proses Eksplorasi (siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan/atau wawancara).
Pelaksanaan Paikem harus memperhatikan bakat, minat dan modalitas belajar siswa, dan bukan semata potensi akademiknya. Dalam pendekatan pembelajaran Quantum (Quantum Learning) ada tiga macam modalitas siswa, yaitu modalitas visual, auditorial dan kinestetik. Dengan modalitas visual dimaksudkan bahwa kekuatan belajar siswa terletak pada indera ‘mata’ (membaca teks, grafik atau dengan melihat suatu peristiwa), kekuatan auditorial terletak pada indera ‘pendengaran’ (mendengar dan menyimak penjelasan atau cerita), dan kekuatan kinestetik terletak pada ‘perabaan’ (seperti menunjuk, menyentuh atau melakukan). Jadi, dengan memahami kecenderungan potensi modalitas siswa tersebut, maka seorang guru harus mampu merancang media, metoda/atau materi pembelajaran kontekstual yang relevan dengan kecenderungan potensi atau modalitas belajar siswa.
Secara garis besar, PAIKEM dapat dideskripsikan sebagai berikut:
- Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
- Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
- Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
- Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok
- Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
a. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut. Suasana pembelajaran yang ditunjukkan dengan guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
b. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut belajar secara optimal.
c. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorga-nisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
e. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disaran-kan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) me-rupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat ber-peran sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Peng-gunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan ling-kungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pe-manfaatan lingkungan dapat mengembang-kan sejumlah keterampilan seperti meng-amati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
g. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
h. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling ber-hadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAIKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAIKEM.’
i. Pengelolaan Kelas PAIKEM
Seting kelas yang konstruktif didasarkan pada nilai-nilai konstruktif dalam proses belajar, termasuk kolaborasi, otonomi individu, refleksi, relevansi pribadi dan pluralisme. Seting kelas yang konstruktif akan memberikan kesempatan aktif belajar. Mengacu pada pendekatan holistik dalam pendidikan, seting kelas konstruktif merefleksikan asumsi bahwa proses pengetahuan dan pemahaman akuisisi adalah benar-benar melekat pada konteks sosial dan emosional saat belajar. Karakteristik seting kelas konstruktif untuk belajar adalah terkondisikannya belajar secara umum, instruksi, dan belajar bersama.
Lima metode kunci untuk merancang seting kelas yang konstruktif , yaitu:
1) melindungi pemelajar dari kerusakan praktik instruksional dengan mengembangkan otonomi dan kontrol pemelajar, mendorong pengaturan diri dan membuat instruksi secara pribadi yang relevan dengan pemelajar,
2) menciptakan konteks belajar yang mendorong pengembangan otonomi pribadi
3) mengkondisikan pemelajar dengan alasan-alasan belajar dalam aktivitas belajar
4) mendorong pengaturan diri dengan pengembangan keterampilan dan tingkah laku yang memungkinkan pemelajar meningkatkan tanggung jawab dalam belajarnya; dan
5) mendorong kesadaran belajar dan pengujian kesalahan (Hadi Mustofa, 1998).
Penataan dan atau pengelolaan kelas dalam PAIKEM perlu mempertimbangkan enam elemen Constructivist Learning Design (CDL) yang dikemukakan oleh Gagnon and Collay, yaitu situation, groupings, bridge, questions, exhibit, and reflections. Situation, terkait dengan hal-hal berikut; apa tujuan episode pembelajaran yang akan dicapai, apa yang diharapkan setelah siswa keluar ruangan kelas, bagaimana mengetahui bahwa siswa telah mencapai tujuan, tugas apa yang diberikan kepada siswa untuk mencapai tujuan, bagaimana deskripsi tugas tersebut (as a process of solving problems, answering question, creating metaphors, making decisions, drawing conclusions, or setting goals).
Grouping, dapat dilakukan berdasarkan karakteristik siswa atau didasarkan pada karakteristik materi. Bridge, terkait dengan; aktivitas apa yang dipilih untuk menjembatani atara pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan pengetahuan baru yang akan dibangun siswa.
Question, pertanyaan apa yang dapat membangkitkan tiap elemen desain (panduan pertanyan apa yang dapat mengintrodusir situasi, menata pengelompokan, dan membangun jembatan), pertanyaan klarifikasi apa yang digunakan untuk menengetahui cara berpikir dan aktivitas belajar siswa.
Exhibit, bagaimana siswa merekan dan memamerkan kreasi mereka melalui demonstrasi cara berpikir mereka dalam menyelesaikan dan atau memenuhi tugas.
Reflections, bagaimana siswa melakukan refleksi dalam menyelesaikan tugas mereka, apakah siswa ingat tentang (feeling, images, and language of their thought), apa sikap, proses, dan konsep yang akan dibawa siswa setelah keluar kelas.
B. Konsep Pendekatan SETS (Sains Environment Technology and Society)
Pendekatan sains-teknologi-masyarakat (SETS = science, environment, technology, society) merupakan salah satu model atau pendekatan untuk menyesuaikan diri terhadap perkembangan sains yang cepat dan menjawab perubahan paradigma di atas. Pendekatan SETS pada awalnya dikembangkan untuk pembelajaran sains, khususnya sains alam, walaupun dapat dikaji penggunaannya pada pembelajaran bidang-bidang lain.
Kerangka pembelajaran SETS yang menempatkan tanggung jawab sosial sebagai tujuan utama dalam pembelajaran sains, akhirnya menuntut perubahan tidak hanya pada metode pembelajaran di kelas, tetapi juga perubahan mendasar pada kurikulum. Beberapa negera telah berusaha menempatkan pembelajaran berbasis SETS dalam kurikulum sekolah menengah mereka, seperti Kanada(4) dan Australia, tetapi beberapa laporan menyebutkan bahwa tidaklah mudah untuk akhirnya benar-benar diterapkan di kelas, karena diperlukan pengenalan yang intensif kepada guru-guru sekolah menengah.
Walaupun para pendukung pembelajaran SETS selalu menekankan pentingnya perubahan standar atau kurikulum, pada artikel ini, tidak akan dibahas pendidikan berbasis salingtemas yang memerlukan penyesuaian standar isi. Pembelajaran salingtemas hanya akan dibahas dalam konteks metode atau model pembelajaran, untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan dalam kurikulum yang ada. Dengan demikian, semangat dalam penerapan pembelajaran berbasis SETS yang diangkat dalam artikel ini hanyalah untuk tujuan melek sains, atau tujuan peningkatan motivasi dan pemahaman peserta didik dalam pembelajaran sains, atau paling jauh bisa mewarnai penyusunan kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
1. Visi, Misi, dan Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan SETS
Visi, misi, dan tujuan pendekatan SETS sekurang-kurangnya dapat membuka wawasan peserta didik untuk memahami hakikat pendidikan sain, lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara utuh. Maksudnya ialah bahwa visi dan misi pendekatan SETS ditujukan untuk membantu peserta didik mengetahui sain dan bagaimana perkembangan sain dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi, dan masyarakat secara timbal balik.
Ada dua visi dan tujuan pendekatan SETS dalam pendidikan seperti dikutip oleh Pedersen dari tulisan NSTA, yaitu:
1) SETS melibatkan peserta didik dalam pengalaman dan isu-isu/masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan kehidupan mereka; dan
2) SETS memberdayakan peserta didik dengan berbagai keterampilan sehingga mereka menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan lebih aktif merespons isu/masalah-masalah yang mempengaruhi kehidupan mereka (Pedersen, 1992:26). Program SETS telah menjadi suatu gerakan dalam pendidikan sain di negara-negara yang telah maju, bertujuan mengintegrasikan sain, lingkungan, dan teknologi dengan kehidupan masyarakat (Yager & Roy, 1993:7).
Sementara dalam Diwa Learning System (Gregorio, 1991:37) dinyatakan bahwa:
1) SETS merupakan suatu perubahan penekanan dalam pengajaran sains di sekolah, dan bukan evolusi dalam pengajaran sains;
2) tujuannya adalah humanisasi pengajaran sain dengan menempatkannya dalam konteks sosial dan teknologi, dan bukan memandang sains sebagai tujuan yang terlepas dari atau di luar pengalaman sehari-hari;
3) SETS merupakan suatu pendekatan pembelajaran untuk sains yang disesuaikan dengan kecakapan kelompok, dan bukan melemahkan atau menghambat perkembangan sains;
4) SETSmerupakan suatu program atau kurikulum sains, dan bukan sains itu sendiri; dan
5) SETS merupakan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner, dan bukan suatu disiplin atau ruang lingkup pelajaran.
Berhubungan dengan visi dan tujuan-tujuan Pendekatan SETS, Gregorio (1991:40) mengungkapkannya dengan suatu kalimat yang diletakkan di antara dua tanda kutip, yakni “Give a man a fish, and he will survive for a day, but teach him how to culture fish, and he will survive a lifetime”. Sedangkan Yager (1993:13) menyatakan bahwa salah satu tujuan pokok dari pendekatan SETS adalah mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan pemecahan isu-isu/masalah-masalah yang telah diidentifikasi. Demikian halnya Gregorio (1991:39) menyatakan bahwa dalam pembelajaran sains dengan Pendekatan SETS, peserta didik diikutsertakan dalam aktivitas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara Rosenthal (Lo, 1991:146) menyatakan bahwa isu-isu sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dalam pembelajaran sain yang didasarkan pada aspek-aspek sosial dari sain. Sejalan dengan pernyataan Heath (Heath, 1992:55) bahwa isu-isu atau masalah-masalah dalam masyarakat dapat menjadi suatu basis pembelajaran dengan pendekatan SETS sekaligus sebagai “perekat” yang membolehkan integrasi belajar dan mengajar lintas disiplin ilmu dalam upaya membantu peserta didik dan warga negara untuk menyadari dan memahami adanya interaksi antara sain, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Tujuan utama pendidikan dengan Pendekatan SETS adalah mempersiapkan peserta didik menjadi wagra negara dan warga masyarakat yang memiliki suatu kemampuan dan kedasaran untuk:
1) menyelidiki, menganalisis, memahami dan menerapkan konsep-konsep/prinsip-prinsip dan proses sain dan teknologi pada situasi nyata
2) melakukan perubahan
3) membuat keputusan-keputusan yang tepat dan mendasar tentang isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi yang memiliki komponen sain dan teknologi
4) merencanakan kegiatan-kegiatan baik secara individu maupun kelompok dalam rangka pengambilan tindakan dan pemecahan isu-isu atau masalah-masalah yang sedang dihadapi
5) bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan dan tindakannya
6) mempersiapkan peserta didik untuk menggunakan sain bagi pengembangan hidup dan mengikuti perkembangan dunia teknologi,
7) mengajar para peserta didik untuk mengambil tanggung jawab dengan isu-isu lingkungan, teknologi, atau masyarakat
8) mengidentifikasi pengetahuan fundamental sehingga peserta didik secara tuntas memperoleh kepandaian dengan isu-isu SETS
Dengan demikian, ada beberapa aspek yang perlu mendapat penekanan dan dipresentasikan secara proporsional dan terintegrasi dalam pembelajaran sains di sekolah dengan pendekatan SETS, yaitu:
1) kemampuan peserta didik mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada alam dan menemukan jawabannya;
2) kemampuan peserta didik mengidentifikasi isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi masyarakat dan berupaya memecahkannya;
3) penguasaan pengetahuan ilmiah (sains) dan
4) keterampilan (teknologi) dan berupaya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari;
5) mempertimbangkan nilai-nilai dan konteks sosial budaya masyarakat; dan
6) pengembangan sikap, nilai-nilai sosial budaya lokal, personal, dan global.
2. Ruang Lingkup Pembelajaran dengan Pendekatan SETS
Menurut Yager & McCormack (Yager, 1996b:3-4; 1992b:5-6), ada enam domain utama SETS untuk pengajaran dan penilaian, yaitu domain konsep, proses, kreativitas, sikap, aplikasi, dan keterkaitan. Keenam domain tersebut selanjutnya dinyatakan dalam Gambar 2.
3. Enam Domain SETS untuk Pengajaran dan Penilaian
Domain konsep meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, hukum (prinsip-prinsip), serta teori dan hipotesis yang digunakan oleh para saintis. Domain ini dapat juga disebut rana pengetahuan ilmiah/sain atau aspek minds-on/brains-on dalam belajar sain (Glynn & Duit, 1995; Butts & Hofman, 1993).
Domain proses meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan sbagaimana para saintis berpikir dan bekerja, misalnya melakukan observasi dan eksplanasi; pengklasifikasian dan pengorganisasian data; pengukuran dan pembuatan grafik; pemahaman dan berkomunikasi; penyimpulan dan prediksi; perumusan dan pengujian hipotesis; identifikasi dan pengontrolan variabel; penginterpretasian data/informasi; pembuatan instrumen dan alat-alat sederhana; serta pemodelan. Domain ini dapat dibedakan antara keterampilan proses dasar (observasi, pengukuran, klasifikasi, prediksi, komunikasi, dan inferensi) dan keterampilan proses terintegrasi (perumusan/pengujian hipotesis, interpretasi data/informasi, dan pemodelan), atau aspek hands-on belajar sain (Rossman, 1993; Butts & Hofman, 1993; Hausfather, 1992; Pedersen, 1992; Alvarez, 1991; Glasson, 1989).
Domain kreativitas meliputi: visualisasi-produksi gambaran mental; pengkombinasian objek dan ide atau gagasan dalam cara baru; memberikan eksplanasi terhadap objek dan peristiwa-peristiwa yang dijumpai; mengajukan pertanyaan; menghasilkan alternatif atau menggunakan objek/ide yang luar biasa; menyelesaikan masalah dan hal-hal yang membingungkan atau menjadi teka-teki; merancang alat; menghasilkan ide-ide yang luar biasa; serta menguji alat baru untuk eksplanasi yang dibuat.
Domain sikap meliputi: pengembangan sikap positif terhadap guru-guru dan pelajaran sain di sekolah, kepercayaan diri, motivasi, kepekaan, daya tanggap, rasa kasih sayang sesama manusia, ekspresi perasaan pribadi, membuat keputusan tentang nilai-nilai pribadi, serta membuat keputusan-keputusan tentang isu-isu lingkungan dan sosial. Sejalan dengan pernyataan Alvarez (1991:80) bahwa sikap adalah prilaku yang diadaptasi dan diterapkan pada situasi khusus, dapat berupa minat/perhatian, apresiasi, suka, tidak suka, opini, nilai-nilai, dan ide-ide dari seseorang.
Dalam literatur sain dibedakan antara sikap terhadap sain dan sikap ilmiah (Shibeci, 1984; Aiken & Aiken, 1969; Gardner, 1975). Sikap terhadap sain dihubungkan dengan reaksi emosional terhadap perhatian/minat peserta didik, kebingungan dan kesenangan pada sain, perasaan, dan nilai-nilai dalam kelas. Sedangkan sikap ilmiah mencakup karakter sifat ilmiah yang lainnya, seperti kejujuran, keterbukaan, dan keingintahuan (Alvarez, 1991:80).
Domain aplikasi dan keterkaitan meliputi: melihat/menunjukkan contoh konsep-konsep ilmiah dalam kehidupan sehari-hari; menerapkan konsep-konsep sain dan keterampilan pada masalah-masalah teknologi sehari-hari; memahami prinsip-prinsip ilmiah dan teknologi pada alat-alat teknologi yang ada dalam rumah tangga; menggunakan proses ilmiah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari; memahami dan mengevaluasi laporan media massa tentang perkembangan ilmiah; membuat keputusan yang berhubungan dengan kesehatan pribadi, nutrisi, dan gaya hidup yang didasarkan pada pengetahuan ilmiah; dan mengintegrasikan sain dengan pelajaran lain.
4. Ragam Pendekatan SETS
Pendekatan SETS bisa amat beragam, mulai dari yang mengangkat topik atau isu sebagai payung pembelajaran lebih dari satu bidang, mulai dari Fisika, Kimia dan Ilmu Sosial, atau penggunaan isu lingkungan untuk pembahasan satu bab saja dalam Kimia, misalnya. Secara garis besar, berdasarkan cakupannya, kita bisa melakukan beragam pendekatan STM, antara lain:
1) Menempatkan pembelajaran bab tertentu bidang tertentu dalam konteks sains, teknologi dan masyarakat.
2) Pendekatan SETS untuk pembelajaran lintas bab pada satu mata pelajaran.
3) Pendekatan SETS untuk pembelajaran lintas mata pelajaran.
4) Pendekatan SETS dengan perluasan tujuan instruksional secara eksplisit di luar tuntutan standar kompetensi yang tertulis di kurikulum dari mata-mata pelajaran yang terlibat dalam pembelajaran STM tersebut, seperti kepekaan terhadap permasalahan lingkungan, atau pengenalan dampak sains dan teknologi pada pranata sosial, dll.
5) Pendekatan SETS yang disertai kerja nyata di masyarakat, seperti gerakan penyelamatan lingkungan, dll.
Pada pembelajaran bab tertentu dengan pendekatan SETS, guru memulai dengan suatu topik dari lingkungan peserta didik yang berkaitan dengan materi bab tersebut. Untuk pembelajaran lintas bab, tentunya perlu persiapan yang lebih matang pada pemilihan topik dan penelusuran target kompetensi dasar yang bisa diikutsertakan lewat pembelajaran di bawah payung topik itu.
Untuk pembelajaran lintas mata-pelajaran lewat pembelajaran berbasis SETS, diperlukan koordinasi guru beberapa bidang yang relevan. Pendekatan ini akan berguna sebagai wahana integrasi pengetahuan peserta didik. Pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran tidak lagi terkotak-kotak, melainkan saling bertautan dan terpadu, yang amat berguna bagi peserta didik dalam memahami realitas kehidupan.
Jika pembelajaran berbasis salingtemas diharapkan memunculkan kompetensi lain di luar kompetensi dasar yang tertulis dalam kurikulum saat ini, maka agar pencapaiannya optimal diperlukan penyesuaian standar nasional (khususnya standar isi) agar dapat mencakup semangat ini. Dalam hal ini, salingtemas tidak lagi sekedar metode pembelajaran, melainkan paradigma baru yang diharapkan menjiwai keseluruhan kurikulum. Sejauh pemahaman penulis, pada pengembangan pembelajaran salingtemas, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas membatasi diri pada pengembangan metode atau model pembelajaran inovatif yang dapat memberi nilai tambah pada kurikulum tingkat satuan pendidikan, dengan target kompetensi dasar seperti yang tertulis dalam standar isi yang berlaku saat ini. Artikel ini juga membatasi pembahasan dalam konteks tersebut.
C. Strategi Pembelajaran CTL
Contextual Teaching Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami :
1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman langsung sehingga siswa mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
2) CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara meteri yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata.
3) CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehubungan dengan hal tersebut terdapat lima karakteristik penting dari CTL yaitu:
1) Activiting knowledge, dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang telah ada.
2) Acquiring know;edge, CTL adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru.
3) Understanding knowledge, pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.
4) Applying knowlwdge, pengetahuan dan pengalaman yang yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5) Reflecting knowledge, melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Anak belajar IPA, ketika anak melakukan :
1) Observing (menggunakan semua indera, mengamati bagian-bagian
2) daun, menggunakan lensa pembesar untuk mengamati bagian-bagian daun)
3) Sorting and Grouping (membandingkan, mengelompokkan,
4) melihat pola persamaan/perbedaan, anak mengelompokkan benda-benda sekitar sekolah kedalam kelompok makhluk hidup dan tak hidup)
5) Raising questions (bertanya, manakah yang termasuk biji,daging buah?, manakah yang termasuk makhluk tak hidup?, mengapa daun berwarna hijau?)
6) Predicting (making hypotheses, membuat hipotesis, saya kira/ berpikir/berpendapat bahwa gula lebih cepat larut daripada garam, saya kira kelarutan zat dipengaruhi oleh pengadukan,…)
7) Testing (eksplorasi, investigasi, memberi perlakuan), contoh: siswa melarutkan gula kedalam air, melarutkan garam ke dalam air, memberi perlakuan pengadukan, suhu air dijaga tetap, …)
8) Recording (merekam, mengumpulkan data, mengumpulkan informasi, memasukkan data kedalam tabel, gambar, …)
9) Interpreting findings (membuat grafik pengamatan, menganalisis hasil)
10) Communicating (melaporkan, mendiskusikan temuan dengan guru, mendiskusikan dengan teman, melaporkan hasil, memajang hasil temuan
IMPLEMENTASI S PAIKEM, SETS DAN CTL
A. Implementasi Model Pembelajaran PAIKEM
1. Desain Pesan Pembelajaran PAIKEM
Kata desain menunjukkan adanya suatu proses dan suatu hasil. Sebagai suatu proses, desain pesan sengaja dilakukan mulai dari analisis masalah pembelajaran hingga pemecahan masalah yang disumuskan dalam bentuk produk. Produk yang dihasilkan dapat dalam bentuk prototipe, naskah atau stori board, dan sebagainya.
Mengenai desain pesan, desain pesan meliputi perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan atau informasi. Hal tersebut mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi, dan daya serap yang mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan atau informasi, agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima. Fleming dan Levie (dalam Seel&Richie,1994) membatasi pesan pada pola-pola isyarat atau simbol yang memodifikasi perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Desain pesan berurusan dengan tingkat paling mikro melalui unit-unit kecil seperti bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah.
Karakteristik lain dari desain pesan adalah bahwa desain pesan harus bersifat spesifik baik terhadap medianya maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung arti bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda tergantung apakah medianya bersifat statis, dinamis atau kombinasi dari keduanya, misalnya suatu potret, film, atau grafik komputer. Juga apakah tugas belajarnya berupa pembentukan konsep atau sikap, pengembangan ketrampilan atau strategi belajar, ataukah menghafalkan informasi verbal.
2. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran
Berdasarkan pada pembahasan tentang teori-teori belajar kognitif dan teori pemrosesan informasi serta teori komunikasi, dapat dikembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam kegiatan desain pesan pembelajaran. Ada lima prinsip utama desain pesan pembelajaran yaitu:
a . Prinsip kesiapan dan motivasi
Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam kegiatan pembelajaran siswa/peserta belajar memilki kesiapan seperti kesiapan mental, serta kesiapan fisik dan motivasi tinggi, maka hasil belajar akan lebih baik..
Kesiapan mental diartikan sebagai kesipan kemampuan awal, yaitu pengetahuan yang telah dimiliki siswa belajar yang dapat dijadikan pijakan untuk mempelajari materi baru. Oleh sebab itu, dalam menyusun desain pesan, guru harus lebih dahulu mengetahui kesiapan siswa melalui tes penjajagan atau tes prasayarat belajar yang diberikan pada siswa. Jika diketahui pengetahuan awal siswa belum mencukupi, maka dapat diadakan pembekalan/matrikulasi.
Sedangkan kesiapan fisik, berarti bahwa siswa dalam melakukan kegiatan belajar tidak mengalami kekurangan atau halangan, sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya untuk belajar musik siswa tidak boleh terganggu pendengarannya. Sedangkan motivasi adalah merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dorongan itu bisa berasal dari dalam atau luar. Semakin tinggi motivasi siswa untuk belajar, semakin tinggi pula proses dan hasil belajarnya. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru berupaya mendorong motivasi siswa dengan menunjukkan pentingnya mempelajari pesan pembelajaran yang sedang dipelajari.
b. Prinsip penggunaan alat pemusat perhatian
Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam proses belajar perhatian siswa/si belajar terpusat pada pesan yang dipelajari, maka proses dan hasil belajar akan semakin baik. Perhatian memegang peranan penting dalam kegiatan belajar. Semakin baik perhatian siswa, proses dan hasil belajar akan semakin baik pula.
Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengarahkan perhatian siswa antara lain:
1) Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman atau kehidupan siswa
2) Menggunakan alat pemusat perhatian seperti peta konsep, gambar, bagan, dan media-media pembelajaran visual lainnya.
3) Menghubungkan pesan pembelajaran yang sedang dipelajari dengan topik-topik yang sudah dipelajari.
4) Menggunakan musik penyeling
5) Mencipatakan suasana riang
6) Teknik penyajian yang bervariasi
7) Mengurangi bahan/matteri yang tidak relevan
c . Prinsip partisipasi aktif siswa
Meliputi aktifitas, kegiatan, atau proses mental, emosional maupun fisik. Contoh aktifitas mental misalnya mengidentifikasi, membandingkan, menganalisis, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk aktifitas emosional misalnya semangat, sikap, positif terhadap belajar, motivasi, keriangan, dan lain-lain. Contoh aktifitas fisik misalnya melakukan gerak badan seperti kaki, tangan untuk melakukan ketrampilan tertentu.
Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah:
1) Memberikan pertanyaan-pertanyaan ketika proses pembelajaran berlangsung
2) Mengerjakkan latihan pada setiap akhir suatu bahasan
3) Membuat percobaan dan memikirkan atas hipotesis yang diajukan
4) Membentuk kelompok belajar
5) Menerapkan pembelajaran kontekstual, kooperatif, dan kolaboratif
d. Prinsip Umpan Balik
Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai keberhasilan atau kekurangan dalam belajarnya. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam memberikan umpan balik diantaranya dengan memberikan soal atau pertanyaan kepada siswa, kemudian memberitahunya dengan benar. Memberikan tugas, kemudian memberitahukan tugas apakah tugas yang dikerjakan sudah benar. Kembalikan pekerjaan siswa yang telah dikoreksi, dinilai, atau diberi komentar/catatan oleh guru.
e. Prinsip Perulangan
Mengulang-ulang penyajian informasi atau pesan pembelajaran. Proses penguasaan materi pembelajaran atau ketrampilan tertentu memerlukan perulangan.. tidak adanya perulangan akan mengakibatkan informasi atau pesan pembelajaran tidak bertahan lama dalam ingatan, dan informasi tersebut mudah dilupakan.
Upaya mengulang informasi dapat dilakukan dengan cara yang sama dan dengan media yang sama. Misalnya media kaset diputar berulang-ulang, membaca buku dua atau tiga kali. Perulangan dapat juga dengan cara dan media yang berbeda pula. Misalnya setelah mendengar metode ceramah, siswa diminta untuk membaca buku dengan topik yang sama. Penggunaan epitome, advance organizer, rangkuman, atau kesimpulan.
3. Aplikasi Desain Pesan dalam Kegiatan Belajar Mengajar PAIKEM
Terjadinya belajar dilihat dari adanya perbedaan kecakapan seseorang antara sebelum dan sesudah mengalami dan berada dalam situasi belajar tertentu. PAIKEM memungkinkan pebelajar memperoleh kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap. Berikut akan dijelaskan masing-masing defini kemampuan tersebut,dan pengintregasian prinsip desain dengan pendekatan PAIKEM akan dijelaskan dalam matrik.
Ketrampilan Intelektual yang dimaksud ketrampilan intelektual adalah kemampuan untuk menggunakan lambang-lambang seperti bilangan, bahasa, dan lambang-lambang lainnya yang mewakili benda-benda nyata pada lingkungan individu. Ketrampilan intelektual dibagi menjadi empat kategori yaitu diskriminasi,konsep,aturan dan pemecahan masalah.
Diskriminasi adalah kemampuan untuk memberi respon yang berbeda terhadap stimuli yang berbeda satu dengan yang lain menurut satu dimensi fisik atau lebih. Konsep adalah kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengidentifikasi stimulus yang mempunyai karakteristik walaupun stimulinya berbeda secara menyolok. Aturan adalah subyek dapat merespon hubungan dan kesatuan obyek. Pemecahan masalah aturan-aturan yang lebih komplek untuk memecahkan masalah.
Strategi kognitif meliputi kemampuan yang dipergunakan untuk mengelola proses perhatian belajar, mengingat, dan berfikir. Kemampuan informasi verbal terkait dengan mempelajari fakta-fakta, mempelajari serangkaian informasi yang terorganisasikan. Ketrampilan sikap adalah keadaan internal yang komplek yang mempengaruhi pemilihan tingkah laku itu sendiri. Ketrampilan motorik adalah kemampuan yang dipelajari untuk melakukan kecakapan yang hasilnya dicerminkan oleh adanya kecakapan, ketepatan, dan kelancaran gerakan tubuh.
4. Penilaian Hasil Belajar.
Sebuah pertanyaan untuk direnungkan. Apakah sebuah ”Penilaian Mendorong Pembelajaran ?” atau apakah ”pembelajaran itu untuk mempersiapkan sebuah tes ? ” atau apakah ’Pembelajaran dan Tes’ tersebut dilakukan guna mendapatkan pengakuan tentang kompetensi yang diperlukan siswa atau sekolah? Dalam pelaksanaan konsep PAIKEM, penilaian dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa, baik itu keberhasilan dalam proses maupun keberhasilan dalam lulusan (output). Keberhasilan proses dimaksudkan bahwa siswa berpartisipasi aktif, kreatif dan senang selama mengikuti kegiatan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan lulusan (output) adalah siswa mampu menguasai sejumlah kompetensi dan standar kompetensi dari setiap Mata Pelajaran, yang ditetapkan dalam sebuah kurikulum. Inilah yang disebut efektif dan menyenangkan. Jadi, penilaian harus dilakukan dan diakui secara komulatif. Penilaian harus mencakup paling sedikit tiga aspek : pengetahuan, sikap dan keterampilan. Ini tentu saja melibatkan Professional Judgment dengan memperhatikan sifat obyektivitas dan keadilan. Untuk ini, pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) merupakan pendekatan penilaian alternatif yang paling representatif untuk menentukan keberhasilan pembelajaran Model PAIKEM
Media dan bahan ajar. ”Media dan Bahan Ajar” selalu menjasi penyebab ketidakberhasilan sebuah proses pembelajaran di sekolah. Sebuah harapan yang selalu menjadi wacana di antara para pendidik/guru kita dalam melaksanakan tugas mengajar mereka di sekolah adalah tidak tersedianya ’media pembelajaran dan bahan ajar’ yang cukup memadai. Jawaban para guru ini cukup masuk akal. Seakan ada korelasi antara ketersediaan ’media bahan ajar’ di sekolah dengan keberhasilan pembelajarn siswa. Kita juga sepakat bahwa salah satu penyebab ketidakberhasilan proses pemblajarn siswa di sekolah adalah kurangnya media dan bahan ajar. Kita yakin bahwa pihak manajemen sekolah sudah menyadarinya. Tetapi, sebuah alasan klasik selalu kita dengar bahwa ”sekolah tidak punya dana untuk itu”!.
Dalam pembelajaran Model PAKEM, seorang guru mau tidak mau harus berperan aktif, proaktif dan kreatif untuk mencari dan merancang media/bahan ajar alternatif yang mudah, murah dan sederhana. Tetapi tetap memiliki relevansi dengan tema mata pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Penggunaan perangkat multimedia seperti ICT sungguh sangat ideal, tetapi tidak semua sekolah mampu mengaksesnya. Tanpa merendahkan sifat dan nilai multimedia elektronik, para guru dapat memilih dan merancang media pembelajaran alternatif dengan menggunakan berbagai sumber lainnya, seperti bahan baku yang murah dan mudah di dapat, seperti bahan baku kertas/plastik, tumbuh-tumbuhan, kayu dan sebagainya, guna memotivasi dan merangsang proses pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
Media simulasi untuk pembelajaran PAKEM tidak selalu harus dibeli jadi, tetapi dirancang bisa dirancang oleh seorang guru mata pelajaran sendiri. Guru dituntut lebih kreatifdan memiliki kesempatan untuk mengembangkan ide dan inofatifnya.. Jadi, model ’pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan’, atau yang kita sebut dengan PAKEM itu tidak selalu mahal. Unsur kreatifitas itu bukan terletak pada produk/media yang sudah jadi, tetapi lebih pada pola fikir dan strategi yang digunakan secara tepat oleh seorang guru itu sendiri dalam merancang dan mengajarkan materi pelajarannya.
Dalam merancang sebuah media pembelajaran, aspek yang paling penting untuk diperhatikanoleh seorang guru adalah karakteristik dan modalitas gaya belajar individu peserta didik, seperti dalam pendekatan ’Quantum Learning’ dan Learning Style Inventory’. Media yang dirancang harus memiliki daya tarik tersendiri guna merangsang proses pembelajaran yang menyenangkan. Sementara ini media pembelajaran yang relatif cukup representatif digunakan adalah media elektronik (Computer – Based Learning). Selanjutnya skenario penyajian ’bahan ajar’ harus dengan sistem modular dengan mengacu pada pendekatan Bloom Taksonomi. Ini dimaksudkan agar terjadi proses pembelajaran yang terstruktur, dinamis dan fleksibel, tanpa harus selalu terikat dengan ruang kelas, waktu dan/atau guru. Perlu dicatat bahwa tujuan akhir mempelajari sebuah mata pelajaran adalah agar para siswa memiliki kompetensi sebagaimana ditetapkan dalam Standar Kompetensi (baca Kurikulum Nasional). Untuk itu langkah/skenario penyajian pembelajarn dalam setiap topik/mata pelajaran harus dituliskan secara jelas dalam sebuah Modul. Dengan demikian diharapkan para siswa akan terlibat dalam proses pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dan bermakna (Meaningful Learning).
5. Jenis Penilaian Sesuai Dengan Pembelajaran Model PAIKEM
1). Penilaian yang sesuai dengan pembelajaran model Pakem adalah penilaian otentik yang merupakan proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
2.) Tujuan Penilaian otentik itu sendiri adalah untuk:
(a) Menilai Kemampuan Individual melalui tugas tertentu;
(b) Menentukan kebutuhan pembelajaran;
(c) Membantu dan mendorong siswa;
(d) Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik; (e) Menentukan strategi pembelajaran;
(f) Akuntabilitas lembaga; dan
(g) Meningkatkan kualitas pendidikan.
3). Bentuk penilaian tes dapat dilakukan secara lisan, tertulis, dan perbuatan. Sementara itu, bentuk penilaian non tes dilakukan dengan menggunakan skala sikap, cek lis, kuesioner, studi kasus, dan portofolio.
4.) Dalam pembelajaran, dengan pendekatan Pakem rangkaian penilaian ini seyogiayanya dilakukan oleh seorang guru. Hal ini disebabkan setiap jenis atau bentuk penilaian tersebut memiliki beberapa kelemahan selain keunggulan.
6. Tujuan Penilaian Pembelajaran Model PAIKEM
1). Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu
2). Menentukan kebutuhan pembelajaran
3). Membantu dan mendorong siswa
4). Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik
5). Menentukan strategi pembelajaran
6). Akuntabilitas lembaga
7). Meningkatkan kualitas pendidikan
B. Merancang Dan Malaksanakan Penilaian Pembelajaran Model PAIKEM
1. Merancang penilaian dilakukan bersamaan dengan merancang pembelajaran tersebut. Penilaian disesuaikan dengan pendekatan dan metode yang dilaksanakan dalam pembelajaran.
2. Dalam pembelajaran dengan pendekatan model Paikem, penilaian dirancang sebagaimana dengan penilaian otentik. Artinya, selama pembelajaran itu berlangsung, guru selain sebagai fasilitator juga melakukan penilaian dengan berbagai alat yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa.
C. Implementasi Pendekatan SETS dalam Pembelajaran
Pembelajaran dengan pendekatan SETS memililiki karakteristik sebagai berikut:
a. Relevansi
Pembelajaran berorientasi konteks dan menempatkan proses pembelajaran pada masalah otentik dan memperhatikan kebutuhan pembelajar.
b. Metodologi
Menggunakan metodologi pembelajaran yang “self-directed” dan “co-operative”.
c. Masalah
Masalah dalam konteks diarahkan agar peserta didik dapat berpikir terarah, interdisipliner dan global.
d. Konsep
Untuk menerapkan pendekatan SETS dalam pembelajaran yang harus dilakukan pertama kali adalah membuat peta “consequence” yang menggambarkan konteks, konsep serta strategi pembelajaran yang akan dilakukan. Peta “consequence” dapat dipandang sebagai peta konsep yang diperkaya dengan isu permasalahan di masyarakat, konteks materi pebelajaran dalam aspek teknologi dan lingkungan. Peta “consequence” tersebut kemudian dapat diturunkan dalam bentuk alur pembelajaran dengan penekanan membangun keterampilan untuk mengambil keputusan dengan justifikasi sosio-saintifik (Holbrook, 2006).
D. Panduan Pembelajaran Berbasis SETS
Selain menjanjikan kualitas pembelajaran yang lebih baik (dan berbagai penelitian pendidikan menunjukkan hal itu), pembelajaran berbasis SETS juga mengandung beberapa risiko. Panduan ini disusun untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran berbasis SETS, dan meminimalkan risiko yang mungkin terjadi.
Secara garis besar, tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran berbasis SETS adalah :
- Inisiasi: pendahuluan pembelajaran SETS dengan mengangkat dan mendiskusikan isu atau masalah.
- Penetapan kompetensi sains: mengumpulkan kompetensi sains yang diperlukan untuk lebih memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi.
- Dekontekstualisasi: pemisahan konsep dan prinsip sains (yang perlu dicapai kompetensinya) dari konteks isu atau masalah yang diangkat.
- Pembelajaran konsep dan prinsip sains: pemantapan penguasaan konsep dan prinsip sains, melalui metode pembelajaran yang sesuai.
- Penerapan: menerapkan konsep dan prinsip sains pada isu atau masalah.
- Integrasi: membangun keterkaitan antar konsep dan prinsip sains, serta antar konsep/prinsip tersebut dengan spektrum terapannya dalam kehidupan.
- Perangkuman: merangkum kompetensi yang seharusnya telah dimiliki peserta didik, termasuk kemampuan menerapkannya pada kasus tertentu.
Pada tahap ini, guru mengangkat isu atau masalah yang ada dalam kehidupan peserta didik sehari-hari, atau yang hangat di media (koran, TV, dll.). Isu atau masalah yang diangkat bisa pula berasal dari peserta didik. Setelah pemilihan isu, dilakukan penggalian cara pandang dan pemahaman peserta didik terhadap isu atau masalah tersebut.
Untuk melangkah ke tahap berikut, guru bersama-sama peserta didik merumuskan masalah, atau menegaskan batas-batas topik isu tersebut untuk mengarahkan perhatian yang memusat pada isu yang jelas. Pembatasan ini akan memperjelas kompetensi sains apa yang diperlukan untuk memahami atau memecahkan masalah tersebut.
2.Penetapan Kompetensi Sains
Guru mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terkait dengan isu yang diangkat. Seperti dijelaskan pada ragam pendekatan SETS, kompetensi dasar yang relevan bisa berasal dari satu bab, atau lintas bab, atau bahkan lintas mata pelajaran. Dari kajian ini, dikumpulkan kompetensi dasar (sains dan non-sains) yang diperlukan untuk lebih memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi. Jika guru sebenarnya telah mempersiapkan topik yang akan diangkat sebelum tahap inisiasi, maka guru bisa mengetahui daftar target kompetensi sains sebelum pertemuan inisiasi di atas.
3. Dekontekstualisasi
Pada tahap ini, peserta didik perlu dipersiapkan untuk menghadapi tahap sesudahnya yaitu pembelajaran konsep dan prinsip sains[1], yang dalam kasus-kasus tertentu akan merupakan tahap yang memiliki learning curve yang tajam. Tahap penyiapan peserta didik ini disebut dekontekstualisasi, karena peserta didik perlu dipersiapkan agar fokus pada pembelajaran konsep dan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai, tanpa terganggu oleh konteks, isu, atau masalah yang diangkat.
Tahap ini bisa berupa peralihan yang tak kentara dan mulus dari tahap inisiasi pemilihan konteks ke tahap setelah dekontekstualisasi yaitu pembelajaran sains. Guru bisa menciptakan suasana kelas yang memungkinkan peralihan mulus ini. Tahap ini bisa pula berupa permintaan tegas kepada peserta didik, agar meninggalkan diskusi tentang isu/masalah, tapi mulai memusatkan perhatian pada pencapaian kompetensi sains (atau bidang lain) yang dibutuhkan untuk memahami atau menyelesaikan masalah.
Proses dekontekstualisasi yang gagal akan menyebabkan “keberhasilan-semu” pada pembelajaran berbasis STM. Peserta didik terlihat antusias terhadap kegiatan pembelajaran, tertarik pada isu atau masalah yang diangkat, aktif dalam pencarian solusi masalah (atau bergairah dalam diskusi untuk memahami masalah), tetapi tidak terjadi pembelajaran konsep dan prinsip sains, yang justru merupakan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai. Landasan keilmuan yang digunakan untuk berusaha memahami isu atau memecahkan masalah hanya konsep dan prinsip yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya, dan tidak terjadi proses pembelajaran konsep dan prinsip baru yang diharapkan. Tanpa penguasaan prinsip dan konsep itu, pemecahan masalah yang dihasilkan tidak memiliki landasan yang kuat, atau bahkan keliru!
4. Pembelajaran Sains
Pada tahap ini terjadi pembelajaran konsep dan prinsip sains (atau pembelajaran bidang-bidang lain yang relevan, jika pembelajaran berbasis STM digunakan untuk lintas mata-pelajaran). Pada tahap ini, diperlukan sarana untuk memastikan bahwa peserta didik memahami dan diharapkan mampu menerapkan konsep dan prinsip yang mewakili kompetensi dasar dalam standar isi. Pengujian penguasaan peserta didik dapat pula dilakukan lewat pengamatan guru terhadap tahap sesudah ini (yaitu tahap menerapkan prinsip dan konsep untuk memecahkan atau memahami masalah, dengan landasan keilmuan yang lebih kuat).
Pada pembelajaran ini, guru dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan bahan yang disampaikan. Karena pembelajaran yang dilakukan telah diawali dengan konteks yang memayungi, yang dekat dengan kehidupan peserta didik, maka diharapkan kualitas pembelajaran bisa meningkat, dengan peserta didik yang lebih aktif, dll.
Seperti dijelaskan sebelumnya, keberhasilan tahap ini selain ditentukan oleh metode pembelajaran yang dipilih dan proses pembelajaran yang terjadi, juga sangat bergantung pada keberhasilan tahap dekontekstualisasi sebelumnya, yang mempersiapkan suasana yang baik untuk tahap ini. Untuk sebagian peserta didik, proses dekontekstualisasi yang baik dan pembelajaran konsep/prinsip yang berhasil dapat secara tajam mengubah persepsi peserta didik terhadap permasalahan yang dihadapi.
5. Penerapan
Pada tahap ini, guru dan peserta didik secara bersama menerapkan konsep dan prinsip sains pada isu atau masalah yang diangkat. Guru perlu menahan diri untuk tidak terlalu cepat membantu peserta didik menerapkan apa yang baru dipelajarinya pada isu tersebut. Guru sejauh mungkin hanya memfasilitasi usaha peserta didik untuk memahami atau memecahkan masalah yang dihadapi bersama.
Pada tahap ini, seharusnya terjadi pemantapan konsep dan prinsip pada diri peserta didik. Proses menerapkan pengetahuan, konsep, dan prinsip pada hal yang nyata akan memberi makna lebih terhadap pengetahuan tersebut.
Pada bentuknya yang paling sederhana, tahap ini tidak menuntut terjadinya proses pemecahan masalah, melainkan hanya peningkatan pemahaman peserta didik pada isu yang diangkat. Guru dapat mengajukan permintaan sederhana kepada peserta didik untuk mencoba menjelaskan isu tersebut berdasarkan pengetahuan baru yang telah diperoleh pada pembelajaran yang dilakukan.
6. Integrasi
Tahap penerapan dilanjutkan dengan usaha membangun keterkaitan antar konsep dan prinsip sains yang diajarkan. Wawasan terapan yang diperoleh pada tahap sebelumnya akan memperkaya cara pandang terhadap keterkaitan antar konsep dan prinsip tersebut. Wawasan tersebut juga akan memberi gambaran keterkaitan yang jelas antara konsep/prinsip sains dengan spektrum terapannya dalam kehidupan.
Untuk memperkaya tahap ini, guru dapat mengajak peserta didik untuk berdiskusi tentang kemungkinan penerapan konsep/prinsip baru yang dipelajari pada konteks selain isu atau masalah yang diangkat pada pembelajaran berbasis STM ini. Pengayaan ini akan memberi kemampuan kepada peserta didik untuk menerapkan suatu prinsip pada situasi yang berbeda.
7. Perangkuman
Akhirnya, guru atau peserta didik dapat merangkumkan hasil pembelajaran berbasis STM yang telah dilakukan. Lewat tahap perangkuman ini, ditegaskan berbagai kompetensi dasar yang telah dimiliki peserta didik, dan wawasan terapan yang telah dimiliki. Tahap ini harus dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kepercayaan diri peserta didik dalam mempelajari sesuatu yang baru, dan dalam memecahkan atau memahami masalah yang relevan dengan kehidupannya.
8. Peralihan Menuju Pembelajaran SETS/Salingtemas
Karena pembelajaran berbasis SETS akan terus berkembang, maka akan terus hadir berbagai pendekatan yang berbeda untuk meningkatkan efisiensi dan ketercapaian pembelajaran berbasis SETS. Tahap-tahap yang dijelaskan di atas haruslah dipandang sebagai salah satu alternatif pendekatan dalam pembelajaran berbasis SETS. Pendekatan yang bisa digunakan bisa amat beragam, dari mulai penyederhanaan terhadap tahap-tahap di atas untuk awal peralihan menuju pembelajaran berbasis SETS hingga penambahan tahap pengayaan dengan mengundang pakar yang berkompeten dalam bidang yang relevan dengan isu/masalah yang diangkat. Untuk yang terakhir ini, pakar diundang untuk turut berdiskusi dengan peserta didik setelah peserta didik mendapat pembekalan pemahaman konsep dan prinsip dasar yang diperlukan. Yang diharapkan adalah terciptanya suasana diskusi yang saling mengisi: peserta didik mendapat tambahan kompetensi dari pakar yang diundang, sebaliknya pakar tersebut bisa saja memperoleh gagasan-gagasan segar dari peserta didik.
Untuk mulai beralih menuju pembelajaran berbasis SETS, guru perlu merasa bebas untuk bereksperimen. Tahap-tahap di atas bisa disederhanakan, disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi (peserta didik, prasarana, sumber belajar, dll.). Pada tingkatnya yang paling sederhana, guru harus mengenal ciri minimal berikut yang membedakannya dari pembelajaran tradisional. Pembelajaran tradisional mulai dengan pembelajaran konsep dan prinsip, diikuti dengan contoh-contoh terapan, sedangkan pembelajaran yang baru ini memulai dengan isu atau masalah yang dekat dengan kehidupan peserta didik, diikuti dengan pembelajaran konsep dan prinsip, untuk akhirnya kembali ke isu/masalah untuk difahami atau dipecahkan dengan menerapkan konsep atau prinsip yang dipelajari.
Pada keadaan dimana guru belum siap dengan pembelajaran berbasis SETS, guru bisa tetap mulai mengumpulkan gagasan isu atau masalah melalui peserta didik, yang dapat digunakan untuk pembelajaran SETS di kemudian hari. Tahap brainstorming ini bisa dengan pertanyaan sederhana kepada peserta didik tentang peristiwa atau isu apa saja yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini, di lingkungan terdekatnya atau dalam berita, dll. Untuk sedikit memperkaya isu/topik/masalah, bisa dilakukan diskusi kecil tentang beberapa isu tersebut. Guru bisa mencatat isu-isu yang kira-kira dapat digunakan untuk merancang pembelajaran berbasis SETS suatu saat nanti.
Akhirnya, tidak ada peralihan yang sempurna dari pembelajaran tradisional. Kita tidak mungkin menghadapi kondisi ideal dimana seluruh kompetensi dasar yang dituntut oleh kurikulum atau standar isi dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran berbasis SETS. Guru perlu mencatat kompetensi apa saja yang telah ditumbuhkan lewat pembelajaran SETS, dan melakukan pembelajaran non-SETS untuk mencapai kompetensi-kompetensi dasar yang belum disentuh.
9. Implikasi Model Pembelajaran dengan Pendekatan SETS
Implementasi model pembelajaran dengan menggunakan visi dan pendekatan SETS, menuntun peserta didik untuk mengaitkan konsep sain dengan unsur lain dalam SETS. Cara ini memungkinkan peserta didik memperoleh gambaran lebih jelas tentang keterkaitan konsep tersebut dengan unsur lain dalam SETS, baik dalam bentuk kelebihan ataupun kekurangannya.
Setiap peserta didik memiliki kemampuan dasar berbeda-beda, melalui penerapan konstruktivisme peserta didik dapat melakukan pembelajaran dari berbagai titik awal yang mereka kenal dekat dengan konsep sain yang akan dipelajari. Model pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS dengan sain sebagai titik awal yang disesuaikan dengan minat dan bakat peserta didik diharapkan mendorong keingintahuan dan memperkuat inisiatif peserta didik untuk mengaitkan dengan unsur-unsur SETS lainnya. Tanggung jawab pendidik yang terutama adalah tidak hanya sadar akan prinsip umum mengenai pengalaman belajar sain sesuai dengan kondisi lingkungan keseharian peserta didik, tetapi juga mengaitkan dengan teknologi, lingkungan, masyarakat yang terus berkembang untuk memperoleh pengalaman yang membawa ke arah pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.
Implikasi terkait dengan penerapan model pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS adalah:
- Diperlukan penurunan silabus mata pelajaran berdasarkan standar isi dan kompetensi yang bervisi dan berpendekatan SETS.
- Diperlukan pengembangan perencanaan pembelajaran yang subjeknya bervisi dan berpendekatan SETS
- Diperlukan pengembangan atau penyediaan bahan pembelajaran yang bervisi dan berpendekatan SETS.
- Diperlukan pengembangan instrumen evaluasi bervisi dan berpendekatan SETS untuk pembelajaran topik pada subyek yang diperkenalkan.
Silabus bermuatan SETS harus mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah ditetapkan . Silabus ini harus memberi arah yang jelas mulai kompetensi yang dikembangkan ke dalam beberapa indikator serta kegiatan pembelajaran yang harus dialami siswa, serta bahan ajar dan cara penilaiannya.
Silabus bermuatan SETS dikembangkan oleh guru, sesuai dengan kebutuhan dan potensi siswanya. Silabus ini pada dasarnya mengandung butir-butir penting yang perlu diimplementsikan secara utuh dalam proses pembelajaran.
Langkah-langkah penyusunan silabus bermuatan SETS adalah sebagai berikut :
- Identifikasi SK dan KD yang dapat dikaitkan dengan SETS
- Penyusunan indikator bermuatan SETS
- Pengembangan materi pembelajaran bermuatan SETS
- Penetapan kegiatan pembelajaran bermuatan SETS
- Menetapkan jenis penilaian bermuatan SETS
- Penentuan alokasi waktu
- Penentuan sumber bahan/alat bermuatan SETS.
Kompetensi Dasar yang dijabarkan menjadi indikator menunjukkan tanda-tanda yang bermuatan bermuatan SETS, yang ditampilkan oleh peserta didik dalam pembelajaran. Indikator juga sebagai penanda pencapai kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap pengetahuan dan keterampilan. Satu Kompetensi Dasar dapat dijabarkan menjadi dua, tiga, atau empat/lebih indikator secara sistimatis.
Contoh SK dan KD yang dapat dikaitkan dengan SETS adalah sebagai berikut :
SK : 5.1 Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan sehari- hari
KD : 5.2. Mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
12.. Pengembangan materi pembelajaran
Materi dikembangkan berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dasar dan bermuatan SETS. Dengan memperhatikan potensi peserta didik dan kebermanfaatannya serta alokasiwaktu yang tersedia.
13.. Penetapan kegiatan pembelajaran
Dirancang dari indikator untuk memberikan pengalaman bermuatan SETS. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat menggunakan pendekatan yang bervariasi. Pembelajaran berpusat kepada peserta didik.
BAB IV
PENUTUP
Dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan strategi pembelajaran yang sangat baik dan cocok untuk situasi dan kondisi siswa. Strategi yang sangat cocok dan menarik peserta didik dalam pembelajaran sekarang ini dikenal dengan nama PAIKEM (Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan)
PAIKEM adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengejakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektifSeperti telah disebutkan di muka, pendekatan STM pada awalnya dikembangkan untuk pembelajaran sains, khususnya sains alam, tetapi dapat dikaji penggunaannya pada pembelajaran bidang-bidang lain. Pertanyaan dasar yang dapat digunakan adalah bagaimana proses pembelajaran dirancang agar sejauh mungkin diselaraskan dengan pengalaman pribadi peserta didik dan kecenderungan peserta didik dalam memahami lingkungan sekitarnya. Pendekatan ini bisa diujicobakan pada pembelajaran bidang-bidang lain, tidak hanya sains atau ilmu sosial. Sebagai contoh, dari sudut pandang peserta didik, bahasa tumbuh dari lingkungan sosial yang dijalaninya. Dengan demikian pembelajaran bahasa perlu diawali dari lingkungan sosial peserta didik, dengan mengangkat isu hangat di lingkungannya sebagai konteks pembelajaran, ataupun dengan memilih budaya atau cara berbahasa yang tumbuh di lingkungan sosial peserta didik sebagai titik awal proses pembelajaran
http://hbis.wordpress.com/2010/07/04/pengembangan-model-pembelajaran-paikem-dengan-pendekatan-sets/
_
Sampai saat ini, para penggiat pendidikan selalu berusaha untuk mengembangkan metode-metode dan model-model pembelajaran yang baik dan efektif untuk dapat membantu guru daam menyampaikan ilmu-imunya kepada siswanya. Pengebangan ini telah dilakukan sejak dulu hingga sekarang secara kontinyu dan terus menerus, mengikuti perkembangan teknologi dan juga permasalahan-permasalahan yang timbul dalam dunia pendidikan.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dianggap bagus dan layak untuk diterapkan dalam proses pembelajaran adalah PAIKEM, singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Di era kontemporer ini, PAIKEM sangat dianjurkan mengingat semakin kompleksnya permasalahan di dunia pendidikan dan juga besarnya tuntutan yang dibebankan kepada guru dalam menyukseskan pembelajaran di sekolah ataupun para dosen di universitas.
Pelatihan-pelatihan tentang PAIKEM-pun juga telah banyak diadakan dalam rangka meningkatkan kualitas guru/dosen. PAIKEM kini telah menjadi salah satu bagian dari usaha sebuah unit pendidikan dalam meningkatakan kualitas pembelajarannyaSelain itu, yang paling mendasar tujuan penerapan PAIKEM adalah agar siswa-siswa menjadi lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran, lebih enjoy dalam belajar dan tentu saja menjadi lebih bisa menyerap materi pembelajaran yang diberikan. Dapat dikatakan, intinya penerapan PAIKEM merupakan hal yang sangat penting dan harus dipahami dengan baik oleh semua guru serta harus dapat diterapkan secara benar.
Namun pada kenyataanya, belum semua guru ataupun para penggiat pendidikan memahami dengan sebenarnya pendekatan PAIKEM ini, oleh sebab itu, saya mencoba membantu untuk memberikan pemahaman tentang PAIKEM yang lebih konprehensif dan mudah untuk dipelajari melalui artikel berikut.
- Pengertian PAIKEM
Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan. Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas, perasaan tertekan dengan tenggat waktu tugas, kemungkinan kegagalan, keterbatasan pilihan, dan tentu saja rasa bosan.
Membangun metode pembelajaran inovatif sendiri bisa dilakukan dengan cara diantaranya mengakomodir setiap karakteristik diri. Artinya mengukur daya kemampuan serap ilmu masing-masing orang. Contohnya saja sebagian orang ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan kinestetik. Dan hal tersebut harus disesuaikan pula dengan upaya penyeimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan yang akan mengakibatkan proses renovasi mental, diantaranya membangun rasa percaya diri siswa.
Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi.
Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Siswa tidak memungkiri metode “PAIKEM = pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan” merupakan metode yang sangat mengerti dan memahami kondisi siswa. bagaimana guru menyampaikan materi merupakan penilaian utama siswa, seorang guru mempunyai wawasan yang luas akan tergambar dengan cara bagaimana seorang guru menyampaikan pembelajaran di kelas, fokus terhadap materi dan penyampaian yang mudah dimengerti oleh siswa. peduli terhadap siswa dan tidak pilih-memilih (diskriminatif), performance yang menarik serta bisa dijadikan partner dalam berdiskusi dan berkeluh kesah merupakan sekian banyak kriteria yang siswa sampaikan jika seorang guru ingin menjadi favorit di mata siswa (Herman, 2008).
- Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan PAIKEM
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud
b. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Efektif dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.
c. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang
d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
e. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram
g. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka
h. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAIKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAIKEM’ (Agustina, 2008).
- Mengapa PAIKEM perlu diterapkan?
Pada dasarnya belajar mengajar merupakan suatu proses yang rumit karena tidak sekedar menyerap informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, bila menginginkan hasil belajar yang lebih baik. Belajar pada intinya tertumpu pada kegiatan memberi kemungkinan kepada siswa agar terjadi proses belajar yang efektif agar dapat mencapai hasil yang sesuai tujuan.
Dalam sejarah pendidikan di negara kita, dalam kurun waktu yang lama pendidikan digunakan “penguasa” untuk melestarikan sistem dan nilai yang menguntungkan mereka. Cukup lama siswa dibuat menjadi korban untuk menjadi “yes people”, manusia penurut. Dalam filsafat klasik itu, siswa dianggap orang yang belum tahu apa-apa dan mereka harus diberitahu oleh guru. Dampaknya sistem pembelajaran lebih menekankan guru yang aktif dan siswa pasif menerima (Suparno, 1997).
Sebaliknya menurut filsafat kontruktivisme, pengetahuan itu merupakan bentukan siswa yang sedang belajar. Dalam hal ini guru tidak dapat memaksakan “pengetahuannya” kepada siswa. Pembelajaran lebih menekankan pada bagaimana membantu siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan mereka dan bukan bagaimana memaksa siswa menerima segala sesuatu yanag diinformasikan oleh guru. Dalam pendekatan ini, yang penting bagaimana siswa menggeluti bahan, mengolah, menganalisis, dan merumuskannya. Pendekatan seperti ini disebut pendekatan ketrampilan proses dengan prinsip student active learning. Dalam hal ini Slavin (1994) menyebutkan bahwa “ Learning is much more than memory for student to really understand and be able to apply knowledge. They must work to solve problems, to discover things for themselves, to wrestle with ideas”. Menurut teori ini dalam belajar siswa tidak hanya menghafal tapi harus memahami (Agustina, 2008).
- Penerapan PAIKEM dalam Proses Pembelajaran
a. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
b. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
c. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
d. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
e. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
PAIKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama KBM. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut adalah tabel beberapa contoh kegiatan KBM dan kemampuan guru yang besesuaian.
Kemampuan Guru
Kegiatan Belajar Mengajar
Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran
Guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya:
· Percobaan
· Diskusi kelompok
· Memecahkan masalah
· Mencari informasi
· Menulis laporan/cerita/puisi
· Berkunjung keluar kelas
Guru menggunakan alat bantu dan sumber yang beragam.
Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misalnya:
· Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
· Gambar
· Studi kasus
· Nara sumber
· Lingkungan
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan
Siswa:
· Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara
· Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
· Menarik kesimpulan
· Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri.
· Menulis laporan hasil karya lain dengan kata-kata sendiri.
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan
Melalui:
· Diskusi
· Lebih banyak pertanyaan terbuka
· Hasil karya yang merupakan anak sendiri
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa
- Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
- Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.
- Siswa diberi tugas perbaikan atau pengayaan.
- Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
- Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
- Guru memantau kerja siswa.
- Guru memberikan umpan balik.
a. Guru dan murid sama-sama aktif dan terjadi interaksi timbal balik antara keduanya. Guru dalam pembelajaran tidak hanya berperan sebagai pengajar dan pendidik juga berperan sebagai fasilitator.
b. Guru dan murid dapat mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran. Guru dapat mengembangkan kreativitasnya dalam hal: teknik pengajaran, penggunaan multimetode, pemakaian media, dan guru dapat berperan sebagai mediator bagi murid-muridnya.
c. Murid merasa senang dan nyaman dalam pembelajaran, tidak merasa tertekan sehingga proses berpikir anak akan berjalan normal.
d. Munculnya pembahasan dalam pembelajaran di kelas.
Sumber:
http://iqbalali.com/2011/08/04/paikem-pembelajaran-aktif-inovatif-kreatif-efektif-dan-menyenangkan/
Metode – Metode Dalam Pembelajaran Fisika
I. Metode Tanya Jawab
A. Tujuan yang dicapai dari Metode ini
· Mengrasang peserta didik untuk berpikir.
· Mengetathui seberapa jauh materi yang dikuasai dan diserap peserta didik.
· Memberi kesempatan peserta didik untuk mengajukan permasalahan yang belum dipahami.
II. Metode Diskusi
A. Kelebihan Metode ini
· Menyadarkan peserta didik bahwa permasalahan dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
· Menyadarkan peserta didik bahwa dengan diskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif hingga didapatkan penyelesaian masalah.
· Membiasakan peserta didik mendengarkan pendapat orang lain dan membiasakan bersikap toleransi.
B. Kelemahan Metode ini
· Tidak dapat digunakan kelompok yang besar.
· Peserta diskusi mendapatkan informasi yang terbatas.
· Dapat dikuasai oleh orang – orang yang suka berbicara.
· Biasanya orang menghendaki pendekatan formal.
III. Metode Demonstrasi
A. Kelebihan Metode ini
· Membantu peserta didik memehami dengan jelas kerja suatu benda.
· Memudahkan berbagai penjelasan.
· Memperbaiki kesalahan – kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah.
B. Kelemahan Metode ini
· Terkadang peserta didik sukar melihat dengan jelas benda yang digunakan dalam demonstrasi.
· Tidak semua benda dapat didemonstrasikan.
· Peserta didik sukar mengerti bila pendidik kurang menguasai benda yang didemonstrasikan.
IV. Metode Ceramah Plus
Metode pembelajaran ini dinilai ekonomis, praktis dan efektif untuk menyajikan informasi, konsep ilmu, gagasan, dan pengertian abstrak, terutama dalam mengelola kelas besar dengan jumlah peserta didiknya lebih dari 20 orang. Walaupun demikian, metode ceramah dalam pembelajaran fisika mempunyai kelemahan, yaitu membuat siswa menjadi pasif, sehingga banyak siswa yang hanya memahami fisika sebatas definisi-definisi verbal yang akhirnya tidak sampai pada konsep sebenarnya. Sebaiknya bagi para pendidik tidak mutlak menggunakan Metode Ceramah saja melainkan dikombinasikan dengan berbagai Metode yang lainnya seperti dibawah ini :
A. Metode Ceramah Plus Tanya Jawab dan Tugas
B. Metode Ceramah Plus Diskusi dan Tugas
C. Metode Ceramah Plus Demonstrasi dan Latihan
V. Metode Simulasi
A. Kelebihan Metode ini
· Bekal bagi peserta didik saat menghadapi situasi yang sebenarnya kelak.
· Mengembangkan kreatifitas peserta didik.
· Memupuk keberanian dan kepercayaan diri peserta didik.
· Memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan.
· Meningkatkan gairah peserta didik.
B. Kelemahan Metode ini
· Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan dilapangan.
· Pengelolaan yang kurang baik, menyebabkan simulasi terkadang dijadikan hiburan sehingga tujuan pembelajaran terabaikan.
· Faktor psikologis mempengaruhi pesrta didik dalam melakukan simulasi.
VI. Metode Discovery dan Inquiry
Discovery adalah suatu proses mental apabila anak atau individu mengasimilasi konsep-konsep dan prinsip-prinsip, belajar bagaimana menggunakan pikiran untuk menemukan.
Inquiry pada dasarnya menyadari apa yang telah dialami. Inquiry menempatkan peserta didik sebagi subjek belajar yang aktif. Karena itu, inquiry menuntut peserta didik berpikir. Metode ini menempatkan peserta didik pada situasi yang melibatkan mereka dalam kegiatan intelektual. Metode ini menuntut peserta didik memproses pengalaman belajar menjadi sesuatu yang bermakna dalam kehidupan nyata. Di dalam proses inquiry, peserta didik tidak hanya belajar menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tetapi juga mengalami proses belajar mengenai pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, komunikasi sosial dan sebagainya. Dengan demikian, melalui metode ini peserta didik dibiasakan untuk produktif, analitis, dan kritis.
VII. Metode Eksperiment
A. Kelebihan Metode ini
· Membuat peserta didik lebih meyakini materi yang telah disampaikan.
· Mengembangkan sikap untuk studi eksplorasi mengenai IPTEK.
· Membina manusia yang akan membuat inovasi – inovasi baru.
B. Kelemahan Metode ini
· Tidak cukupnya alat atau tidak tersedianya alat membuat peserta didik tidak dapat selalu melakukan praktikum dalam pembahasan yang sedang dipelajari.
· Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang – bidang ilmu dan teknologi.
· Terkadang diperlukan waktu yang cukup panjang sedangkan peserta didik harus menlanjutkan pelajaran.
VIII. Metode Penemuan Terbimbing
A. Kelebihan Metode ini
· Merupakan satu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan.
· Peserta didik belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri dan biasanya akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.
· Menimbulkan interaksi antar siswa dan melatih ketrampilan dasar yang dimiliki oleh siswa.
B. Kelemahan Metode ini
· Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
· Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan ini.
· Tidak semua materi cocok dengan metode ini, umumnya topik-topik yangberhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan metode penemuan terbimbing.
IX. Metode PAIKEM Membatik
Paikem Membatik atau pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dengan media teknologi informasi komunikasi (TIK). Mata pelajaran ini tidak bisa diajarkan dengan sekadar konstektual atau menghafal, akan tetapi juga butuh contoh-contoh yang riil.
X. Metode GASING
Gasing di sini merupakan akronim dari GAmpang, aSyIk, dan menyenaNGkan atau ngGAk puSING. Metode gasing ini menggunakan metode logika biasa berdasarkan konsep dasar fisika. Justru para guru tidak harus memberikan rumus-rumus yang akan membuat pusing dan benci fisika.
XI. Metode Interactive Demonstration
Peserta didik dan Pendidik dituntut untuk melakukan peragaan. Pendidik berperan menanyakan dan meningkatkan prediksi siswa, menghadirkan respon dan mengumpulkan penjelasan lebih lanjut serta membantu siswa mengumpulkan fakta – fakta dasar.
XII. Metode Pembelajaran Berbasis Fenomena
Dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan model pembelajaran fisika yang disesuaikan dengan karakteristik dan hakekat ilmu fisika serta memenuhituntutan kompetensinya.
XIII. Metode Picture and Picture
Dengan menggunakan gambar atau foto – foto untuk memudahkan memahami cara kerja atau pemahaman suatu materi.
XIV. Metode Belajar Otentik
Memperkenankan peserta didik mengembangkan keterampilan berpikirnya dan memecahkan masalah yang penting dalam kehidupan nyata.
XV. Metode Proyek
Memperkenankan peserta didik belajar mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya dalam hal ini pendidik hanya mengarahkan.
XVI. Metode SETS
Bermakna sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat yang merupakan sebuah kesatuan dalam konsep pendidikan mempunya implementasi agar peserta didik bepikir tinggi.
XVII. Metode pembelajaran Examples non Examples
Dengan mengambil contoh, kasus – kasus atau juga dengan gambaar yang relevan dengan materi agar peserta didik memahami konsep.
XVIII. Metode pendekatan kontekstual
Menekankan pentingnya peserta didik membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan dalam pembelajaran. Peserta didik diharapkan aktif ketimbang pendidik.
XIX. Metode Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together
Pembelajaran kooperatif menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan bertujuan meningkatkan penguasaan.
XX. Metode Ekspositori
Menyampaikan informasi yang menyerupai ceramah hanya saja frekuensi bicara pendidik lebih sedikit jadi Peserta didik lebih aktif.
XXI. Metode Problem Solving
Peserta didik diberikan soal kenudian disuruhmenyelesaikandan diberikan pemecahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Beberapa Metode Belajar Fisika.html
Metode Pembelajaran Terbimbing Menggunakan LKS Untuk Ketuntasan Belajar Fisika ~ NewbieXpose.htm
SUARA MERDEKA CETAK - ”Paikem Membatik”, Metode Belajar Fisika Lebih Mudah.htm
Trianto. 2010. MENGEMBANGKAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK. Jakarta. Prestasi Pustaka.
PENDEKATAN PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perilaku belajar dapat ditemukan dimana pun. Informasi dapat melalui
radio, internet, buku, televisi dsb. Seiring dengan berjalannya waktu perkembangan informasi melalui berbagai media semakin sangat cepat berubah.
Meluas dan cepatnya Informasi tersebut membantu mempermudah perilaku belajar. Meskipun zaman sudah semakin canggih seperti sekarang akan tetapi “bagaimana membelajarkan orang”masih belum memadai.
Dalam kegiatan belajar mengajar pendidik dihadapkan pada peserta didik tentunya. Karena, adanya tuntutan dari pemerintah yang mewajibkan belajar
sembilan tahun maka pendidik dihadapkan dengan banyaknya peserta didik. Peserta didik dalam satu kelas dapat mencapai empat puluh orang akibat kebijakan pemerintah tersebut. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa sangat dibutuhkan keterampilan mengorganisasi kelas. Pendidik pun dihadapkan pada ilmu pengetahuan yang semakin meningkat yang dapat bersumber dari buku, internet, atau kehidupan Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa seorang pendidik harus mampu mengolah pesan.
Pembelajaran didefinisikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan - kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tentunya pemerolehan pengalaman – pengalaman tersebut dikembangkan bersama dengan pemerolehan pengalaman belajar peserta didik. Pemerolehan pengalaman belajar tersebut merupakan proses yang secara deduktif, induktif, ataupun cara yang lainnya. Dengan menghadapi sejumlah peserta didik, peningkatan kemempuan peserta didik, berbagai pesan dalam bahan ajar, dan proses pemerolehan pengalaman maka setiap pendidik perlu mengetahui pengetahuan mengenai Pendekatan Pembelejaran.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Pendekatan
Pembelajaran
Pendekatan Pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
(1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa
(student centered approach).
(2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach).
II.2 Pengorganisasian Siswa
II.2.1 Pembelajaran secara Individual
Pembelajaran secara Individual adalah kegiatan mengajar pendidik yang
menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing – masing
individu. Ciri – ciri yang menonjol pada Pembelajaran Individual, yaitu :
1) Tujuan pengajaran
a) Kesempatan dan keleluasaan siswa dalam belajar berdasarkan kemampuan sendiri.
b) Pengambangan kemampuan tiap individu secara optimal.
2) Siswa sebagai subjek yang belajar
a) Siswa bebas belajar sesuai kemampuannya.
b) Kebebasan waktu belajar.
c) Keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan dan intensitas belajar.
d) Siswa melakukan penilaian sendiri terhadap hasil belajar.
e) Siswa mengetahui kemampuan dan hasil belajar sendiri.
f) Siswa berkesampatan menyusun program belajarnya sendiri.
Keenam jenis kedudukan siswa tersebut menimbulkan adanya perbedaan tanggung jawab belajar – mengajar.
3) Guru sebagai pembelajar
Kedudukan guru dalam pembelajaran individual sifatnya membantu, yaitu
diantaranya :
1. Perencanaan kegiatan belajar.
2. Pengorganisasian kegiatan belajar.
3. Penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa.
4. Fasilitas yang mempermudah belajar.
Peranan guru dalam merencanakan kegiatan belajar, yaitu diantaranya :
1. Membantu merencanakan kegiatan belajar siswa.
2. Membicarakan pelaksanaan belajar, mengemukakan kriteria keberhasilan belajar, menentukan waktu dan kondisi belajar.
3. Sebagai penasehat atau pembimbing.
4. Membantu siswa dalam penilaian hasil belajar dan kemajuan sendiri.
Peranan guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitor kegiatan belajar. Peranan Guru antara lain :
1. Memberi orientasi umum sehubung dengan belajar topik tertentu.
2. Memvariasikan kegiatan belajar.
3. Mengkoordinasikan kegiatan belajar dengan memperhatikan kemajuan, materi, media dan sumber.
4. Membagi perhatian pada sejumlah peserta didik.
5. Memberikan balikan atau penguatan.
6. Evaluasi.
Peranan guru yang sangatlah penting adalah menjadi fasilitator belajar yang tujuannya mempermudah proses belajar. Cara yang
dilakukan guru antara lain :
1. Membimbing siswa belajar.
2. Menyediakan media dan sumber belajar.
3. Memberi penguatan belajar.
4. Memberi siswa kesempatan memperbaiki diri.
4) Program pembelajaran
Dari segi usia perkembangan pebelajar, program pembelajaran individual sesuai bagi siswa SLTP keatas karena
1. Siswa sudah dapat membaca.
2. Memahami petunjuk dengan baik.
3. Dapat bekerja mandiri dan bekerja sama dengan baik.
Program pembelajaran individual dapat dilaksanakan dengan efektif, bila mempertimbangkan hal – hal berikut :
1.Disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa.
2.Prosedur dan cara kerja dimengerti siswa.
3.Tujuan pembelajaran dibuat dan dimengreti siswa.
4.Kriteria keberhasilan dimengerti siswa.
5.Keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti siswa.
5) Orientasi dan tekanan dalam pelaksanaan pembelajaran
Program pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan
kepada setiap siswa agar ia dapat belajar secara mandiri. Guru berperan sebagai
pendidik bukan instruktur.
II.2.2 Pembelajaran secara Kelompok
Kelompok belajar umumnya terdiri dari 3 – 8 orang. Dalam pembelajaran kelompok guru dapat memberi bantuan dengan lebih intensif sebab :
1. Hubungan antar guru dengan siswa menjadi lebih akrab.
2. Siswa memperoleh bantuan, kesempatan, sesuai dengan kebutuhannya.
3. Siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan belajar, cara belajar, dan kriteria keberhasilan.
Ciri– ciri yang menonjol pada pembelajaran secara kelompok dapat ditinjau dari segi :
1. Tujuan pengajaran
a) Memberi kesempatan siswa memecahkan masalah dengan rasional.
b) Mengembangkan sikap sosial dan gotong – royong.
c) Membuat siswa merasa bertanggung jawab dengan mendinamiskan kelompok.
d) Mengembangkan kemampuan kepemimpinan.
2. Pebelajar
Ciri – ciri kelompok kecil yang menonjol sebagai
berikut :
a) Semua siswa sadar diri sebagai anggota
kelompok.
b)Semua siswa sadar
memiliki tujuan bersama yaitu tujuan
kelompoknya.
c)Memiliki rasa saling membutuhkan dan
tergantung.
d)Ada tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab
bersama.
Agar kelompok kecil berperan konstruktif dan
produktif maka diharapkan :
a) Anggota kelompok sadar diri menjadi anggota
kelompok.
b) Siswa sebagai anggota kelompok bertanggung
jawab.
c) Setiap anggota kelompok membina hubungan
akrab.
d) Kelompok mewujud dalam satuan kerja yang
kohesif.
3. Guru sebagai pembelajar
Perhatian guru dalam pembelajaran kelompok tertuju pada semangat kelompok
dalam memecahkan sebuah masalah. Peranan guru dalam pembelajaran kelompok yaitu :
a) Pembentukan kelompok.
b) Perencanaan tugas kelompok.
c) Pelaksanaan.
d) Evaluasi kegiatan.
4. Program pembelajaran
5. Orientasi dan tekanan utama pelaksanaan pembelajaran
II.2.3 Pembelajaran secara Klasikal
Adalah pengutamaan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar.
Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran individu dapat di tinjau dari
segi:
a. Tujuan
- Efisiensi dalam pembelajaran.
b. Siswa
- Individu yang belajar didalam kelas yang telah dikondisikan sesuai keinginan guru.
- Belajar sesuai tata tertib yang ditetapkan guru.
c. Guru
- Kedudukan guru bersifat sentral, guru melakukan 2 kegiatan sekaligus yaitu
melakukan pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran.
- Peran guru pada
pembelajaran individu dan pembelajaran kelompok kecil juga berlaku pada pembelajaran klasikal.
d. Program pembelajaran
- Peningkatan kemampuan individu siswa sebagai bagian dari kelas.
e. Orientasi dan tekanan utama pelaksanaan
- Peningkatan kemampuan dan keterampilan seluruh kelas.
II.3 Posisi Guru – Siswa Dalam Pengolahan Pesan
Dalam belajar mengajar guru menempati posisi sebagai penyampai pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Berdasarkan posisi guru dan siswa dalam pengolahan pesan terdapat 2 sistem pembelajaran yaitu:
II.3.1 Pembelajaran dengan strategi ekspsitori
Merupakan kegiatan mengajar yang berpusat pada guru. Guru aktif memberikan penjelasan secra rinci tentang bahan pengjaran dan bertujuan memindahkan pengetahuan.
1.Peran guru
- Penyusun program pembelajaran.
- Pemberi informasi
yang benar.
- Pemberi fasilitas belajar yang baik.
- Pembimbing dalam
perolehan informasi yang benar.
- Penilai pemerolehan informasi.
2.Siswa
- Pencari informasi yang benar.
- Pemakai media sumber
yang benar.
- Menyelesaikan tugas
sehubungan dengan penilaian guru.
3.Evaluasi
Hasil belajar yang dievaluasi
adalah luas dan jumlah pengetahuan,keterampilan, dan nilai-nilai yang telah
dikuasai siswa. Alat evaluasi berupa tes.
II.3.2 Pembelajaran dengan strategi inkuiri
Merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengolah pesan sehingga
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.Tekanan utama pembelajaran dengan strategi ini adalah :
a) Peningkatan kemampuan berpikir individu.
b) Peningkatan kemempuan mempraktekan metode dan teknik penelitian.
c) Latihan keterampilan intelektual khusus.
d) Latihan menemukan sesuatu.
Peranan guru yang penting adalah :
a) Menciptakan suasana bebas berpikir.
b) Fasilitator dalam penelitian.
c) Rekan diskusi dalam klasifikasi dan pencarian alternatif pemecahan masalah.
d) Pembimbing penelitian.
Peranan siswa yang penting adalah :
a) Mengambil prakarsa dalam pencarian dan penyelesaian masalah.
b) Pelaku aktif dalam melakukan penelitian.
c) Penjelajah tentang masalah dan metode pemecahan.
d) Penemu pemecahan masalah.
Evaluasi dari strategi Inkuiri meliputi :
a) Keterampilan pencarian dan perumusan masalah.
b) Keterampilan pengumpulan data.
c) Keterampilan meneliti objek.
d) Keterampilan menarik kesimpulan.
e) Laporan .
II.4 Kemampuan Yang Akan Dicapai Dalam Pembelajaran
Kemampuan yang akan dicapai dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran. Pembelajaran ranah disesuaikan dengan tujuan pengajaran yaitu :
a) Ranah Kognitif
Berupa pendekatan pemerolehan seperti pemecahan masalah, penemuan dan sebagainya.
b) Ranah Afektif
Berupa kejelasan nilai berkaitan dengan sikap dan perasaan.
c) Ranah Psikomotorik
Berupa kejelasan kecekatan psikomotorik dengan gerakan.
II.5 Proses Pengolahan Pesan
Dalam belajar mengajar guru menempati posisi sebagai penyampai pesan dan murid/siswa sebagai penerima pesan. Ada dua macam pengolahan pesan yaitu:
II.5.1 Pengolahan Pesan Secara Deduktif
Langkah-langkah pengolahan pesan secara deduktif
ada beberapa poin, yaitu:
a. Pendahuluan pembelajaran.
b. Penyajian generalisasi
konsep.
c. Pengumpulan data yang mendukung generalisasi.
d. Analisis dan
data dan verifikasi generalisasi.
e. Aplikasi generalisasi pada data yang
terkumpul.
f. Evaluasi tentang proses pengolahan pesan.
II.5.2 Pengolahan Pesan Secara Induktif
Pengolahan pesan secara induktif bermula dari :
a. Fakta atau peristiwa khusus.
b. Penyusunan konsep berdasarkan fakta-fakta.
c. Penyusunan generalisasi berdasarkan konsep-konsep. Bila sudah ada teori yang benar, pada umumnya dirumuskan hipotesis.
d. Terapan generalisasi pada atau baru, atau uji hipotesis, kemudian penarikkan kesimpulan lanjut.
Adapun langkah-langkah pengolahan pesan secara induktif yaitu.:
a. Pendahuluan pembelajaran.
b. Pengumpulan data.
c. Analisis data.
d. Perumusan dan pengujian hipotesis.
e. Mengaplikasikan generalisasi.
f. Evaluasi hasil belajar.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan dan banyak melibatkan
aktivitas guru dan siswa.
2. Mendidik pesertadidik untuk membangun dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa dalam dunia dan masyarakat
serta terus-menerus berubah mampu menuntut peserta
didik untuk mampu berfikir sendiri .Hal ini perlu memahami dan memperlakukan tuntutan peningkatan IPTEK
pada suatu generasi yang sebagian tumbuh di pedesaan akan mempunyai
dampak pada kehidupan lama yang sebelumnya belum dialaminya.
3. Faktor pengembangan sikap untuksepenuhynya bertanggung jawab terhadap tugasnya
yang mewujudkan tekad kecendurungan (tendency) dan kejadian (event) dari
masa depan itu. Keterampilan fisik dan mental dan perolehan pengetahuan (kognitif) untuk berpikir mandiri diperoleh dengan
pendekatan belajar dan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2006. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. Jakarta : Rhineka Cipta.
http://ariesupriadi.wordpress.com/2011/11/03/pendekatan-pembeajaran/
akhmadsudrajat.wordpress.com/.../pendekatan-strategi-metodeteknik...Tembolok Mirip
http://ainunkusumaum.blogspot.com/2009/05/makalah-pendekatan-pembelajaran.html
http://arsaundagy.wordpress.com/2011/06/24/hubungan-tujuan-pembelajaran-dengan-metode-pengajaran/
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perilaku belajar dapat ditemukan dimana pun. Informasi dapat melalui
radio, internet, buku, televisi dsb. Seiring dengan berjalannya waktu perkembangan informasi melalui berbagai media semakin sangat cepat berubah.
Meluas dan cepatnya Informasi tersebut membantu mempermudah perilaku belajar. Meskipun zaman sudah semakin canggih seperti sekarang akan tetapi “bagaimana membelajarkan orang”masih belum memadai.
Dalam kegiatan belajar mengajar pendidik dihadapkan pada peserta didik tentunya. Karena, adanya tuntutan dari pemerintah yang mewajibkan belajar
sembilan tahun maka pendidik dihadapkan dengan banyaknya peserta didik. Peserta didik dalam satu kelas dapat mencapai empat puluh orang akibat kebijakan pemerintah tersebut. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa sangat dibutuhkan keterampilan mengorganisasi kelas. Pendidik pun dihadapkan pada ilmu pengetahuan yang semakin meningkat yang dapat bersumber dari buku, internet, atau kehidupan Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa seorang pendidik harus mampu mengolah pesan.
Pembelajaran didefinisikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan - kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tentunya pemerolehan pengalaman – pengalaman tersebut dikembangkan bersama dengan pemerolehan pengalaman belajar peserta didik. Pemerolehan pengalaman belajar tersebut merupakan proses yang secara deduktif, induktif, ataupun cara yang lainnya. Dengan menghadapi sejumlah peserta didik, peningkatan kemempuan peserta didik, berbagai pesan dalam bahan ajar, dan proses pemerolehan pengalaman maka setiap pendidik perlu mengetahui pengetahuan mengenai Pendekatan Pembelejaran.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi Pendekatan
Pembelajaran
Pendekatan Pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
(1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa
(student centered approach).
(2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach).
II.2 Pengorganisasian Siswa
II.2.1 Pembelajaran secara Individual
Pembelajaran secara Individual adalah kegiatan mengajar pendidik yang
menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing – masing
individu. Ciri – ciri yang menonjol pada Pembelajaran Individual, yaitu :
1) Tujuan pengajaran
a) Kesempatan dan keleluasaan siswa dalam belajar berdasarkan kemampuan sendiri.
b) Pengambangan kemampuan tiap individu secara optimal.
2) Siswa sebagai subjek yang belajar
a) Siswa bebas belajar sesuai kemampuannya.
b) Kebebasan waktu belajar.
c) Keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan dan intensitas belajar.
d) Siswa melakukan penilaian sendiri terhadap hasil belajar.
e) Siswa mengetahui kemampuan dan hasil belajar sendiri.
f) Siswa berkesampatan menyusun program belajarnya sendiri.
Keenam jenis kedudukan siswa tersebut menimbulkan adanya perbedaan tanggung jawab belajar – mengajar.
3) Guru sebagai pembelajar
Kedudukan guru dalam pembelajaran individual sifatnya membantu, yaitu
diantaranya :
1. Perencanaan kegiatan belajar.
2. Pengorganisasian kegiatan belajar.
3. Penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa.
4. Fasilitas yang mempermudah belajar.
Peranan guru dalam merencanakan kegiatan belajar, yaitu diantaranya :
1. Membantu merencanakan kegiatan belajar siswa.
2. Membicarakan pelaksanaan belajar, mengemukakan kriteria keberhasilan belajar, menentukan waktu dan kondisi belajar.
3. Sebagai penasehat atau pembimbing.
4. Membantu siswa dalam penilaian hasil belajar dan kemajuan sendiri.
Peranan guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitor kegiatan belajar. Peranan Guru antara lain :
1. Memberi orientasi umum sehubung dengan belajar topik tertentu.
2. Memvariasikan kegiatan belajar.
3. Mengkoordinasikan kegiatan belajar dengan memperhatikan kemajuan, materi, media dan sumber.
4. Membagi perhatian pada sejumlah peserta didik.
5. Memberikan balikan atau penguatan.
6. Evaluasi.
Peranan guru yang sangatlah penting adalah menjadi fasilitator belajar yang tujuannya mempermudah proses belajar. Cara yang
dilakukan guru antara lain :
1. Membimbing siswa belajar.
2. Menyediakan media dan sumber belajar.
3. Memberi penguatan belajar.
4. Memberi siswa kesempatan memperbaiki diri.
4) Program pembelajaran
Dari segi usia perkembangan pebelajar, program pembelajaran individual sesuai bagi siswa SLTP keatas karena
1. Siswa sudah dapat membaca.
2. Memahami petunjuk dengan baik.
3. Dapat bekerja mandiri dan bekerja sama dengan baik.
Program pembelajaran individual dapat dilaksanakan dengan efektif, bila mempertimbangkan hal – hal berikut :
1.Disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa.
2.Prosedur dan cara kerja dimengerti siswa.
3.Tujuan pembelajaran dibuat dan dimengreti siswa.
4.Kriteria keberhasilan dimengerti siswa.
5.Keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti siswa.
5) Orientasi dan tekanan dalam pelaksanaan pembelajaran
Program pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan
kepada setiap siswa agar ia dapat belajar secara mandiri. Guru berperan sebagai
pendidik bukan instruktur.
II.2.2 Pembelajaran secara Kelompok
Kelompok belajar umumnya terdiri dari 3 – 8 orang. Dalam pembelajaran kelompok guru dapat memberi bantuan dengan lebih intensif sebab :
1. Hubungan antar guru dengan siswa menjadi lebih akrab.
2. Siswa memperoleh bantuan, kesempatan, sesuai dengan kebutuhannya.
3. Siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan belajar, cara belajar, dan kriteria keberhasilan.
Ciri– ciri yang menonjol pada pembelajaran secara kelompok dapat ditinjau dari segi :
1. Tujuan pengajaran
a) Memberi kesempatan siswa memecahkan masalah dengan rasional.
b) Mengembangkan sikap sosial dan gotong – royong.
c) Membuat siswa merasa bertanggung jawab dengan mendinamiskan kelompok.
d) Mengembangkan kemampuan kepemimpinan.
2. Pebelajar
Ciri – ciri kelompok kecil yang menonjol sebagai
berikut :
a) Semua siswa sadar diri sebagai anggota
kelompok.
b)Semua siswa sadar
memiliki tujuan bersama yaitu tujuan
kelompoknya.
c)Memiliki rasa saling membutuhkan dan
tergantung.
d)Ada tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab
bersama.
Agar kelompok kecil berperan konstruktif dan
produktif maka diharapkan :
a) Anggota kelompok sadar diri menjadi anggota
kelompok.
b) Siswa sebagai anggota kelompok bertanggung
jawab.
c) Setiap anggota kelompok membina hubungan
akrab.
d) Kelompok mewujud dalam satuan kerja yang
kohesif.
3. Guru sebagai pembelajar
Perhatian guru dalam pembelajaran kelompok tertuju pada semangat kelompok
dalam memecahkan sebuah masalah. Peranan guru dalam pembelajaran kelompok yaitu :
a) Pembentukan kelompok.
b) Perencanaan tugas kelompok.
c) Pelaksanaan.
d) Evaluasi kegiatan.
4. Program pembelajaran
5. Orientasi dan tekanan utama pelaksanaan pembelajaran
II.2.3 Pembelajaran secara Klasikal
Adalah pengutamaan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar.
Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran individu dapat di tinjau dari
segi:
a. Tujuan
- Efisiensi dalam pembelajaran.
b. Siswa
- Individu yang belajar didalam kelas yang telah dikondisikan sesuai keinginan guru.
- Belajar sesuai tata tertib yang ditetapkan guru.
c. Guru
- Kedudukan guru bersifat sentral, guru melakukan 2 kegiatan sekaligus yaitu
melakukan pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran.
- Peran guru pada
pembelajaran individu dan pembelajaran kelompok kecil juga berlaku pada pembelajaran klasikal.
d. Program pembelajaran
- Peningkatan kemampuan individu siswa sebagai bagian dari kelas.
e. Orientasi dan tekanan utama pelaksanaan
- Peningkatan kemampuan dan keterampilan seluruh kelas.
II.3 Posisi Guru – Siswa Dalam Pengolahan Pesan
Dalam belajar mengajar guru menempati posisi sebagai penyampai pesan dan siswa sebagai penerima pesan. Berdasarkan posisi guru dan siswa dalam pengolahan pesan terdapat 2 sistem pembelajaran yaitu:
II.3.1 Pembelajaran dengan strategi ekspsitori
Merupakan kegiatan mengajar yang berpusat pada guru. Guru aktif memberikan penjelasan secra rinci tentang bahan pengjaran dan bertujuan memindahkan pengetahuan.
1.Peran guru
- Penyusun program pembelajaran.
- Pemberi informasi
yang benar.
- Pemberi fasilitas belajar yang baik.
- Pembimbing dalam
perolehan informasi yang benar.
- Penilai pemerolehan informasi.
2.Siswa
- Pencari informasi yang benar.
- Pemakai media sumber
yang benar.
- Menyelesaikan tugas
sehubungan dengan penilaian guru.
3.Evaluasi
Hasil belajar yang dievaluasi
adalah luas dan jumlah pengetahuan,keterampilan, dan nilai-nilai yang telah
dikuasai siswa. Alat evaluasi berupa tes.
II.3.2 Pembelajaran dengan strategi inkuiri
Merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengolah pesan sehingga
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai.Tekanan utama pembelajaran dengan strategi ini adalah :
a) Peningkatan kemampuan berpikir individu.
b) Peningkatan kemempuan mempraktekan metode dan teknik penelitian.
c) Latihan keterampilan intelektual khusus.
d) Latihan menemukan sesuatu.
Peranan guru yang penting adalah :
a) Menciptakan suasana bebas berpikir.
b) Fasilitator dalam penelitian.
c) Rekan diskusi dalam klasifikasi dan pencarian alternatif pemecahan masalah.
d) Pembimbing penelitian.
Peranan siswa yang penting adalah :
a) Mengambil prakarsa dalam pencarian dan penyelesaian masalah.
b) Pelaku aktif dalam melakukan penelitian.
c) Penjelajah tentang masalah dan metode pemecahan.
d) Penemu pemecahan masalah.
Evaluasi dari strategi Inkuiri meliputi :
a) Keterampilan pencarian dan perumusan masalah.
b) Keterampilan pengumpulan data.
c) Keterampilan meneliti objek.
d) Keterampilan menarik kesimpulan.
e) Laporan .
II.4 Kemampuan Yang Akan Dicapai Dalam Pembelajaran
Kemampuan yang akan dicapai dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran. Pembelajaran ranah disesuaikan dengan tujuan pengajaran yaitu :
a) Ranah Kognitif
Berupa pendekatan pemerolehan seperti pemecahan masalah, penemuan dan sebagainya.
b) Ranah Afektif
Berupa kejelasan nilai berkaitan dengan sikap dan perasaan.
c) Ranah Psikomotorik
Berupa kejelasan kecekatan psikomotorik dengan gerakan.
II.5 Proses Pengolahan Pesan
Dalam belajar mengajar guru menempati posisi sebagai penyampai pesan dan murid/siswa sebagai penerima pesan. Ada dua macam pengolahan pesan yaitu:
II.5.1 Pengolahan Pesan Secara Deduktif
Langkah-langkah pengolahan pesan secara deduktif
ada beberapa poin, yaitu:
a. Pendahuluan pembelajaran.
b. Penyajian generalisasi
konsep.
c. Pengumpulan data yang mendukung generalisasi.
d. Analisis dan
data dan verifikasi generalisasi.
e. Aplikasi generalisasi pada data yang
terkumpul.
f. Evaluasi tentang proses pengolahan pesan.
II.5.2 Pengolahan Pesan Secara Induktif
Pengolahan pesan secara induktif bermula dari :
a. Fakta atau peristiwa khusus.
b. Penyusunan konsep berdasarkan fakta-fakta.
c. Penyusunan generalisasi berdasarkan konsep-konsep. Bila sudah ada teori yang benar, pada umumnya dirumuskan hipotesis.
d. Terapan generalisasi pada atau baru, atau uji hipotesis, kemudian penarikkan kesimpulan lanjut.
Adapun langkah-langkah pengolahan pesan secara induktif yaitu.:
a. Pendahuluan pembelajaran.
b. Pengumpulan data.
c. Analisis data.
d. Perumusan dan pengujian hipotesis.
e. Mengaplikasikan generalisasi.
f. Evaluasi hasil belajar.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan dan banyak melibatkan
aktivitas guru dan siswa.
2. Mendidik pesertadidik untuk membangun dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa dalam dunia dan masyarakat
serta terus-menerus berubah mampu menuntut peserta
didik untuk mampu berfikir sendiri .Hal ini perlu memahami dan memperlakukan tuntutan peningkatan IPTEK
pada suatu generasi yang sebagian tumbuh di pedesaan akan mempunyai
dampak pada kehidupan lama yang sebelumnya belum dialaminya.
3. Faktor pengembangan sikap untuksepenuhynya bertanggung jawab terhadap tugasnya
yang mewujudkan tekad kecendurungan (tendency) dan kejadian (event) dari
masa depan itu. Keterampilan fisik dan mental dan perolehan pengetahuan (kognitif) untuk berpikir mandiri diperoleh dengan
pendekatan belajar dan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 2006. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. Jakarta : Rhineka Cipta.
http://ariesupriadi.wordpress.com/2011/11/03/pendekatan-pembeajaran/
akhmadsudrajat.wordpress.com/.../pendekatan-strategi-metodeteknik...Tembolok Mirip
http://ainunkusumaum.blogspot.com/2009/05/makalah-pendekatan-pembelajaran.html
http://arsaundagy.wordpress.com/2011/06/24/hubungan-tujuan-pembelajaran-dengan-metode-pengajaran/