HASIL – HASIL PENELITIAN PSIKOLOGI DEWASA AWAL


Hasil penelitian dewasa awal lebih banyak mengarah pada hubungan sosial, dan perkembangan intelektual, pekerjaan dan perkawinan di usia dewasa awal, dan pengoptimalan perkembangan dewasa awal serta perilaku penghayatan keagamaan. Beberapa hasil penelitian, diantaranya:

1. Persepsi seks maya pada dewasa awal

Hasil penelitian oleh Ida Ayu Putu Sri Andini[2], menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita memiliki sikap yang negatif terhadap seks maya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor kebudayaan Indonesia yang masih memegang teguh adat dan istiadat budaya timur, dimana manusia harus memperhatikan aturan dan nilai budaya di dalam bersikap dan berperilaku. Menurut Azwar (dalam Riyanti dan Prabowo, 1998) kebudayaan yang berkembang dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan pengaruh yang kuat dalam sikap seseorang terhadap berbagai macam hal.

2. Penundaan usia perkawinan dengan Intensi Penundaan Usia Perkwaninan

Dari hasil penelitian[3] didapatkan hubungan yang positif dan sangat signifikan antara sikap terhadap penundaan usia perkawinan dengan intensi penundaan usia. Hal ini berarti mereka memiliki keyakinan yang tinggi bahwa penundaan usia perkawinan akan memberikan keuntungan bagi mereka, baik keuntungan dari segi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Penundaan perkawinan akan memberikan waktu lebih banyak bagi mereka untuk membentuk identitas pribadi sebagai individu yang matang secara biologis, psikologis, sosial dan ekonomi.

3. Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja[4]

Adanya ketakutan menghadapi krisis pernikahan dan berujung perceraian merupakan hal/kondisi yang membuat wanita bekerja ragu tentang kesiapan menikah mereka. Ditambah lagi maraknya perceraian yang dipublikasikan di media massa saat ini sehingga dianggap menjadi menjadi fenomena biasa. Salah satu penyebab wanita yang bekerja memutuskan untuk menunda pernikahan adalah keraguan dapat berbagi secara mental dan emosional dengan pasangannya. Ketidaksiapan menikah yang dimiliki wanita bekerja termanifestasi dengan adanya ketakutan menghadapi krisis perkawinan serta ragu tentang kemampuan mereka berbagi secar mosional dengan pasangannya kelak. Selain kesiapan psikis juga ketidak siapan fisik. Individu yang merasa memiliki kondisi kesehatan yang tidak prima (sakit, misal DM) cenderung ragu melangkah menuju jenjang pernikahan.

Untuk mengetahui apakah seseorang siap menikah atau tidak, ada beberapa criteria yang perlu diperhatikan:

o Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri.

o Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak.

o Bersedia dan mampu menjadi pasangan menjadi pasangan dalam hubungan seksual.

o Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim.

o Memiliki kelembutan dan kasih saying kepada orang lain.

o Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain.

o Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan.

o Bersedia berbagi rencana dengan orang lain.

o Bersedia menerima keterbatasan orang lain.

o Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi.

o Bersedia menjadi suami isteri yang bertanggung jawab.

Individu yang memiliki kematangan emosi akan memiliki kesiapan menikah yang lebih baik, artinya mereka mampu mengatasi perubahan-perubahan dan beradaptasi setelah memasuki pernikahan.

4. Kemandirian Dewasa Awal

Penelitian dengan judul “Kemandirian Mahasiswi UIN Suska Ditinjau dari Kesadaran Gender” [5] ini, membuktikan bahwa bahwa perbedaan perlakuan yang diterima anak laki-laki dan perempuan sejak lahir akan mempengaruhi tingkat kemandirian. Semakin tinggi kesadaran gender maka semakin tinggi kemandirian pada Mahasiswa UIN Suska Riau. Dengan makin tingginya kesadaran gender yang dimiliki mahasiswi UIN Suska Riau lebih mandiri dibandingkan dengan mahasiswi yang tidak memiliki kesadaran gender atau memiliki kesadaran gender yang rendah. Mahasiswi yang memiliki kemandirian tinggi akan lebih mudah menghadapi kehidupan, tantangan yang dihadapinya, serta menjalin hubungan yang mantap dalam kehidupan sosialnya.

5. Perilaku Perkembangan penghayatan Identitas dan Nilai-Nilai Agama dalam Kehidupan Sehari-Hari

a. Perkembangan Identitas Diri dalam Area Agama

Penelitian dengan judul “Perkembangan Identitas Diri Dalam Area Agama pada Remaja Akhir”[6] ini adalah studi deskriptif pada mahasiswa di Fakultas Psikologi UIN Suska Riau, dengan usia sample 18 – 22 tahun Menurut Hurlock, usia ini sudah memasuki usia Dewasa Awal.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa remaja akhir yang berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi berada pada status identitas diri yang ideal.

b. Perilaku Penghayatan Nilai-Nilai Agama

Penelitian dengan judul “Hubungan Antara Sikap Terhadap Aspek Kehalalan dengan perilaku Membeli produk Makanan dan Minuman Halal pada Mahasiswa Fakultas Syari’ah IAIN SUSQA Pekanbaru”[7], membuktikan bahwa semakin positif sikap terhadap aspek kehalalan, maka semakin meningkat perilaku membeli produk makanan dan minuman halal. Subjek memiliki pengetahuan tantang masalah kehalalan, sehingga subjek memiliki persepsi dan keyakinan bahwa kehalalan adalah hal yang mendasar dalam kaitannya dengan produk makanan dan minuman yang dikonsumsinya. Subjek meyakini bahwa bahan yang terkandung dan proses yang dilalui dalam pembuatan produk tersebut memiliki titik kritis untuk kehalalan pangan. Subjek juga membentuk afek yang mendukung keyakinan tersebut, serta reaksi fisiologis yang sesuai dengan kepercayan dan keyakinan yang dimilikinya. Selanjutnya juga muncul keinginan dan kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang selaras dengan kepercayaan dan perasaan tersebut.

OPTIMALISASI PERKEMBANGAN DEWASA AWAL


Dewasa awal adalah masa dimana seluruh potensi sebagai manusia berada pada puncak perkembangan baik fisik maupun psikis. Masa yang memiliki rentang waktu antara 20 – 40 tahun adalah masa-masa pengoptimalan potensi yang ada pada diri individu. Jika masa ini bermasalah, akan mempengaruhi bahkan kemungkinan individu mengalami masalah yang paling serius pada masa selanjutnya.

Menurut Vailant (1998)[8], membagi masa dewasa awal menjadi tiga masa, yaitu masa pembentukan (20 – 30 tahun) dengan tugas perkembangan mulai memisahkan diri dari orang tua, membentuk keluarga baru dengan pernikahan dan mengembangkan persahabatan. Masa konsolidasi (30 – 40 tahun), yaitu masa konsolidasi karir dan memperkuat ikatan perkawinan. Masa transisisi(sekitar usia 40 tahun), merupakan masa meninggalkan kesibukan pekerjan dan melakukan evaluasi terhadap hal yang telah diperoleh.



Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Optimalisasi perkembangan dewasa awal mengacu pada tugas-tugas perkembangan dewasa awal menurut R.J. Havighurst (1953)[9], telah mengemukakan rumusan tugas-tugas perkembangan dalam masa dewasa awal sebagai berikut:

a. Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau istri)

Setelah melewati masa remaja, golongan dewasa muda semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya. Dia mencari pasangan untuk bisa menyalurkan kebutuhan biologis.

Mereka akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam perkawinan ataupun untuk membentuk kehidupan rumah tangga berikutnya. Mereka akan menentukan kriteria usia, pendidikan, pekerjaan, atau suku bangsa tertentu, sebagai prasyarat pasangan hidupnya. Setiap orang mempunyai kriteria yang berbeda-beda.

b. Belajar hidup bersama dengan suami istri

Dari pernikahannya, dia akan saling menerima dan memahami pasangan masing-masing, saling menerima kekurangan dan saling bantu membantu membangun rumah tangga. Terkadang terdapat batu saandungan yang tidak bisa dilewati, sehingga berakibat pada perceraian. Ini lebih banyak diakibatkan oleh ketidak siapan atau ketidak dewasaan dalam menanggapi masalah yang dihadapi bersama.

c. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga

Masa dewasa yang memiliki rentang waktu sekitar 20 tahun (20 – 40) dianggap sebagai rentang yang cukup panjang. Terlepas dari panjang atau pendek rentang waktu tersebut, golongan dewasa muda yang berusia di atas 25 tahun, umumnya telah menyelesaikan pendidikannya minimal setingkat SLTA (SMU-Sekolah Menengah Umum), akademi atau universitas. Selain itu, sebagian besar dari mereka yang telah me­nyelesaikan pendidikan, umumnya telah memasuki dunia pekerjaan guna meraih karier tertinggi. Dari sini, mereka mempersiapkan dan membukukan diri bahwa mereka sudah mandiri secara ekonomis, artinya sudah tidak bergantung lagi pada orang tua. Sikap yang mandiri ini merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Belajar mengasuh anak-anak.

d. Mengelolah rumah tangga

Setelah menjadi pernikahan, dia akan berusaha mengelolah rumah tangganya. Dia akan berusaha membentuk, membina, dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. Mereka harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing. Mereka juga harus dapat melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak dalam keluarga. Selain itu, tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudaranya yang lain.

e. Mulai bekerja dalam suatu jabatan

Usai menyelesaikan pendidikan formal setingkat SMU, akademi atau universitas, umumnya dewasa muda memasuki dunia kerja, guna menerapkan ilmu dan keahliannya. Mereka ber­upaya menekuni karier sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Bila mereka merasa cocok dengan kriteria tersebut, mereka akan merasa puas dengan pekerjaan dan tempat kerja. Sebalik-nya, bila tidak atau belurn cocok antara minat/ bakat dengan jenis pekerjaan, mereka akan berhenti dan mencari jenis pekerjaan yang sesuai dengan selera. Tetapi kadang-kadang ditemukan, meskipun tidak cocok dengan latar belakang ilrnu, pekerjaan tersebut memberi hasil keuangan yang layak {baik), mereka akan bertahan dengan pekerjaan itu. Sebab dengan penghasilan yang layak (memadai), mereka akan dapat membangun kehidupan ekonomi rumah tangga yang mantap dan mapan. Masa dewasa muda adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan semangat yang menyala-nyala dan penuh idealisme, mereka bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan prestasi kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik, mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur-sejahtera bagi keluarganya.

f. Mulai bertangungjawab sebagai warga Negara secara layak

Warga negara yang baik adalah dambaan bagi setiap orang yang ingin hidup tenang, damai, dan bahagia di tengah-tengah masyarakat. Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-undangan yang ber-laku. Hal ini diwujudkan dengan cara-cara, seperti (1) mengurus dan memiliki surat-surat kewarganegaraan (KTP, akta kelahiran, surat paspor/visa bagi yang akan pergi ke luar negeri), (2) mem-bayar pajak (pajak televisi, telepon, listrik, air. pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan), (3) menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar tidak tercela di mata masyarakat, dan (4) mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat (ikut terlibat dalam kegiatan gotong royong, kerja bakti membersihkan selokan, memperbaiki jalan, dan sebagainya). Tugas-tugas perkembangan tersebut merupakan tuntutan yang harus dipenuhi seseorang, sesuai dengan norma sosial-budaya yang berlaku di masyarakat. Bagi orang tertentu, yang menjalani ajaran agama (rnisalnya hidup sendiri/selibat), mungkin tidak mengikuti tugas perkembangan bagian ini, yaitu mencari pasangan hidup dan membina kehidupan rumah tangga. Baik disadari atau tidak, setiap orang dewasa muda akan melakukan tugas perkembangan tersebut dengan baik.

g. Memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai pahamnya

Masa dewasa awal ditandai juga dengan membntuk kelompok-kelompok yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya. Salah satu contohnya adalah membentuk ikatan sesuai dengan profesi dan keahlian.




Leave a Reply.